Site icon Inspirasi Muslimah

Hukum di Indonesia Aman untuk Si Kaya

hukum

Sudah menjadi rahasia umum, penegakan hukum di negeri ini masih diwarnai diskriminasi. Begitu banyak kasus yang menunjukkan hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Kejam pada rakyat jelata, tapi melempem di hadapan orang kaya atau yang punya kuasa.  

Keadilan Dagelan

Misalnya saja, kasus penyalahgunaan narkoba yang menjerat Ardi Bakrie dan Nia Ramadhani. Sepasang suami istri tersebut tidak akan mendapat sanksi, namun hanya menjalani rehabilitasi berdasarkan hasil pemeriksaan dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Alasan keduanya direhabilitasi karena merupakan pengguna atau korban.

Beberapa waktu lalu, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta juga menjadi sorotan publik usai menyunat hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara. Padahal, Pinangki sebagai aparat penegak hukum menjadi makelar kasus (markus) yang terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.

Pembobol Jiwasraya, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan, juga diketahui menikmati pemangkasan hukuman.  Syahmirwan yang awalnya didakwa seumur hidup, didiskon menjadi 18 tahun penjara. 

Deretan kasus di atas secara nyata mempertontonkan dan mencederai rasa keadilan. Keadilan telah menjadi degelan bagi sang mafia peradilan. Sedangkan, bagi mereka yang biasa dan tak punya kuasa, dibungkam dengan hukum yang telah dibuat sesuai pesanan.

Inilah lemahnya sistem buatan manusia yang kerap kali tersirat akan pesanan dan melahirkan mafia peradilan. Tak ayal, kita dapati revisi atau pemotongan masa tahanan yang tak masuk nalar. Ini menjadi track record kelam peradilan di sistem demokrasi. Hukum yang tebang pilih tak akan melahirkan efek jera bagi pelaku kriminal, bahkan menumbuhsuburkan kejahatan yang tersistematis.

Penegakan Sistem Islam

Keadilan yang terbukti berabad-abad hanya kita dapati di sistem Islam, sistem yang lahir dari Sang Pemilik kerajaan langit dan bumi yang telah terbukti menciptakan rahmatan lil ‘alamin. Sistem yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunah; akan terpancar darinya kemaslahatan, termasuk dalam praktik bidang hukum dan peradilan.

Ketegasan hukum dalam sistem Islam termaktub dalam buku The Great Leader of Umar bin Al Khathab. Ibnul Jauzi merawikan bahwa Amr Bin al-Ash pernah menerapkan sanksi hukum (had) minum khamr terhadap Abdurrahman bin Umar (putra Khalifah Umar). Saat itu, Amr bin Al-Ash menjabat sebagai Gubernur Mesir.

Biasanya, pelaksanaan sanksi hukum semacam ini diselenggarakan di sebuah lapangan umum di pusat kota. Tujuannya agar penerapan sanksi semacam ini memberikan efek jera bagi masyarakat. Namun, Amr bin al-Ash menerapkan hukuman terhadap putra Khalifah, yakni Abdurrahman bin Umar; justru bukan seperti tuntunan syariah yang ada, tetapi dilaksanakan di dalam sebuah rumah. 

Ketika informasi ini sampai kepada Umar, ia langsung melayangkan sepucuk surat kepada Amr bin al-Ash. Surat tersebut berbunyi, “Dari hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, tertuju kepada si pendurhaka, putra al-Ash. Aku heran terhadap tindakan Anda, wahai putra al-Ash. Juga, aku heran terhadap kelancanganmu terhadapku dan pengingkaranmu terhadap perjanjianku.

Aku telah mengangkat sebagai penggantimu dari orang-orang yang pernah ikut dalam Perang Badar. Mereka lebih baik dari Anda. Apakah Aku memilihmu untuk membangkangku? Aku perhatikan Anda telah menodai kepercayaanku.

Aku berpendapat lebih baik mencopot jabatanmu. Anda telah mencambuk Abdurrahman bin Umar di dalam rumahmu, sedangkan Anda sudah mengerti bahwa tindakan semacam ini menyalahi aturanku. Abdurrahman itu tidak lain adalah bagian dari rakyatmu. Anda harus memperlakukan dia sebagaimana Anda memperlakukan Muslim lainnya. 

Belajar dari Khalifah Umar

Akan tetapi, Anda katakan, “Dia adalah putra Amirul Mukminin.” Anda sendiri sudah tahu bahwa tidak ada perbedaan manusia di mataku dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak yang harus bagi Allah. Bila Anda telah menerima suratku ini maka suruh dia (Abdurrahman) mengenakan mantel yang lebar hingga dia tahu bahwa keburukan perbuatan yang telah dia lakukan.”

Setelah itu, Abdurrahman digiring ke sebuah lapangan di pusat kota. Amr bin al-Ash lalu mencambuk Abdurrahman di depan publik. Riwayat ini juga dirawikan bin Saad dari bin az-Zubair, juga dirawikan Abd ar-Razzaq dengan sanad yang statusnya shahih dari Ibnu Umar.

Begitulah sikap Khalifah Umar. Dengan berpegang pada syariah Islam, beliau mengimplementasikan bahwa setiap masyarakat mempunyai persamaan di hadapan hukum Islam. Tidak peduli dia rakyat biasa, orang kaya, atau bahkan putra Khalifah.

Syariah Islam tidak memberikan peluang sedikitpun nepotisme dan intervensi hukum atas nama keluarga pejabat atau pejabat pendukung rezim. Hal ini juga Rasulullah lakukan dalam menegakkan keadilan. Rasul selalu tegas dan tak kenal pandang bulu dalam memberlakukan hukum. 

Seperti sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!” (HR. Muslim)

Maka, sudah sepantasnya rasa adil harus berimbang dengan penegakan hukum, siapa pun yang berbuat salah, maka wajib memperoleh pengadilan sesuai dengan kadar kesalahannya. Itulah adil menurut Islam. Tak ada deskrimasi penegakan hukum dalam Islam. Semuanya punya hak yang sama di mata hukum, baik si miskin dan si kaya, ataupun seorang pejabat dan rakyat jelata.

Wallahu a’lam bisshowab.

Bagikan
Exit mobile version