f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
Diskriminasi pada perempuan

Mengupas Diskriminasi Pada Perempuan

Waktu itu, saya berencana kumpul dengan teman-teman di sebuah tempat makan. Kami berkumpul tuk sekadar melepas penat dengan bercanda ria dan tertawa bersama. Berboncengan motor untuk sampai di tempat tujuan yang direncanakan. Ketika di jalan, fenomena tak asing yang sering saya lihat pun kembali terulang di perempatan lalu lintas. Laki-laki bersuit pada perempuan berkulit putih, dan berbaju stylish. Lagi-lagi diskriminasi pada perempuan masih dirasakan.

Kupikir zaman sudah berubah. Kupikir waktu membuat orang sadar, bahwa perempuan tak seharusnya di tempatkan pada dua kubu yang berbeda, yaitu cantik dan tidak cantik. Perempuan juga tak seharusnya di tempatkan pada porsi yang berbeda dengan lelaki. Perempuan dan laki-laki seharusnya mendapat kesempatan yang sama tanpa diskriminasi.

Ketika saya SD, baik guru, orangtua, maupun anak lelaki tampaknya selalu berpihak pada mereka anak perempuan cantik nan putih. Ketika SMP dan SMA pun sepertinya tak berubah, yang bad looking selalu tertindas dan yang good looking selalu menjadi nomor satu.

Rupanya hal tersebut tak hanya terjadi di lingkungan sekolah saya saja, melainkan di lingkungan keluarga pun demikian. Ketika saya berkunjung ke Surabaya menemui saudara, di sana saudara saya berkata pada kakak sepupu saya “Cantik sekali lo ini anaknya Astuti (kakak kandung ibu saya)”, padahal saya berada tepat di samping kakak saya. Saya tidak papa, mau bagaimana, bohong dosa kan? Haha. Pun demikian saya masih SMP waktu itu, tidak ada kewajiban untuk mempercantik diri, yang saya pikirkan bagaimana meraih nilai UN yang tinggi.

Diskriminasi pada Perempuan

Sebenarnya, hukum atau budaya yang membuat sesama perempuan ini dibedakan?. Bukankah semuanya sama? Semua memiliki hak yang sama untuk dihargai. Semua memiliki hak berekspresi dan menjadi diri sendiri.

Baca Juga  Psikoedukasi Berbasis Blended Learning Solusi Konselor di Masa Pandemi

Ketika pandangan sebelah mata ini terus tertanam pada diri banyak orang, bagaimana diskriminasi dapat perlahan dihapuskan?. Alih-alih terhapuskan, standar kecantikan bahwa perempuan haruslah putih, berdandan rapi, glowing, stylish dan lain-lain akan semakin mengobsesi diri perempuan saat ini. Bukan prestasi yang semakin dikejar, tetapi penampilan fisiklah yang semakin diutamakan.

Hal ini akan wajar dan tidak salah ketika perempuan sudah beranjak dewasa dan memiliki penghasilan. Namun, bagaimana dengan mereka yang sedari SD saja sudah terbully hanya karena fisik yang tidak cantik. Berusaha memenuhi hasrat untuk menjadi cantik dan menghalalkan cara untuk mendapat pujian dari orang-orang. Tentu hanyalah perbuatan buruk yang akan dilakukan. Diskriminasi pada perempuan ini akhirnya yang menghambat mereka untuk maju.

Pada dasarnya, diskriminasi pada perempuan tidak hanya diksriminasi fisik antar sesama perempuan saja. Ada banyak diskriminasi yang terjadi dan melekat di lingkungan kita sehari-hari. Anehnya, hal ini membudaya tanpa disadari.

Perempuan di Mata Masyarakat

Teringat sewaktu pemilihan ketua karang taruna di desa saya pekan lalu. Ketika salah seorang pemudi mengusulkan yang menjadi ketua itu seorang perempuan saja, tetapi dijawab ketus oleh pemuda yang lain “Ya tidak bisa dong, wajarnya ya laki-laki yang jadi ketua, perempuan itu jadi wakilnya saja, tidak enak jika nanti pelaporan pada bapak-bapak dan ibu-ibu di desa bahwa ketua karang taruna adalah seorang perempuan, iya tidak?” sembari mencari pembelaan dari pemuda-pemudi yang lain. Parahnya, hampir semua setuju dengan pendapat ini.

Bukankah ini membuktikan bahwa porsi perempuan selalu di bawah laki – laki?. Padahal, terpilihnya seorang laki-laki menjadi ketua karang taruna tidak menjamin jalannya organisasi kepemudaan akan lebih maju dibanding ketika seorang perempuan yang memimpin jalannya organisasi.

Baca Juga  Perempuan Pedagang Pasar Tradisional dan Beban Peran Ganda
Diskriminasi pada Pernikahan

Diskriminasi pada perempuan yang masih melekat sampai saat ini terjadi pada pasangan yang akan menikah. Semua tuntutan seolah terlontar hanya untuk perempuan atau calon isteri. Ketika seorang perempuan memutuskan menikah, bisa masak, bisa mengurus anak dan suami, mengerjakan pekerjaan rumah, dan lain-lain adalah tanggung jawab isteri. Sedangkan suami hanya memenuhi kebutuhan tanpa ada tuntutan bisa masak, mengurus anak, mencuci, dan lain-lain. Bukankah isteri juga bisa melakukan tugas suami yaitu bekerja, tetapi mengapa sebaliknya tidak dapat dilakukan?.

Tak Lagi Bicara Patriarki

Masa demi masa telah berkembang. Perspektif patriarki seharusnya dapat disingkirkan oleh perubahan zaman, bukan malah semakin menggerus pikiran orang atau bahkan dibudayakan. Tak seharusnya sesama manusia dibedakan, semua berhak atas perlakuan dan penghargaan yang sama.

Perlakuan yang sama pada setiap orang inilah yang menjadi PR masyarakat Indonesia. Tak seharusnya perbedaan gender atau fisik membuat kita berbeda. Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu menempatkan diri pada posisi ketika kita dibedakan. Tentu tidak enak bukan apabila dibedakan. Ya, pastinya tidak enak. Maka perlulah berpikir sebelum berucap atau bertindak untuk membedakan orang.

Dengan demikian, jika setiap orang mampu membayangkan tidak enaknya dibedakan, maka mereka akan melihat orang tanpa perbedaan. Katanya, Bhineka Tunggal Ika, jangan sampai perbedaan masih ada. Apalagi membuat orang tak percaya diri dan membatasinya untuk berkreasi. Perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama untuk sama-sama bersinergi membangun bangsa ini tanpa diskriminasi.

Bagikan
Post tags:
Comments
  • matanya segaris

    widiiiih, the power of emak emak

    November 10, 2020
Post a Comment