f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.

(H)Ati Yang Runtuh

Oleh: Putri Ambarwati*

“Lantas kau akan memilih yang mana?” kata lelaki separuh baya itu.

“Yang paling baik agama dan akhlaknya pak.” Jawaban gadis berkulit gula jawa.

“Bahkan ketika kau tak mengenal dan mencintainya?” tanya lagi lelaki itu, memastikan.

“Iya pak.” Ucap gadis itu, singkat.

“Yakin nduk? Tidak mau dipertimbangkan lagi? Rumah tangga tanpa adanya cinta dan kasih sayang. Nanti akan bagaimana jadinya?” kata bapak berusaha meyakinkan agar Ati tidak salah dalam mengambil keputusan.

“Keyakinan pak. Keyakinan dan kepercayaan yang menguat dalam hati Ati. InsyaAllah kalau lelaki itu mencintai Ati karena Allah dan dia memang benar-benar mengenal Allah. InsyaAllah, Ati akan mengenal dan mencintai dia juga karena melihat kecintaannya pada Allah. Bukan cinta antar sesama manusia yang membuat hati Ati luluh pak, tapi saat melihat lelaki yang mencintai Allah-lah yang mampu meluluhkan hati Ati.” Tegas Ati. Kokoh mempertahankan pendiriannya sejak awal.

.

Ati, masihkah kau mempertahankan keyakinanmu yang dulu?

.

Tiga bulan kemudian…

“Beruntung ya mbak, mbak bisa menikah dengan orang yang mbak cintai dan mencintai mbak.” Ucap Ati pada perempuan yang baru saja menikah kemarin sore itu.

“Lah kan kita nikah sama orang yang kita cintai dan mencintai kita Ti. Emang kamu maunya gimana?” Balas Mbak Nur pada Ati.

“Dulu, aku merasa tak apa jika akan menikah dengan orang tidak aku cintai. Asalkan lelaki itu bisa mencintai Tuhanku dan mencintaiku dengan baik. Maka, kupikir rasa itu akan tumbuh dengan sendirinya karena kepercayaan bahwa siapa yang menikah karena Tuhannya. Maka Allah lah yang akan menumbuhkan rasa itu nantinya. Hemmmm tapi, seiring dengan berjalannya waktu. Tapi tambah kesini, kok hati Ati tambah gak karuan gini ya mbak.” Tutur Ati menceritakan tentang kegoyahan prinsipnya yang mulai rapuh.

Baca Juga  Tentang Tante Lina

“Kok jadinya ragu gitu? Kenapa?” tanya mbak Nur, penasaran. Ia tau betul tentang pribadi Ati seperti apa. Betapa kokohnya dia dengan apa yang dia pegang teguh dan tak mudah tergoyahkan. Kecuali jika memang ada penyebabnya. Tidak mungkin ada asap jika memang tidak ada api.  

“Aku pernah mendengar kisah temanku, yang saat itu dia akan dijodohkan dengan seorang lelaki yang merupakan putra dari sahabat ibunya. Saat itu aku sebagai seorang pendengar dan temanku berkata ‘aku ingin menikah dengan orang yang aku cintai Ati dan dengan orang yang juga mencintaiku. Aku tidak ingin berumah tangga tanpa adanya rasa cinta layaknya kedua orang tuaku yang dulu juga dijodohkan. Apa jadinya nanti kehidupan rumah tanggaku tanpa adanya kehangatan cinta’. Curhatnya padaku sambil meneteskan air mata.

Lalu aku hanya bisa diam, saat itu aku tidak tau harus berkata apa. Sebegitu menyakitkan kah rasa cinta itu ada. Rasanya aku tidak ingin merasakannya jika pada akhirnya membuat orang lain harus terluka. Termasuk melukai diri sendiri. Lalu di saat itu, keyakinanku mulai rapuh. Haruskah aku menikahi seorang lelaki yang tidak aku cintai atau haruskah aku berdiam diri dan menunggu sampai waktu membuatku jatuh hati pada seorang lelaki yang tak ku ketaui dia akan menjadi jodohku atau bukan? Aku sedikit bimbang tentang jalan yang akan kupilih.” Jelas Ati panjang lebar kepada mbak Nur.

“Kau tau Ati? Kebanyakan orang berdoa agar ia menikahi orang yang dia cintai.” Kata mbak Nur pada Ati.

“Iya mbak Nur. Semua orang pasti berharap dan mengimpikan agar dia menikah dengan orang yang dia cintai saat itu.” Jawab Ati

Baca Juga  Walang Sangit dan Kantong Semar

“Lantas kau tau doa dalam kisah Zeest sebelum dia bertemu Aariz?” tanya Mbak Nur lagi.

“Hemmm iya aku masih ingat. Zeest dengan rendah hati berdoa dan meminta pada Tuhan agar dia mencintai orang yang dia nikahi nantinya.” Jawab Ati antusias.

“Kau tau dibalik alasan mengapa Zeest berdoa seperti itu?” Tanya mbak Nur.

“Tidak tau. Mungkin dia ingin mencintai suaminya saat itu.” Jawab Ati ala kadarnya.

“Zeest berdoa seperti itu karena ia tau bahwa orang yang kita cintai saat ini. Belum tentu akan menjadi orang yang kita nikahi nantinya. Lalu dia meminta pada Tuhan agar dia mencintai seseorang yang telah menjadi suaminya nanti. Seseorang yang telah pasti mempersuntingnya sebagai seorang permaisuri yang akan menjadi satu-satunya Ratu di hatinya. Karena dia tidak ingin hatinya patah untuk suatu hal yang akan menjadi kenangan di masa lalu. Kalau kata Sujiwo Tedjo sih ‘Menikah itu nasib. Mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikahi siapa. Tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa.’ Begitulah kata-kata bijak darinya.” Ucap mbak Nur menjelaskan dengan perlahan-lahan.

“Lalu boleh tidak aku juga berdoa dan meminta pada Tuhan?” tanya Ati dengan nada memelas.

“Boleh. Apa yang ingin kau pinta?” tanya balik mbak Nur pada Ati.

“Doaku berbeda dengan kebanyakan orang. Berbeda pula dengan doa Zeest sebelum bertemu Aariz. Aku dengan rendah diri dan rendah hati meminta dan memohon pada Tuhan, agar aku menikah dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku. Yang orang itu sudah pasti akan menjadi pasangan hidupku nantinya. Di dunia dan juga akhirat. Aku ingin meminta agar Tuhan mempertemukanku dengan jodoh terbaik menurut pilihanNya, yang ia menjadi pilihan hatiku juga. Sesederhana itu saja. Jadi aku tidak harus lagi mempertahankan keyakinan bahwa aku akan menikah dengan seorang lelaki yang tidak aku cintai walaupun dia mencintaiku kan?. Aku merindukan kehangatan di dalam sebuah keluarga karena adanya cinta”. Kata Ati penuh harap sambil menatap langit yang ditaburi oleh ribuan bintang berkilauan dan pantulan cahaya rembulan yang terlihat indah disorotan kedua bola matanya yang hitam kecoklatan.

Baca Juga  Surat Kabar Untuk Umi

*Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia, UMM

Bagikan
Post tags:
Post a Comment