Site icon Inspirasi Muslimah

Kekuatan Pena Perempuan

kekuatan pena perempuan

“Adek ingin belajar menulis seperti Mama”. Si bungsu saya pernah mengatakan hal tersebut saat saya sedang menulis konsep muhadarah untuk dia praktikkan di Bale Seumeubetnya. Latihan pidato yang disyaratkan oleh ustaz merupakan program latihan keberanian berbicara di depan orang. Bahan pidatonya ditulis terlebih dahulu di selembar kertas sehingga memudahkan anak-anak menghafal sebelum mereka tampil. Kesempatan menulis dan mencari bahan tersebut membuat si bungsu tertarik karena harus menulis dengan runut dan teratur. Bahkan komentar berikutnya adalah pertanyaan penting yang bisa muncul dari mana saja yaitu alasan kita harus bisa menulis. Dan dibutuhkan perenungan sebelum menjawab pertanyaannya.

Perempuan, makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai banyak kekuatan tersembunyi. Bahkan tidak akan muncul kekuatan tersebut kecuali saat-saat perempuan  mengalami gejolak, tantangan bahkan benturan dalam setiap emosi mereka. Selain itu, kemampuan perempuan untuk  mengeluarkan kata-kata setiap hari sebanyak 20.000 kata merupakan kunci agar perempuan tetap berada dalam kondisi sehat. Kata yang terucap bisa melalui lisan ataupun tulisan. Bahkan pena yang digunakan untuk menulis oleh perempuan biasanya lebih peka dibandingkan lidah tak bertulang. Karena perempuan akan menggunakan seluruh indranya dalam melakukan setiap aktivitas termasuk menulis.

Seiring perkembangan zaman digital seperti sekarang, kesempatan untuk perempuan menggoreskan pena semakin terbuka lebar. Walaupun pena yang dimaksud adalah menggunakan teknologi tanpa harus menggunakan tinta. Kesempatan menggunakan pena oleh perempuan juga semakin menunjukkan kekuatannya dan akan berakibat terhadap perubahan-perubahan peradaban manusia di muka bumi.

Ada beberapa alasan perempuan mempunyai kekuatan besar yang dapat ditunjukkannya melalui tulisan. Pertama, untuk mengimbangi diskriminasi gender yang diperlakukan oleh laki-laki. Dalam hal ini. perempuan dapat menunjukkan kemampuan bahkan keahliannya dapat disetarakan dengan kemampuan laki-laki. Contohnya, seperti kemampuan dalam melakukan negosiasi. Negosiasi ini tentu saja berlaku dalam ranah domestik atau ranah publik. Melalui tulisan-tulisan, banyak perempuan yang berperan sebagai negosiator. Setidaknya kita dapat melihat bahwa kemampuan bernegosiasi juga dapat dilakukan oleh perempuan selain oleh laki-laki.

Selain itu, melalui menulis, perempuan juga mempunyai nilai tawar dalam menentukan perannya terutama dalam kaitannya dengan hidup bermasyarakat. Dengan sistem patriarki yang diterapkan di sebagian besar kelompok manusia, bahwa kemampuan perempuan tidak bisa dianggap enteng. Perempuan juga mempunyai kewajiban dan hak di luar kodratnya sebagai perempuan. Bahkan di dalam Islam perempuan adalah makhluk yang diistimewakan.

Salah satu penulis novel yang dipunyai oleh Indonesia adalah NH. Dini, penulis novel yang lebih dikenal dan membuat karirnya melejit yaitu Pada Sebuah Kapal yang terbit tahun 1972. Dini adalah penulis yang kental dengan feminism atau mayoritas tulisannya selalu mengaitkan kesetaraan gender pada perempuan. Di Indonesia, kita juga mempunyai penulis-penulis yang mempunyai gebrakan pada level dunia seperti RA. Kartini. Tulisan dalam surat-suratnya membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan kesempatan kepada perempuan Indonesia untuk belajar banyak hal.

