Site icon Inspirasi Muslimah

Jalin Komunikasi dan Pahami Kodrat dalam Rumah Tangga

rumah tangga

Selain sebagai seorang hamba (makhluk Tuhan), manusia juga berstatus sebagai makhluk sosial. Interaksi antara seorang hamba kepada Tuhan jauh lebih mudah dibandingkan interaksi antara sesama manusia.

Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Mengerti segala sesuatu, sehingga tidak akan terjadi kesalahpahaman. Yang ada hanyalah manusia yang berprasangka buruk kepada Tuhannya. Namun demikian, Tuhan Maha Pengampun, sehingga apa pun kesalahan manusia akan diampuni, kecuali dosa syirik (QS. al-Nisa[4]: 116).

Berbeda dengan interaksi antara manusia dengan manusia lainnya. Interaksi jenis ini sangatlah rumit. Masalah sepele bisa menjadi sangat besar sehingga dapat memutus hubungan baik. Penyakit hati menjadi salah satu faktor utamanya. Iri hati karena melihat tetangga punya motor baru, misalnya, dapat menjadi pemicu gibah hingga fitnah.

Hubungan buruk sering kali tidak hanya dialami oleh mereka yang belum mengenal satu dengan yang lainnya. Bahkan, antara suami-istri sering terjadi cekcok tak berkesudahan. Salah satu faktornya tentu saja karena interaksi yang buruk. Karenanya, sangat penting bagi pasangan untuk membangun komunikasi yang baik.

Terkait membangun interaksi dalam perkawinan, Quraish Shihab dalam bukunya Pengantin Al-Quran memberikan sedikit saran dalam memilih pasangan. Beliau mengutip salah satu nasihat temannya:

“Jangan tanya akal anda tentang wanita (atau pria) yang hendak anda jadikan pendamping (pasangan hidup). Pastilah akal akan menunjukkan kekurangannya, dan ketika itu pasti anda akan mengurungkan rencana. Tetapi tanyailah hati. Jika ia menjawab positif, walau tak bulat, maka tugaskan akal mencari pembenarannya.”

Terhadap nasihat di atas, Shihab juga menyertakan sebuah hadis Nabi yang berbunyi:

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

Hati manusia masing-masing saling memiliki kesatuannya; yang saling mengenal akan menyatu dan yang berseteru akan berpisah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk dapat membangun suatu interaksi yang baik, suami-istri harus dapat membedakan mana yang kodrati dan mana yang bukan.

Mengenal Kodrat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kodrat dimaknai sebagai “kekuasaan (Tuhan); hukum (alam); sifat asli/sifat bawaan.” Menurut Bustanuddin, sebagaimana dikutip oleh Zaitunah Burhan dalam Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos?, kodrat dapat dimaknai juga sebagai fitrah, yaitu bawaan sejak lahir (Subhan 2004, 9).

Kodrat Laki-laki dan Perempuan

Bagi Subhan, ada dua sifat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yaitu perbedaan mutlak dan perbedaan relatif. Perbedaan mutlak adalah perbedaan yang kekal, tidak berubah. Perbedaan ini bersifat biologis.

Secara biologis, perempuan memiliki rahim, payudara, sel telur, dan vagina sehingga membuatnya memiliki kemampuan untuk hamil, menyusui, dan haid. Sedangkan laki-laki memiliki organ yg berbeda (Subhan 2004, 10). 

Menurut pakar, sebagaimana dikutip Shibab (2015, 13), fisik lelaki diciptakan berbeda dengan fisik perempuan. Fisik lelaki cenderung lebih kuat dibandingkan perempuan. Suara dan telapak tangan lelaki umumnya lebih kasar dibandingkan perempuan. Oleh beberapa orang perempuan disebut sebagai bayi besar karena fisik dan suaranya yang halus bak bayi.

Selain itu, psikis laki-laki dan perempuan pun tentunya berbeda. Sebagaimana yang dikutip oleh Shihab dari Murtadha Muthahhari bahwa laki-laki cenderung menyukai olah raga, berburu, perkelahian, dan hal ekstrem lainnya. Berbeda dengan perempuan yang cenderung menghindari pekerjaan fisik yang memberatkan.

Karena perbedaan fisik dan psikis ini, maka Shihab dalam tafsirnya al-Misbah menerangkan bahwa lelaki sebagai pemimpin keluarga adalah hal yang wajar. Kalimat bimā anfaqū min amwālihim (dikarenakan mereka telah memberikan nafkah sebagian harta mereka) menunjukkan bahwa secara kodrati (fisik dan psikis) lelaki lebih kuat dibandingkan perempuan.

Namun demikian, selama ini banyak orang yang keliru dalam melihat kodrat. Apa yang mereka anggap sebagai bawaan dari lahir sebenarnya adalah pengaruh dari budaya, seperti pandangan bahwa urusan wanita hanyalah dapur, kasur, dan sumur. Inilah yang disebut oleh Subhan sebagai perbedaan relatif.

Perbedaan relatif ini bersifat nonkodrati, dapat berubah, atau tidak kekal. Umumnya, perbedaan jenis ini biasanya berupa penyifatan. Seperti, laki-laki rasional sedangkan perempuan emosional. 

Perbedaan ini kemudian menghasilkan pembagian ruang dan peran (Subhan 2004, 12). Urusan menyiapkan makanan atau mengurus keperluan dan membersikan rumah, misalnya, dianggap sebagai kewajiban mutlak istri.

Padahal Ibnu Hazm, sebagaimana dikutip oleh Shihab dalam al-Misbah, telah menerangkan bahwa kewajiban menyiapkan makanan, menjahit baju, dan lain sebagainya bukanlah kewajiban seorang istri. Justru sebaliknya, seorang suamilah yang berkewajiban untuk memberikan makanan yang siap disantap dan pakaian siap pakai untuk istri dan anak-anaknya.

Karenanya, Shihab menganjurkan agar hubungan rumah tangga berjalan dengan baik diperlukan suatu sikap saling membantu, terlebih mengenai masalah seperti membersihkan rumah, memasak, dan menjaga anak yang selama dianggap sebagai kewajiban mutlak seorang istri.

Saling membantu juga bermakna saling melengkapi dan saling memperhatikan, sehingga terjalin kerja sama yang lebih baik dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, serta rahmah. Bahkan juga memungkinkan untuk menciptakan sebuah suasana rumah tangga yang disebut Nabi sebagai “baitī jannatī”, rumahku adalah surgaku.

Dengan demikian, untuk dapat membangun rumah tangga yang bahagia, antara suami dan istri harus dapat berinteraksi dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan mengerti mana yang kodrati dan mana yang produk budaya berkaitan dengan hubungan suami-istri.

Daftar Bacaan:

Shihab, Quraish. 2015. Pengantin Al-Qur’an: Nasihat Perkawinan untuk Anak-anakku. Jakarta: Lentera Hati.

Subhan, Zaitunah. 2004. Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos? Yogyakarta: LKiS.

Bagikan
Exit mobile version