f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
gibah candaan

Ketika Gibah Menjadi Bahan Candaan

Suatu waktu, saya melihat status yang melewati beranda aplikasi Facebook saya, kurang lebih seperti ini, “Lanjut ghibah yuk gaeesss”, kemudian saya menyusuri komentar-komentar seru pada status itu. Terlihat mereka begitu antusias ingin melakukan suatu aktifitas, yaitu menggibah. Saya yang penasaran, kemudian iseng mencoba bertanya lewat mesin pencari Google apakah ada postingan di platform media sosial yang lain terkait gibah. Tak dinyana, saya ketemu dong dengan postingan berupa cuitan di twitter atau meme lucu misalnya seperti,

Nahan kangen gampang, nahan laper masih bisa,
Nikmat baget sumpah gaboong.

Atau seperti ini,

Bibir kering pecah-pecah kirain sariawan,
ternyata belum nge-ghibah, otot-otot bibir jadi kaku.

Atau ada juga ungkapan seperti ini,

ghibah
/ghi-bah/
Kegiatan yang dilarang agama namun masih rutin dilakukan oleh anak muda maupun orang tua.  

***

Seketika, terkejutlah saya, kata gibah menjadi bahan candaan seperti ini. Teringat bapak dan ibu saya dulu mewanti-wanti agar saya menghindari betul masalah gibah ini; ditambah lagi ketika mereka mengumpamakan kita seperti memakan bangkai saudara kita sendiri (ketika melakukan gibah). Namun memang tidak bisa kita pungkiri, mengghibah seperti ini sangat sulit untuk kita hindari. Walau sudah niat dalam hati, akan menjauhi dari godaan berghibah. Tapi kalau sudah berkumpul dengan teman, rekan kerja, terutama bagi kaum hawa dan kemudian ada yang memulai dengan pertanyaan, “Tau nggak?” Bisa dipastikan iman terancam goyah. Jiwa kepo akan meronta-ronta, atau kalau kita punya informasi sesuai topik yang sedang menjadi pembahasan, maka jiwa ingin berbagi informasi ini begitu kuat. Terkadang seperti perang batin rasanya.

Namun, setelah  melihat isi postingan, cuitan, dan meme yang ada di media sosial, sepertinya makna gibah ini kehilangan kesan horornya; dalam artian kehilangan kesan bahwa gibah ini merupakan perbuatan yang harus kita hindari bahkan harus kita tinggalkan. Mengingat begitu beratnya konsekuensi dosa yang akan pelaku tanggung.

Baca Juga  Menghentikan Perjalanan

Dalam temuan saya pada mesin pencarian Google setidaknya ada 86 meme atau cuitan dengan tema serupa. Artinya membercandai aktifitas gibah ini sudah menjadi hal yang wajar dalam dunia maya.  Terkesan gibah ini suatu aktifitas  tanpa konsekuensi apa pun. Saya membayangkan ini seperti ketika jaman saya kecil saat bersekolah di sekolah dasar; selalu diceritakan tentang “Petrus” alias Penembak Misterius, di mana anak-anak akan diculik kemudian ditembak secara misterius dalam artian hilang begitu saja.

***

Cerita tentang penembak misterius yang akan menculik dan menghabiskan nyawa anak-anak  merupakan momok bagi anak-anak seusia kami yang saat itu bersekolah dengan jarak cukup jauh dan harus kami tempuh dengan berjalan kaki; ditambah dengan jarak antar rumah yang masih berjauhan. Mendengar kata “Petrus” otomatis jantung berdebar, kaki menjadi lemas serta muncul keringat dingin.  Rasanya saya dan teman–teman sepakat bahwa “Petrus” ini adalah sesuatu yang harus kami waspadai dan sangat kam takuti.  Untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi rasa takut kami, maka kami akan membicarakan tentang “Petrus” ini dengan berkelakar, bercanda.  Bahkan ada teman kami yang akan berpura-pura memegang senapan yang ia buat dari pelepah daun pisang dan berlagak sebagai “Petrus” dan memang usaha kami itu berhasil.

Lambat laun rasa takut akan “Petrus” ini terkikis. Seolah-olah kami akrab dengan sosok “Petrus” dan menganggap biasa saja. Kami tidak lagi berdebar-debar bahkan sampai mengeluarkan keringat dingin lagi ketika mendengar kata “Petrus”.  Ternyata dengan menjadikan cerita penembak misterius ini sebagai bahan candaan kami, perlahan-lahan rasa takut itu memudar dengan sendirinya.

***

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gibah ini mempunyai arti membicarakan keburukan (keaiban) orang lain. Sementara dalam agama  yang saya anut yaitu Islam, Allah Swt. menggambarkan perilaku orang yang suka gibah atau menggunjing dan membicarakan orang lain dalam Surat Al-Hujurat Ayat 12, yang artinya :

Baca Juga  Menerima Takdir-Nya

“Wahai orang-orang beriman jauhilah banyaknya prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, janganlah kalian mencari-cari kesalahan, jangan menggunjing sebagian terhadap sebagian, apakah engkau senang jika makan daging bangkai saudaranya? Maka kalian membencinya, dan takutlah kepada Allah sesungguhnya Allah menerima taubat dan Maha penyayang.”

Dalam suatu riwayat (hadis) dikatakan, Rasulullah bersabda, “Ghibah itu lebih berat dari zina”.  Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana bisa?” Rasulullah SAW menjelaskan, “Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahinya.” (HR At-Thabrani).

Masih banyak lagi ayat-ayat dalam Al-Quran dan matan hadis yang melarang perbuatan gibah. Melihat bagaimana konsekuensi yang akan pelaku terima dari (perbuatan) gibah ini, rasanya kita tidak seharusnya bermain-main dengan masalah gibah. Apalagi dengan menjadikan gibah sebagai bahan candaan yang akan  melazimkan gibah sebagai aktifitas biasa yang sewajarnya kita lakukan.

Dengan menjadikan gibah sebagai bahan bercandaan seperti ini, akan memberi sinyal bagi hati kita untuk mentoleransi perilaku gibah ini. Pelan tapi pasti, kita akan terbiasa meremehkan gibah dan konsekuensi dosa yang akan kita tanggung.  Lebih berbahaya lagi, godaan gibah ini tidak memandang usia; anak-anak,  remaja, orang dewasa bahkan orang tua yang sudah sepuh pun susah lolos dari perangkap gibah;  karena memang gibah ini sangat melenakan kalau kita tidak cepat menyadari dan menahan diri.

Bagikan
Comments
  • Lisa Damayanti

    Masyaa allah,, keren sekali tulisannya,,, menginspirasi banget

    September 22, 2022
Post a Comment