f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
introvert

Menghentikan Prasangka pada Para Introvert

Sejak waktu itu, saat masih mengenakan seragam putih biru, aku lebih menikmati waktu dalam kesendirian. Berdiam diri di dalam kamar, menonton film yang kusuka, membaca buku, dan mendengarkan musik.

Ajakan teman-teman yang pada masa itu mulai senang berkumpul khususnya dengan lawan jenis selalu ku tolak. Aku sangat tidak tertarik pada keramaian, bahkan saat terjebak dalam suasana penuh kebisingan aku akan selalu mencari tempat penuh keheningan. Sesekali kucoba lempar bahan pembicaraan pada orang yang menghampiriku, namun seringkali tidak menemukan kecocokan.

Hanya keheninganlah yang cocok denganku, ia bak sahabat yang memberikan banyak inspirasi. Hubungan dengan si hening ini terus terbangun seperti sebuah komitmen yang secara konsisten kujalani, baik saat di lingkungan sekolah menengah atas, perguruan tinggi hingga pekerjaan.

Sering mengisolasi diri, membuatku gugup sendiri. Aku lebih pandai memperhatikan, mendengar dan berdiskusi dengan sedikit orang, itu pun mengenai hal-hal yang kusuka. Misalnya, film.

Tidak ada sedikitpun kekhawatiran, kupikir memang Tuhan menciptakan perbedaan dan aku salah satu bagiannya. Sampai pada suatu waktu aku mendengar kabar bahwa aku mendapatkan labeling sebagai anak yang sombong. Aku pun bingung bagaimana harus menanggapinya, tidak mungkin aku datangi satu per satu dan kuklarifikasi bahwa aku hanyalah seorang introvert.

Langkah yang sangat kampungan, pikirku. Munafik jika aku tidak merasa sedih, apalagi dengan cara mereka yang seringkali menatapku dengan sedikit risih.

*

Sudah pernah memilih cuek, nyatanya pandangan orang-orang itu terus mengganggu setiap langkah dari proses hidupku. Di lingkungan pekerjaan, misalnya, aku mendapat anggapan staf yang “so exclusive” dan tidak mudah bekerjasama dengan yang lain.

Aku juga dianggap yang paling tidak mampu apa-apa. Sudah 3x aku dipindah bagian, berkali-kali dipanggil pimpinan. Lama-lama itu menguras energiku, mengurungku dengan rasa bersalah. Saat perasaan itu menggerogoti, mereka semakin menjadi-jadi. Depresi dan gangguan mental pun disoroti.

Baca Juga  Ketika Layangan Putus, Beli Baru Atau Perbaiki Layangan Lama?

Beruntung aku memiliki seorang teman yang setia menjadi penampunganku. Hanya dia, satu-satunya di Kantorku yang tau kekonyolan, keusilan, hingga betapa bawelnya aku menanggapi segala hal. Termasuk tanggapanku atas segala tuduhan orang-orang. Jawabannya selalu sama, “Aku melihatmu biasa saja, biar mereka mau berbicara apa. Barangkali kau hanya harus sedikit membuka diri, bergabung dengan yang lain”. Sesekali ia juga menarikku pada sekumpulan orang yang sedang asik membahas tingkah pimpinan, rekan kerja lain atau gossip terhangat. Namun lagi-lagi, aku hanya mematung di sampingnya.

Mendorong seorang introvert untuk pandai bergaul sama dengan memberi makan bangau seekor belut. Sekilas terlihat baik, tapi tahukah bahwa belut bisa mengganggu bahkan merusak pencernaan sang bangau. Sekilas orang introvert terlihat biasa saja diam di tengah keramaian, tapi tahukah bahwa saat itu energinya habis terkuras.

Si introvert sebenarnya tidak membenci orang-orang. Terkadang mereka hanya tidak ingin terjebak dalam situasi yang bisa menyakiti orang lain. Mereka tidak ingin terjebak dengan cara bergaul yang seringkali berkumpul membicarakan orang lain, dan ketika berpencar justru membicarakan satu sama lain.

Mereka lebih sering diam juga bukan berarti tanpa pemahaman. Bisa jadi sebaliknya. Seperti pepatah “When you talk, you are only repeating what you already know. But if you listen, you may learn something new”.

*

Aku pernah menyentuh titik ketakutan akan masa depan, yang kemudian mendorongku mencari tahu dunia ini yang kejam atau kepribadianku yang memang kelam? Kutemukan banyak orang mirip-mirip denganku, yang dicap dunia “harus disembuhkan”.

Sebut saja, Mark Elliot Zuckerberg. Billionaire kelas dunia itu rupanya juga seorang introvert. Hidupnya baik-baik saja, bahkan lebih baik dengan tetap menjadi dirinya. Seorang introvert bisa sukses dalam diam dan dalam kesendirian.

Baca Juga  Ekstrovert Juga Bisa Depresi

Ada pula fakta sebaliknya yang membuatku lebih mawas diri. Tidak sedikit introvert yang berujung menyakiti orang lain atau dirinya sendiri.

Ingat kasus penembakan di Virginia Tech yang menewaskan 32 mahasiswa? Kasus ini sempat menggemparkan dunia. Dilakukan oleh mahasiswa introvert berumur 23 tahun yang sering dibully lalu kemudian bunuh diri. Kasus ini dikenal sebagai Pembantaian Virginia Tech.

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, bunuh diri menjadi faktor kematian urutan kedua di dunia, setelah kecelakaan. Mendekati 800.000 orang per-tahun, atau hampir 1 kasus setiap 40 detik.

Di Indonesia, sebut saja pada tahun 2018, tercatat 265 juta orang meninggal dunia akibat bunuh diri. Keinginan mengakhiri hidup ini kebanyakan menyasar anak muda rentan usia 15 sampai 29 tahun, berdasarkan survei pada 10.837 responden yang terbagi menjadi 4,3 persen laki-laki dan 5,9 persen perempuan berkepribadian introvert.

Ini merupakan peringatan bagi dunia. Bahwa kita tidak cukup hanya mengenal perbedaan tapi kita harus mengerti dan menerima realitas perbedaan dengan sepenuh hati.

Bagikan
Post a Comment