Kedua, untuk mentransfer pengetahuan. Melalui tulisan, perempuan bisa melakukan transfer ilmu kepada orang lain. Transfer ini bahkan dimulai sejak dari rumah. Begitu banyak ilmu-ilmu baru seperti ilmu parenting di mana penulisnya adalah perempuan dan kita sadari sedikit banyak akan mempengaruhi dan dapat meningkatkan perempuan lainnya untuk belajar dalam proses pengasuhan di dalam keluarga.

Ibu, atau perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Demikianlah pepatah Arab katakan.  Ibu yang terbiasa melakukan pekerjaan  menulis akan menjadikan anak-anaknya membaca lebih banyak. Masih ingat kah dengan buku pelajaran sekolah dasar Ini Budi? Pengarangnya adalah seorang perempuan bernama Siti Rahmani Rauf, yang sekarang telah berusia 97 tahun. Dan generasi yang bersekolahnya pada Tahun 80 sampai dengan 90an berhutang banyak terhadap penulis buku ini. Karena sistem yang digunakan dalam karya tulis beliau lah kita mampu untuk belajar membaca dan menulis sampai dengan sekarang.

Dalam sejarah Islam, salah satunya Al-Shifa binti Abdullah, perempuan pertama yang memiliki kemampuan menulis di Makkah pada zaman Nabi Muhammad Saw. Itu sebabnya, perannya pada awal sejarah Islam di Makkah sangat besar dalam mengajarkan membaca dan menulis kepada kaum Muslimin, termasuk kepada Hafsah binti Umar. Kemampuan yang dimiliki Shifa tidak hanya menulis saja tetapi juga kemampuan lain.

Ketiga, mencatat sejarah. Di sini juga munculnya penulis-penulis perempuan yang menceritakan sejarah dan kebudayaan. Sebut saja JK Rowling. Penulis buku best seller Harry Potter merupakan perempuan single parent. Walaupun tulisannya bersifat fiksi, tetapi banyak informasi yang tercantum tentang adat kebiasaan dan kondisi daerah tempat tinggal Harry Potter pada masa itu. Sehingga pembacanya dapat membayangkan tentang kondisi kemasyarakatan setempat pada masa tersebut. Tentu saja ini akan menjadi nilai sejarah pada masa depan.

Contoh lainnya juga ditunjukkan pada catatan perjalanan yang dibukukan oleh seorang dosen salah satu kampus swasta di Semarang,  kebetulan teman saya, buku dengan judul  “Dari Timur ke Barat, Catatan Perjalanan Seorang yang Mengaku Humanitarian Worker”. Beliau menceritakan pengalamannya selama bekerja sebagai Pekerja Kemanusiaan di International Non Goverment Organization (INGO) sejak di Buton sampai ke Aceh. Wilayah kerja yang terpencil atau konflik merupakan sasaran beliau tinggal dan bergaul dengan segala suku bangsa. Dalam buku tersebut juga disebutkan tentang kondisi alam dari daerah setempat dan kebudayaan yang ada di wilayah tersebut.

Membaca buku jenis catatan perjalanan seperti ini tentu saja lebih ringan dibandingkan dengan membaca buku sejarah yang memakai bahasa baku dan sulit untuk ditafsirkan. Mengenal nama-nama daerah di Indonesia tentu saja membutuhkan minat baca yang tinggi dikarenakan wilayah yang luas dan beragamnya sejarah yang dimiliki.

Di sinilah letaknya kemampuan serta  keluwesan penulis perempuan dalam merangkai kata sehingga dapat mempengaruhi pembacanya untuk melakukan action berkaitan dengan tema bacaannya tersebut. Kekuatan pena perempuan tidak diragukan lagi mempunyai faktor dukung yang sangat besar. Paling tidak hal ini dapat mengingatkan diri sendiri untuk berhati-hati menulis. Karena saat perempuan telah mulai menarik goresan penanya, maka akan terkekal dianya dalam keabadian.

Bagikan
Exit mobile version