f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kekerasan seksual remaja

Memutus Kekerasan Seksual pada Remaja


Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat laporan kasus kekerasan seksual anak telah mencapai 7.000 kasus pada akhir tahun 2021. Jumlah ini meningkat daripada tahun 2019 yang terdapat 6.454 kasus dan 6.980 kasus pada tahun 2020.

Jumlah tersebut belum termasuk kasus-kasus yang tidak terdeteksi maupun terlaporkan. Suatu kasus yang menjadi keprihatinan setiap manusia yang memiliki hati nurani. Tentunya banyak cara untuk memutus kekerasan pada anak maupun remaja. Salah satunya adalah dengan membuat jera pelaku (apapun caranya) dan pendampingan anak yang menjadi korban kekerasan.

Namun mengingat manusia hidup secara heterogen, sehingga sukar dalam mengatur pikiran dan nafsu antara manusia satu dengan yang lainnya, erutama pemerintah sekalipun yang memiliki knowledge power dalam mengatur warga masyarakatnya.

Di samping itu, hubungan antar masyarakat desa dan kota dalam gempuran arus globalisasi seakan tidak memiliki sekat. Akibatnya, dalam pergaulan antara lawan jenis remaja masa kini, tidak jauh berbeda sekalipun dipisahkan oleh ramainya kota dan sepinya desa.

Produk film-film dewasa meskipun secara general tidak melakukan suatu hubungan intim, akan tetapi adegan-adegan rayuan antar lawan jenis dan paling tidak ciuman di layar telivisi maupun di kanal youtube yang tidak menyensornya sudah cukup menjadikan anak remaja yang baru aqil baligh senang berfantasi.

Dengan demikian, apabila sering melihat tontonan-tontonan adegan dewasa, siapapun yang menontonya akan membuatnya berfantasi. Selain itu, juga akan memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang ada pada tontonan tersebut.

Hipokrit Aktivis yang tidak Pro Terhadap Adanya Kekerasan Seksual

Dari pemberitaan yang ada di media sosial, telivisi, koran maupun web tidak jarang penegak hukum seperti oknum polisi, aktivis mahasiswa, bahkan seseorang yang memberikan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual justru menjadi seorang predator baru dalam melakukan kekerasan.

Baca Juga  Tindak Pidana Pelaku Pemerkosaan Wanita

Bak pepatah mengatakan “pagar memakan tanaman”, alih-alih dapat menjadi harapan sebagai pelindung korban justru malah mencelakakan. Barangkali menurut pengamatan penulis, mereka yang melakukan hal tersebut melihat korban kekerasan sebagai makhluk rendahan yang tidak berharga. Hal ini seharusnya tidak terjadi mengingat mereka adalah orang yang berpendidikan sekaligus menjadi aktivis pembela korban kekerasan seksual.

Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua tahu latar belakang dan keseharian mereka. Pengetahuan dalam membicarakan serta melihat tontonan dibalik kamar-kamar yang kedap suara.
Suatu ironi yang menyaat hati karena membuat korban semakin terguncang dan merasakan pelik yang cukup dalam. Upaya-upaya kita dalam menyadari akan kemalangan korban seharusnya berjalan linear. Memulai dengan usaha kita dalam menahan diri untuk mebicarakan hal-hal yang berbau 18+ serta menahan diri untuk menonton video dewasa.

Apabila aktivis pembela korban kekerasan seksual tetap melakukan hal ini, terkhusus mahasiswa yang berlum menikah, tidak menutup kemungkinan ia akan menjadi predator yang bersembunyi di belakang topeng hipokrit pembela kekerasan seksual.

Parahnya, pengalaman kasus seperti ini, bagaimana mereka yang lantang membela kekerasan seksual serta tajam dalam menuliskan narasinya melalui tulisan, justru menjadi predator kekerasan seksual. Meskipun tidak melakukan kekerasan secara fisik, paling tidak mereka melakukan kekerasan di dunia nyata terhadap junior atau teman organisasi meskipun dalam bentuk candaan verbal yang menjurus pada hal-hal intim.

Dalam kasus lain misalnya seorang laki-laki dengan tega melakukan kekerasan serupa terhadap pacar perempuannya. Meskipun awalnya melakukan atas dasar suka sama suka, akan tetapi perempuan cenderung mengalami kekerasan psikis setelahnya.

