f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
uang

Melawan FOPO Lewat Self-Awareness

Mungkin kebanyakan dari kita lebih mengenal FOMO atau Fear of Missing Out. Ngga heran sih, karena sekarang makin banyak platform media sosial yang bikin sesorang merasa harus selalu ikut serta di dalamnya. Tapi, kali ini saya ngga mau membahas tentang FOMO, tapi FOPO.

Apa itu FOPO?

Beberapa minggu yang lalu, saya menemukan artikel di Harvard Business Review milik seorang psikolog, Michael Gervais, tentang FOPO. FOPO adalah singkatan dari Fear of Other People’s Opinios, takut sama opini atau omongan orang lain tentang kita. Setiap orang pasti merasakan FOPO. FOPO-lah yang salah satunya menyebabkan kehadiran insecure dalam diri.

Kata insecure sedang menjamur di berbagai media sosial. Insecure telah merasuki jiwa manusia, khususnya anak muda, seolah-olah wabah. Saya juga heran, entah sejak kapan ‘wabah insecure’ ini menjamur di Indonesia. Namun menurut saya, insecure itu dibutuhkan. Insecure hadir bukan untuk mengurung diri, melainkan cambukan diri untuk lebih sayang pada diri sendiri dan bangkit kembali.

Ketakutan seseorang atas opini orang lain juga menimbulkan efek penimbunan potensi. Dalam artian, potensi yang seharusnya tergali dan muncul menjadi ciut dan enggan untuk ditunjukkan karena takut dengan omongan orang lain. Lebih-lebih di zaman sekarang di mana opini orang lain dapat dengan mudah terlontar lewat kolom komentar atau cuitan di twitter.

Misal; takut dikatain B aja atas karya yang ia buat, takut disangka aneh, takut dibilang ngga bagus, takut diomongin yang ngga-ngga, dan berbagai ketakutan lainnya.

Melawan FOPO

Nyatanya, FOPO bisa kita lawan. Tentu saja harus berdasarkan dorongan sendiri, karena akan sulit kalau tanpa kemauan pribadi. Sebab melawan FOPO mulai dengan self-awareness, yakni kesadaran diri dalam memahami sifat, perilaku, dan perasaan diri sendiri. Dengan self-awareness kita belajar untuk mengenal diri sendiri, agar lebih sayang pada diri sendiri tentunya.

Baca Juga  Sering Merasa Insecure? Begini Cara Bijak Menyikapinya

Hal pertama yang dapat dilakukan adalah bilang ke diri sendiri (boleh di depan cermin atau di dalam hati) setiap kali mengalami FOPO. Misal, “ngga papa, kamu udah berani mencoba, pelan-pelan aja, great things take time.” Setelah itu hembuskan napas dalam-dalam, lalu hembuskan perlahan. Hal ini akan memberikan sinyal kepada otak kalau kita sedang tidak dalam keadaan berbahaya.

Selanjutnya, kita bisa mencari filosofi diri kita dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut:

“Saat saya dalam kondisi terbaik, keyakinan apa yang pertama kali keluar di pikiran dan tindakan saya?”

“Siapa saja orang yang menunjukkan karakteristik dan kualitas yang sejalan dengan saya? Kualitas apa itu?”

“Apa kutipan atau quote favoritmu? Kata-kata yang kamu suka untuk kembali tersenyum?”

Circle yang Sehat

Lingkaran pertemanan yang sehat memang mahal sekali harganya. Kita ngga bisa menemukannya, kecuali kita yang membangunnya. Mau dicari ke mana pun, ngga akan nemu kalau pada kenyataannya kitalah yang menjadi si penyebar racun. Dari mana kita tau kalau lingkaran pertemanan yang kita bangun itu sehat?

Pertama, kita ngga suka ngomongin teman di belakang, kalau ada yang salah atau misunderstanding disampaikan langsung dengan cara yang baik. Kedua, selalu mendukung dan memberikan kritik membangun atas apa yang kita lakukan, selama itu bermanfaat. Ketiga, saling mendoakan dalam diam. Makanya ngga heran, kita pasti punya lingkar pertemanan yang jarang bertemu, tapi rasa dekat di hati.

Terlebih, terdapat sabda Rasulullah SAW, “Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” Di mana “yang engkau cintai” di sini ngga hanya mengarah kepada Nabi SAW dan orang tua, tetapi makna yang luas, termasuk kepada jalinan pertemanan.

Baca Juga  Belajar Dari Depresi (2): Sebuah Review Buku “Loving The Wounded Soul”

Lantas apa hubungannya dengan circle pertemanan dan FOPO?

Lingkar Petemanan dan FOPO

Beberapa pertanyaan di atas terkait mencari filosofi diri dapat dijawab, lalu dibagikan kepada orang-orang yang kita cintai. Akan lebih baik kalau sama-sama didiskusikan bersama teman-teman satu lingkaran kita. Karena di sana akan hadir opini baru untuk saling dukung dan bertumbuh.

Setelah kita mengembangkan filosofi pribadi, berkomitmenlah untuk hidup sesuai dengan prinsip yang kita miliki. Menjadi diri sendiri dan lakukan hal-hal yang akan menimbulkan opini orang lain. Ketika kita merasakan kekuatan FOPO menahan diri, akui aja, dan hubungkan kembali dengan prinsip kita dan keyakinan akan tujuan yang sedang kita genggam.

Yang terpenting, pertumbuhan dan pembelajaran terjadi saat kita berada pada batas kemampuan, bahkan terjadi di saat kita hendak menyerah. Seperti meniup balon yang hampir meledak, hidup sesuai dengan filosofi pribadi akan membutuhkan lebih banyak usaha dan kekuatan, tetapi, hasilnya, mengekspresikan diri secara otentik dan artistik. Serta, akan mendorong kita untuk hidup dan bekerja dengan lebih banyak tujuan dan makna.

Referensi:

https://hbr.org/2019/05/how-to-stop-worrying-about-what-other-people-think-of-you

https://www.republika.co.id/berita/pvhkwr458/rasulullah-engkau-akan-bersama-yang-kau-cintai
Bagikan
Post a Comment