Site icon Inspirasi Muslimah

Mendorong Kebijakan Humanis Pendidikan di Masa Pandemi

KIP

Tahun ajaran pendidikan di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) segera dimulai. Bulan Juli, seperti tahun sebelumnya, merupakan momentum pergantian tahun ajaran anak didik baru yang disertai dengan permulaan kembali belajar dan adaptasi dengan lingkungan sekolah baru.

Sebagai periode awal pembelajaran yang menentukan bagi arah pendidikan dan kualitas anak didik ke depan, pembelajaran di masa pandemi ini menjadi tantangan sekaligus evaluasi model pembekalan kepada siswa secara keseluruhan.

Kebijakan bersama Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes dan Kemendagri yang dirilis pada pertengahan bulan Juni (15/6/2020). Yakni Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran TA Baru di Masa Pandemi Covid 19, berprinsip pada kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat, yang merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran.

Dalam kebijakan ini, terdeskripsi dengan jelas bahwa pemerintah berhati-hati untuk mendukung pembukaan sekolah secara tatap muka. Meskipun, kebijakan belum sepenuhnya memberikan solusi terkait permasalahan rumitnya skema pembelajaran dengan pola remote yang terkesan berjarak dan mereduksi kemampuan masyarakat untuk mengakses dengan baik.

Dalam aspek pembelajaran, metode tatap muka merupakan metode komprehensif yang mampu menghasilkan pengalaman. Interaksi langsung antara guru dan murid, atau murid dan murid akan memberikan kelekatan bagi aspek emosional.

Dengan demikian, perlu desain yang efektif bagi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang mampu melibatkan stakeholders dan sekolah menjadi pihak yang sama-sama berkolaboratif.  Desain ini juga penting untuk menjawab keinginan wali murid yang tetap ingin memaksakan siswa bersekolah secara “kembali ke sekolah”.

Sejauh ini, sekolah-sekolah di 429 kabupaten/kota masih memilih PJJ sebagai metode yang aman dan efektif (rilis data.Covid-19.go.id) per-15 Juni 2020. Namun hal ini tidak diikuti dengan implementasi kualitas pembelajaran daring day to day yang dapat memfasilitasi sebagaimana masa normal. Ibaratnya belajar dihadapan layar gadjet baik computer/handphone/tablet merupakan bingkai semu yang dinikmati banyak anak didik.

Penetapan Zona Yang Riskan Berubah

Pemerintah dalam masa pasca PSBB yang kemudian dilanjutkan dengan masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), memberlakukan wilayah zonasi kasus penderita Covid-19 sebagai upaya untuk menekan laju persebaran pandemi tersebut.

Dewi Nur Aisyah, anggota Tim Pakar Gugus Tugas Covid-19 (Tempo, 9/6/20), mengatakan bahwa penentuan zona warna berdasarkan pada pengumpulan data saintifik dan kajian serta analisis dari tim pakar. Dengan demikian terdapat daerah yang sebelumnya mungkin tidak terdampak, namun dapat berubah menjadi daerah dengan risiko rendah. Begitu juga dengan risiko rendah yang dapat berpindah ke zona risiko sedang.

Hal ini, tentu saja menjadi pertimbangan kepala daerah beserta dinas pendidikan di setiap provinsi agar cermat dan hati-hati untuk memutuskan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka meski di zona hijau sekalipun. Penetapan zona (warna) keamanan yang terbebas dari Covid-19 menjadi hal yang cukup rumit untuk dipertahankan eksistensinya.

Jikalau sekolah akan membuka sekolah, harus dipastikan pengaturan jarak 1-2 meter dalam pengaturan bangku sekolah baik dari siswa PAUD-SMA. Lebih baik melakukan physical distancing sebagai upaya pencegahan maksimal. Sekolah juga sebaiknya menyediakan APD seperti face shield atau papan plastik yang diletakkan di setiap bangku siswa. Meskipun itu juga tidak menjamin siswa tidak melakukan kegiatan komunal.

Mengingat implementasi protokol kesehatan belum semuanya ketat dilakukan oleh individu. Termasuk kesiapan infrastruktur dan sarana fisik pendidikan di negeri ini juga masih jauh dari kondisi ideal. Baik secara kapasitas ruangan dan fasilitas bermain anak yang mendukung protokol kesehatan. Pembelajaran Jarak Jauh masih merupakan opsi terbaik dalam masa pandemi.

Kebijakan Humanis Sebagai Bekal Masa Depan

Guna mempersiapkan anak didik di masa pandemi ini, perlu pendekatan pedagogis baru yang memanfaatkan teknologi digital. Yakni penyusunan kurikulum darurat yang kontekstual dan mempertimbangkan karakteristik sosial siswa (sugihartati, 2020).

Persiapan juga dilakukan guna mempersiapkan kualitas penilaian akademik siswa. Salah satunya, menghindari problematika score zonasi dalam penerimaan calon peserta didik baru (CPDB) di masa selanjutnya. Data per Januari 2020 di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat sekitar 175,4 juta orang yang menggunakan internet dan 160 juta diantaranya aktif di media sosial. Itu memperlihatkan bahwa sebetulnya ketergantungan terhadap platform gawai sangat tinggi (Wahid, 2020).

Patut disayangkan apabila hal ini tidak disertai dengan literasi digital yang mampu mendatangkan perubahan. Terutama, untuk inovasi pembelajaran daring. Sumber daya manusia, teknologi, dan teknik produksi konten memegang peranan kunci dalam penyediaan konten pendidikan berkualitas yang mampu menghadirkan terobosan bagi anak didik. Termasuk menghadirkan konten humanis yang mendekatkan pada pembelajaran.

Metode ini harus mendekatkan pada pola pikir growth mindset, dan siswa tidak merasa tertindas atau terpaksa dalam mengikuti pembelajaran. Output metode ini akan tumbuh generasi yang pandai dalam menganalisis lingkungan dan diri sendiri. Sehingga siswa akan mengalami aktualisasi diri secara optimal.

Mengingat keberakhiran pandemi ini belum diketahui. Maka, akan sangat baik apabila desain pola pembelajaran berikut pola penilaian mengedepankan aspek pendidikan karakter. Pendidikan yang dimaksud tentu bukan semata-mata pendidikan virtual yang terkesan konvensional dan tidak menyentuh aspek kognitif siswa. Atau, sekedar untuk pemenuhan aspek kewajiban dalam tugas.

Kegiatan perlombaan untuk berkreasi memanfaatkan lingkungan sekitar seperti belajar bercocok tanam dengan mengenal ragam tanaman, menciptakan sebuah wahana permainan dari kertas atau sampah daur ulang, dan belajar ala detektif dengan menganalisis 5W+1H sesuai teknik reportase pemberitaan.

Hal ini akan berdampak baik bagi sebuah aktivitas baru yang berdaya mumpuni. Sehingga spirit merdeka belajar dalam reformasi pendidikan masa kini tidak menjadikan lost generation. Tetapi mampu terwujud dengan etos elaboratif dan revolusioner yang terencana dengan baik.

Bagikan
Exit mobile version