Remaja Perempuan Menjadi Korban Kekerasan Berkelanjutan

Meskipun dalam kenyataan yang terjadi di lapangan tidak sedikit pula anak-anak, remaja laki-laki, serta orang dewasa laki-laki menjadi korban kekerasan seksual. Namun penulis lebih memfokuskan keprihatinan ini terhadap perempuan. Karena memang dalam konstruk sosial kita memandang perempuan lebih rendah sehingga ketika mengalami kekerasan seksual, perempuan cenderung akan menanggung beban yang lebih berat daripada laki-laki. Maka daripada itu untuk memutus kekerasan seksual, terdapat beberapa hal yang dapat kita lakukan, di antaranya adalah dengan pendidikan.

Baca Juga  Perempuan Tak Melulu Jadi Korban Pelecehan Seksual

Pendidikan serta pendoktrinan terhadap anak kecil tentang tidak bolehnya orang lain memegang area intim bisa orangtua mulai sejak dini. Hal ini akan tertanam pada otak anak, maka pada saat anak menginjak remaja atau dewasa ia tidak akan melakukan colek mencolek terhadap lawan jenisnya.

Kedua adalah dengan cara mendidik diri sendiri untuk mengamalkan Qur’an surah an-Nur ayat 30-31. Seperti tidak menonton video dewasa atau membicarakan hal-hal yang menyangkut tentang hubungan suami-istri kecuali dengan suami atau istri sendiri.

Apabila menonton video dewasa bersama orang lain atau ketika tidak memiliki suami atau istri tentunya akan menghasilkan fantasi. Padahal jika tidak memiliki suami-istri, orang akan melampiaskan fantasi itu kepada orang lain.

Ketiga, tidak menganggap korban kekerasan seksual sebagai barang rendahan yang sudah tidak berharga. Meskipun konstruk sosial menganggap korban kekerasan seksual adalah manusia yang sudah tidak berharga. Keempat, tugas dari pemerintah yang memiliki legitimasi dalam mengatur suatu hukum, terutama menekankan hukum yang mengatur terhadap pelaku kekerasan seksual dalam rangka membuat pelaku jera.

Jangan asal cerita ke orang lain

Kelima, dalam memutus kekerasan seksual adalah tugas dari diri sendiri. Apabila menjadi korban kekerasan seksual, jangan sesekali menceritakan kepada orang yang tidak memiliki hubungan keluarga. Karena apabila menceritkan kasus yang dialami kepada orang lain yang tidak dapat dipercaya, seringkali menimbulkan masalah baru. Misalnya menceritakan kasus tersebut kepada orang lain, menjadi bahan ghibahan serta menjadi konsumsi publik yang membuat psike korban semakin terguncang.

Keenam, jangan menceritakan kisah masa lalu kepada pacar sekalipun pacar memaksa. Poin penting dari tulisan ini adalah untuk memutus kekerasan seksual pada remaja. Karena memang masa remaja merupakan waktu yang cukup kritis dalam mencari jati diri serta penasaran terhadap sesuatu hal yang baru.

Baca Juga  Korban Tindakan Pelecehan Seksual dalam Tinjauan Maqashid Syari'ah

Tak jarang, korban kekerasan seksual juga dapat menjadi korban berkelanjutan yang dilakukan oleh pacarnya sendiri. Karena dengan menceritakan masa lalu yang kelam kepada pacar laki-lakinya, laki-laki yang berpikiran mesum akan memiliki niat serupa untuk melakukan perbuatan asusila.

Memang awalnya ia akan melakukan rayuan maut, misalnya “Ayok cerita aja nggk papa, aku akan menerimamu apa adanya dan menutupi aib mu”. Namun pada akhirnya ia akan penasaran “masa iya aku tidak mencobanya, padahal pacarnya yang dulu sudah mencobanya”.

Akhirnya ia akan melakukan ancaman-ancaman, mau tidak mau perempuan akan menjadi korban kekerasan seksual secara berkelanjutan. Pesan terakhir untuk perempuan, jangan pernah menceritakan masalah hidup atau kisah masa lalu yang kelam kepada pacar yang belum memiliki niat untuk melamar dalam waktu dekat. Sekalipun ia memaksamu untuk bercerita, karena itu akan menjadi bumerang untuk dirimu sendiri.

Editor: Afiruddin

Bagikan
Post a Comment