Site icon Inspirasi Muslimah

Membangun Visi Misi Keluarga di Tengah Pandemi (1)

suami istri

Berbicara masalah Covid-19 memang tiada habisnya, adanya wabah pandemi tersebut memberikan dampak perubahan yang luar biasa bagi tatanan kehidupan manusia. Sektor peribadatan (agama), ekonomi maupun sosial turut diterpa oleh wabah ini hingga mengharuskan melakukan berbagai perubahan dan penyesuaian. Salah satunya yakni konsep kebijakan Work From Home (WFH) yang muncul akibat adanya wabah ini dalam rangka meminimalisir penyebaran virus.

Kebijakan ini tentu tak luput dari adanya pro kontra. Namun salah satu hikmah yang dapat diambil dari kebijakan ini adalah orang tua yang sebelumnya jarang memiliki waktu bersama keluarga kini menjadi lebih banyak bersama keluarga. Hal ini tentu harus dimanfaatkan betul oleh orang tua dalam rangka membina keluarganya. Karena keluarga memiliki peranan penting dalam pembangunan sebuah peradaban.

Peradaban Berasal dari Sebuah Keluarga

Syeikh Sayyid Qutub dalam kitab tafsir fii dzilaalil qur’an dalam muqaddimahnya beliau menyampaikan bahwa unsur terpenting dalam suatu peradaban bukanlah materi, bukan pula bangunan iInsfrastruktur) akan tetapi unsur terpenting peradaban adalah manusia. Kemajuan teknologi Informasi dan kekayaan ekonomi pada suatu masa tak akan ada artinya bila tanpa adanya manusia. Sedangkan mencetak manusia yang profesional dan berkualitas tak lepas dari peran penting sebuah keluarga. Dalam hal ini adalah orang tua yang bertanggung jawab atas kelahiran manusia.

Ada sebuah cerita menarik yang dialami oleh seorang lelaki yang datang ke rumah pujaan hatinya hendak melamar. Ketika laki-laki itu sampai di rumah dan menyampaikan kepada calon mertuanya mengenai maksud kedatangannya kemudian bapak mertuanya berkata; “Nak, minggu depan kamu kembali lagi ke sini sambil membawa laptop dan kamu presentasikan bagaiamana kamu mendidik anak dan cucuku nanti.”.

Sikap yang dilakukan oleh orang tua tersebut terasa asing atau bahkan mungkin dianggap sebagai sebuah tindakan yang mempersulit. Akan tetapi bila kita telaah lebih dalam maka hal tersebut menjadi sangat penting untuk dilakukan bila ingin membangun sebuah keluarga. Karena dari keluargalah nantinya yang akan melahirkan generasi-generasi yang menjadi unsur utama dalam membangun sebuah peradaban yakni manusia. Konsep keluarga itulah yang nanti memperjelas jalannya roda keluarga, akan hendak dibawa ke mana kendaraan keluarga ini? Bila tak memiliki konsep keluarga yang jelas, maka besar kemungkinan kendaraan tersebut tidak akan bisa berjalan sampai tujuan yang diinginkan.

Bila melihat realita yang ada, jumlah kasus perceraian dalam keluarga semakin meningkat. Terdapat 604.997 kasus perceraian pada tahun 2019 dan Kota Surabaya menempati urutan pertama dengan 136.261 kasus per tahun 2019. Faktor pemicunya adalah ketidakmampuan pasangan dalam mengelola keluarga ketika terjadi perselisihan, pertengkaran dan masalah ekonomi.  (Badilag Mahkamah Agung Tahun 2019).

Membangun Keluarga Layaknya Memajukan Sebuah Perusahaan.

