Site icon Inspirasi Muslimah

Dunia Akademik dan Proses Inspirasi

inspirasi menulis akademik

Saya tidak memiliki keluarga dengan latar belakang akademik dan pendidikan tinggi. Kebanyakan, keluarga saya berasal dari pedagang, meskipun generasi ketiga dan keempat, mulai banyak yang menjadi buruh. Karena itu, imajinasi menjadi sarjana tidak pernah terpikirkan dalam kepala saya. Apalagi, aktivitas menulis dan meriset yang menjadi medan pekerjaan saya.


Karena tidak memiliki inspirasi untuk dijadikan contoh, saya membaca karya-karya sarjana yang produktif di bidangnya. Tidak hanya membaca beberapa artikel jurnal yang ditulis, Buku-buku dan tulisan remeh temeh saya baca semua. Dengan membaca karya-karya tersebut, saya belajar secara otodidak bagaimana ia proses menulis, mengutip referensi, membangun perspektif, melakukan perlawanan teori kepada sarjana lain. Dengan cara ini, saya belajar lebih jauh bagaimana membangun imajinasi sosiologis dari seorang sarjana yang saya pelajari.

Kemudian dengan cara ini, saya memiliki sejumlah pengetahuan yang mungkin tidak saya dapatkan di bangku kuliah. Dan dengan jalan inilah, pelan-pelan sejumlah figur akademisi dan intelektual, saya jadikan inspirasi untuk menulis. Pelan-pelan, saya mencontohkan caranya menulis dengan studi yang jadi minat saya. Hasilnya, beberapa artikel saya terbit di jurnal yang memiliki reputasi yang cukup baik.

Setelah merasa cukup belajar dari para sarjana tersebut, saya kemudian mencari kembali sarjana yang bisa saya jadikan figur dalam menulis, yang kini benar-benar saya pelajari. Semua karyanya saya baca dan videonya di Youtube saya tonton. Hasilnya, lagi-lagi, artikel saya bisa terbit di jurnal bereputasi baik dengan mempelajari pola cara ia menulis. Mohon jangan dibayangkan berapa investasi waktu yang saya sediakan untuk membaca karya-karya tersebut. Ini karena proses waktunya sangat panjang dan saya menikmatinya.

Dengan mempelajari para sarjana menulis dan bagaimana saya mengambil inspirasi dari mereka ternyata membentuk pola baru dalam kepenulisan saya. Di sini, saya merasa tulisan saya mengalami peningkatan, meskipun ya ini tampak perasaan saya saja. Saya merasa memiliki kekuatan struktur dalam tulisan sekaligus memiliki sistematis dalam pembahasan. Lebih jauh, ini yang sekarang saya dapatkan, saya memiliki kemampuan untuk mengoreksi dan mengedit tulisan sendiri agar setidaknya bisa dimengerti oleh orang lain.

Sampai sekarang saya terus melakukan itu sambil terus menginsyafi diri kalau saya adalah orang bodoh yang terus belajar melalui kritik, masukan, sekaligus mungkin makian. Dengan cara ini, saya setidaknya bisa terus bertumbuh pada titik yang saya tidak tahu batasnya. Lebih dari itu, saya berusaha menempatkan diri menjadi gelas kosong ketika bertemu dengan teman-teman lama dan baru. Dengan cara ini, saya belajar kembali mengenai pengetahuan baru.

Satu-satunya penghambat proses kita bertumbuh adalah ego bahwasanya kita lebih tahu dan lebih pintar, membentuk semesta tembok pembatas untuk jadi katak dalam tempurung. Padahal, kita tahu, setiap memproduksi pengetahuan baru, kita menjadi pemula yang belajar lagi menulis dan menjahit data sehingga menjadi rangkaian sebuah gagasan dan perspektif. Jika tidak melakukan itu, kita hanya melakukan gagasan repetitif dari satu tulisan ke tulisan yang lain.

Sumber : Tulisan Wahyudi Akmaliah di Facebook

Bagikan
Exit mobile version