f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
expressive writing

Expressive Writing Mencegah Baby Blues Selama Masa Nifas

Kesehatan mental kini kerap menjadi pembicaraan hangat di sosial media. Kini, semakin banyak orang yang mulai memperhatikan kesehatan mental mereka.  Bagi seorang perempuan, momen membahagiakan sekaligus peristiwa yang penuh tantangan sehingga mengakibatkan kecemasan hingga baby blues adalah melahirkan dan mempunyai buah hati. Kecemasan adalah respon emosional seseorang seperti rasa khawatir atau gelisah karena adanya ancaman atau sesuatu yang belum pasti (Solehai, Tetti Kosasih, 2015).

Setiap ibu pasti memiliki reaksi emosi yang berbeda-beda dalam menghadapi masa hamil, persalinan, dan nifas. Baby blues adalah depresi ringan yang terjadi pada ibu-ibu dalam masa beberapa jam setelah melahirkan hingga beberapa hari setelah melahirkan dengan gejala ibu merasakan sedih yang hebat dan diiringi tangisan tanpa alasan yang jelas. Perubahan fisik, emosional, dan sosial pada masa nifas atau setelah melahirkan dapat menjadi pemicu stres hingga baby blues.

Namun hal ini akan hilang dengan sendirinya jika diberikan pelayanan psikologis yang baik. Salah satu intervensi yang dapat digunakan pada ibu nifas dengan baby blues yaitu expressive writing berbentuk psikoterapi kognitif yang dapat mengatasi masalah depresi digunakan sebagai terapi utama. Terapi ini berguna untuk merubah kognitifnya, meregulasi emosi menjadi lebih baik, dan meredakan tekanan emosional.

Expressive writing merupakan terapi non farmakologi yang dapat mencegah terjadinya baby blues pada ibu nifas. Expressive writing dilakukan dengan cara menuliskan perasaan yang dialami di suatu kertas yang mereka sukai dan dapat digunakan untuk penyembuhan orang yang sedang mengalami masalah psikologis seperti cemas; stres; maupun depresi (Budiarni, 2016).

Efektivitas expressive writing yaitu dengan meluapkan ekspresi emosinya. Hal tersebut artinya pengungkapan tertulis dapat mengatasi stres fisiologis pada tubuh yang disebabkan karena penghambatan pengeluaran emosi. Dengan menulis dapat membantu ibu untuk mengatur struktur memori traumatis sehingga dapat lebih adaptif dan terintegrasi skema tentang diri sendiri; orang lain; dan dunia. (Pennebbaker & Beall dalam Rahmwati, 2014).

Baca Juga  Belajar Dari Depresi (2): Sebuah Review Buku “Loving The Wounded Soul”

Tahap pelaksanaan expressive writing dilakukan selama 20-30 menit dan tidak ditentukan berapa jumlah kata dan kertas yang akan ditulis oleh ibu. Terapi menulis ini tidak membutuhkan struktur kepenulisan yang benar sehingga ibu dapat dengan bebas mencurahkan isi hati yang sedang mereka rasakan. Ibu dapat menuliskan di suatu buku khusus untuk meluapkan emosinya maupun di kertas yang mereka sukai.

Dengan menulis, ibu dapat berekspresi tanpa takut melontarkan emosional apapun. Menulis dapat melampiaskan amarah dengan diam tanpa harus melampiaskan ke orang lain yang dapat menjadi korban karena amarah kita. Pengungkapan emosi secara tertulis juga dapat mengurangi stres fisiologi pada tubuh yang disebabkan oleh penghambatan pengeluaran emosi.

“Proses menjadi orang tua yang lebih baik memang penuh tantangan. Tapi selalu akan ada jalan untuk kita yang terus berusaha menemukan.” Sepenggal kalimat tersebut merupakan contoh seorang ibu yang sedang meluapkan emosinya. Makna dari kalimat tersebut yaitu orang tua yang sedang berusaha menjadi lebih baik untuk anaknya. Melalui kalimat tersebut dapat dibayangkan ibu telah meluapkan emosinya sekaligus menyemangati dirinya untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah dalam merawat anaknya.

Meluapkan emosi dengan cara menulis dapat membawa manfaat yang diperoleh yaitu seorang ibu dapat mengekspresikan emosinya secara tepat dan mengurangi munculnya gejala-gejala negatif. Ibu dapat meningkatkan motivasi untuk berubah menjadi lebih baik karena melalui tulisan ibu dapat menganalisis kesalahan yang ia miliki. Rasa frustasi karena keinginan yang tidak terpenuhi dapat dikurangi karena perasaan negatif telah dituangkan melalui tulisan sehingga dapat meredakan perasaan ibu. Menganalisis tulisan yang telah dibuat sendiri dapat menjadi bahan refleksi diri dan memperbaiki dirinya menjadi lebih baik.

Baca Juga  Gangguan Kecemasan : Hal yang Lumrah Bagi Pelajar?

Bidan berperan untuk medukung psikologis pasien dengan memberikan perhatian dan dukungan positif untuk ibu. Dukungan tersebut dapat berupa meyakinkan pasien bahwa ibu dapat merawat anaknya dengan baik. Tips dan trik yang diberikan oleh bidan yaitu menganjurkan pasien untuk menerapkan expressive writing dengan cara menulis selama 20-30 menit; menganjurkan untuk menulis di tempat yang aman dan tenang sehingga ibu dapat konsentrasi saat menuangkan emosi dan perasaannya.

Peran suami, keluarga, maupun orang sekitar juga tidak kalah penting untuk membantu keberhasilan ibu dalam menjalankan expressive writing ini. Dukungan dari suami, keluarga, dan orang sekitar dapat memulihkan kondisi ibu menjadi lebih baik. Suami, keluarga, dan orang sekitar dapat turut membantu mengurus anak sehingga ibu mempunyai waktu sendiri untuk menulis saat sang anak dirawat oleh ayah maupun keluarganya.

Kecemasan yang dirasakan oleh ibu nifas dapat dicegah dengan menerapkan expressive writing yaitu menuangkan isi hati melalui tulisan pada sebuah kertas yang dilakukan selama 20-30 menit. Melalui expressive writing, seorang ibu dapat mengekspresikan emosinya secara tepat dan mengurangi rasa frustasi yang dimilikinya. Ibu nifas yang mengalami baby blues diharapkan dapat menerapkan expressive writing untuk menurunkan tingkat baby blues.

Daftar Pustaka :

  • Fernanda,S.D. (2021). Pengaruh Expressive Writing Therapy Terhadap Tingkat Stress Ibu Hamil Selama Pandemi Covid-19. Naskah Publikasi. Universitas Kusuma Husada Surakarta
  • Ulfa,N. 2021. Penerapan Teknik Expressive Writing untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa di SMA Negeri 8 Banda Aceh. Skripsi. Banda Aceh : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Suryati. 2008. The Baby Blues and Postnatal Depression. Jurnal Kesehatan Masyarakat, II(2).

Bagikan
Post a Comment