f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kontestasi politik

Menjadi Ubermensch di dalam Episentrum Kehidupan

Pada zamannya, Rene Descartes dan Issac Newton membuahkan sebuah paradigma besar, yang lebih dikenal dengan paradigma mekanistik. Alam semesta, dalam hal ini lingkungan hidup diartikan oleh mereka sebagai sebuah mesin raksasa, dengan komponen-komponen yang terpisah.

Pada era selanjutnya, Albert Einstein membuah karya tentang relativitas dan teori kuantum, dengan demikian terjadi pergeseran paradigma yang awalnya lingkungan hidup dinilai sebagai sebuah mesin menjadi lingkungan yang diartikan sebagai sebuah sistem kehidupan. Pendekatan yang dilakukan manusia terhadap alam tidak hanya melalui dominasi dan control semata, melainkan dengan tasamuh (toleransi/saling menghormati), ta’awun (saling bekerjasama) dan dialog yang bijak.

Karunia Tuhan Bernama Lingkungan

Manusia merupakan mahluk tuhan yang sempurna, karena manusia diberikan berbagai anugrah dariNya, mulai dari akal pikiran, nurani, perasaan, pedoman dan hidayah (Sholihin, 2020). Kemudian dalam melakukan keberlangsungan hidup dibumi, manusia diberikan anugrah oleh Sang Pencipta, berupa lingkungan hidup dan segala kekayaan yang ada di dalamnya.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menjelaskan bahwasannya manusia telah diberikan anugerah berupa bumi dan langit untuk keberlangsungan hidupnya, di mana anugerah ini tidak serta merta diberikan kepada seluruh mahluk, melainkan diberikan kepada manusia sebagai mahluk yang sempurna.

Adapun sebagai pengelola alam ini, oleh Tuhan manusia diberikan dua tugas utama yang sejatinya mudah dilakukan namun banyak di antara manusia yang lalai dan abai dengan tugasnya. Di antara tugas manusia d ialam ini adalah senantiasa menyembah Sang Pemberi Kehidupan (hamba), dan sekaligus sebagai khalifatu fil ardh yang berkewajiban untuk menjaga kelestarian alam dan isinya. Lingkungan hidup sebagaimana kita ketahui, memiliki berbagai keanekaragaman unsur yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup di bumi, mulai dari unsur biotik hingga abiotik.

Baca Juga  Pernikahan Bukanlah Pencapaian dan Pasangan Bukanlah Objek untuk Dimenangkan

Bahkan sering kita dengar ungkapan “Apa yang tidak diminta oleh manusiapun telah Tuhan sediakan”, dan tidak bisa dipungkiri bahwa ungkapan diatas merupakan realita kehidupan, sebagai contoh adalah oksigen yang selama ini kita hirup, tanpa kita meminta, Tuhan telah memberikan oksigen yang melimpah. Karunia Tuhan berupa lingkungan hidup dan isinya diberikan kepada manusia, tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai wujud cintaNya kepada kita.  

Dosa Manusia

Masih ingat dengan kisah Nobita dan Kibo dalam episode “Nobita dan Legenda Raksasa Hijau” ? Dalam episode tersebut dijelaskan bahwa alien yang didominasi tumbuhan memiliki keyakinan bahwa manusialah yang menyebabkan kerusakan lingkungan di alam semesta. Maka seketika alien-alien tersebut mendarat di bumi, misi utama mereka adalah memusnahkan manusia dan kemudian melakukan reboisasi.

Dari cerita serial kartun Doraemon dan Nobita di atas, sebenarnya sangat sesuai dengan realita kehidupan umat manusia hari ini. Di mana manusia telah melalaikan dua tugas utamanya di bumi dengan melakukan perusakan terhadap lingkungan, baik skala mikro maupun makro. Manusia hari ini selalu menggembor-nggemborkan revolusi industri, yang kemudian diartikan kedalam pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan keberlangsungan ekosistem.

Berapa banyak daerah di Indonesia misalnya, yang dilakukan percepatan pembangunan tanpa mengindahkan pelestarian lingkungan hidup, dan kemudian Tuhan murka dan memberikan peringatan bagi kita. Sebagai contoh dataran tinggi Dieng, yang notabenenya berada pada ketinggian yang lebih daripada daerah-daerah yang ada disektarnya. Dieng sebagaimana kita ketahui hari ini menjadi salah satu lokasi industri dan pariwisata yang besar.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dibangun dalam beberapa dekade terakhir, lahan-lahan hijau disulap menjadi tempat-tempat wisata, serta pembukaan hutan sebagai ladang-ladang pertanian. Alhasil beberapa waktu yang lalu, kita dihebohkan dengan banjir bandang, tanah longsor dan gempa bumi yang terjadi di Dieng dan beberapa daerah di sekitarnya.

Baca Juga  Eco-Family sebagai Upaya Mengatasi Permasalahan Sampah di Indonesia
Menjadi Manusia Unggul

Nietzsche dalam karyanya yang berjudul Zarathustra menjelaskan konsep manusia unggul (ubermensch) dengan sangat baik sesuai dengan realita zaman. Ubermensch dalam konteks lingkungan hidup, kami artikan sebagai manusia terbaik (khoirunnas). Tidak hanya baik dalam kehidupan sesama manusia ataupun kepada TuhanNya, namun lebih dari itu baik disini kami artikan dengan baik kepada seluruh mahluk ciptaanNya, termasuk lingkungan hidup.

Ubermensch sebagaimana disampaikan oleh Nietzsche diibaratkan layaknya samudra yang tidak akan mengalami perubahan meskipun harus menampung air yang keruh. Maka, ketika manusia ingin menjadi ubermensch, ia harus memiliki prinsip dan tidak terpengaruh dengan orang lain. Dalam ruang lingkup lingkungan hidup, manusia unggul harus mampu melaksanakan tugas yang diberikan Tuhan kepadanya, termasuk dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Tidak tergiur dengan iming-iming harta yang melimpah dan menggadaikan tugas utamanya kepada sebagian manusia-manusia yang ingin mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan.

“Aku ajari kalian Manusia-Unggul. Manusia adalah suatu mahluk yang harus dikuasai. Apakah yang sudah kamu perbuat untuk menguasainya ? Lihatlah, aku ajarkan kepada kalian Manusia-Unggul. Manusia unggul adalah makna bumi. Biarlah kehendakmu berkata: Manusia-Unggul hendaklah menjadi makna bumi !” (Nietzsche, 1977:43).

Dalam penggalan sabda Zarathustra ini, disebutkan bahwa manusa unggul harus menjadi makna bumi. Lantas, apakah hari ini kita sudah menjadi makna bumi ? Perilaku kita terhadap lingkungan hari ini, mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Referensi
  • Freiedrich Nietzsche (Seruan Zarathustra). Diakses pada tanggal 10 Juli 2020)
  • MediaIndonesia.com (6 Juni 2018). Besarnya Karunia Allah. Diakses pada tanggal 11 Juli 2020 dari mediaindonesia.com/read/detail/164745-besarnya-karunia-allah.
Bagikan
Comments
  • Ara

    Wahh Nietzsche ini sepertinya menginspirasi banyak orang. Bahas juga dong pemikiran Nietzsche yg ‘Kehendak Berkuasa’ Will to Power. Apa itu ada kaitannya dengan provokasi politik, atau hmmm barangkali penulis bisa menemukan sesuatu yang tidak terduga. Hihi salam.

    Agustus 26, 2020
Post a Comment