Sebuah perushaan yang maju, lembaga yang maju tidak dipimpin oleh orang yang biasa-biasa saja. perusahaan atau lembaga bila ingin maju maka harus dipimpin oleh orang-orang yang berkualitas, visioner dan profesional. Jika dalam sebuah perusahaan saja kalau ingin maju harus dipimpin oleh seorang profesional, visioner dan berkualitas. Maka sebuah konsep keluarga yang menghasilkan unsur utama pembangunan peradaban juga wajib untuk dipimpin oleh orang yang profesional dan berkualitas pula.

Namun sayangnya belum banyak orang tua yang belum menyadari akan pentingnya perannya dalam sebuah keluarga. Maraknya pelatihan, short course pra nikah, kajian parenting bisa dimaksimalkan oleh para orang tua untuk mengejar kesadaran tersebut. Karena orang tua adalah yang utama bertanggung jawab terhadap keluarganya.

Bila dalam sebuah perusahaan saja kita tidak bisa menerima sembarang orang untuk menjadi karyawan. Bahkan dalam perusahaan yang sudah berkembang dan maju biasanya akan melampirkan berbagai persyaratan untuk dapat menerima karyawan yang dibutuhkan seperti harus memiliki keahlian khusus, keilmuannya jelas dan memiliki pengalaman yang banyak dan lain sebagainya.  Maka dalam membangun sebuah peradaban yang dimulai dari keluarga juga tidak bisa dilakukan dengan sembarangan dan apa adanya. Menjadi suami dan istri berbekal apa adanya, menjadi anak berbekal apa adanya, menjadi seorang kakek/nenek yang memiliki cucu dengan bekal seadanya, maka hasilnya pun juga apa adanya. Dalam hal inilah konsep keluarga diperlukan.

Memilih Pemimpin yang Sayang Kepada Keluarga

Suatu ketika Umar ibn Khattab ra. pernah mengirim surat kepada masyarakat Bani Aslam yang diminta untuk datang ke Madinah karena dari kalangan mereka akan ada yang diangkat untuk menjadi pemimpin. Ketika orang dari Bani Aslam datang, ia melihat kholifah Umar sedang bermain dengan anak-anaknya kemudian ia bertanya pada Umar; “Wahai amirul mu’minin, anda bermain juga dengan anak-anak?”. Karena pertanyaan ini tidak lazim bagi Umar, kemudian Umar balik bertanya; “Engkau punya anak? Tak pernahkah engkau cium mereka?” kemudian jawab sahabat tersebut:  “iya saya punya anak, tapi aku jarang mencium mereka”.

Kemudian Umar berkata; ”Engkau silahkan pulang, aku tidak jadi mengangkatmu sebagai pemimpin, bila kepada anakmu yang belahan jiwamu saja engkau tidak punya rasa kasih sayang pada dia. Maka apa yang menjamin kamu punya kasih sayang pada rakyat yang akan kamu pimpin nanti?”.

Dalam kisah ini kholifah Umar bin Khattab ra. menjadikan keluarga sebagai tolak ukur dalam sebuah pekerjaan. Dan ini selaras dengan doa yang sering kita lantunkan dalam qur’an surat Al-Furqan ayat 74; “Ya Tuhan kami, Anugerahkanlah kepada kami istri-istri (pasangan) kami, anak-anak kami sebagai penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa”.

Bila kita melihat case flow dari doaa tersebut, maka untuk bisa terlahir pemimpin yang berkualitas dan profesional kita harus menjadi penyejuk hati terlebih dahulu dan untuk mewujudkan manusia yang menjadi penyejuk hati dimulai dari orang tua (peran keluarga).

Maka sangat masuk akal bila Umar menolak sahabat tersebut karena bila dengan keluarga yang terdapat hubungan darah, yang memiliki ikatan emosional yang erat dengan kita saja kita tidak peduli, tidak ada kasih sayang, tidak mampu memimpinnya lantas bagaimana dengan memimpin masyarakat yang tidak ada hubungan erat dengan kita?. Oleh karenanya agama Islam menempatkan keluarga sebagai peranan penting dalam memandang seorang pemimpin.

Bersambung …

Bagikan
Exit mobile version