f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
childfree

Cara Menjalani Childfree atau Tidak Dengan Santai

Alih-alih mencurigai sebagai agenda depopulasi dari wahyudi, mamarika, atau freemesen. Saya meyakini ketika jari-jari lentur para public figure itu mengetik perihal pilihan dirinya menjadi childfree ada harapan dari mereka agar publik +62 sedikit teredukasi. Untuk tidak menganggap keberhasilan pernikahan itu sekedar memiliki anak serta menanggap pernikahan sebagai pemuas citra dari pihak luar.

Kita tidak bisa memungkiri, masalah momongan seringkali menjadi tekanan batin bagi mereka yang belum memilikinya. Baik karena suatu kondisi ataupun tidak memilih untuk memilikinya. Biasanya masyarakat kita hobi untuk bertanya yang sifatnya merusak privasi  seperti misalnya bertanya perihal agamanya apa dan fisiknya kenapa, mereka juga hobi bertanya kenapa belum punya anak .

Pada pertanyaan ini, kata pilihan yang terpakai untuk menjelaskan baik karena alasan maupun kondisi tentu akan terpandang tidak wajar. Apalagi di tengah masyarakat yang meyakini kalau memiliki anak itu keberhasilan secara biologis, ketakwaan secara agama, kekuatan secara ekonomi, bahkan perbaikan secara sosial meskipun hasilnya nanti tidak selalu seperti yang mereka idealkan.

***

Anggapan masyarakat ini memang seharusnya berubah. Tapi bukan berarti hak bertanya perihal momongan itu dengan mudahnya kita anggap salah bahkan kemudian kita anggap hal yang tidak pantas. Meskipun ada sebagian dari kita yang merasa tidak nyaman Ketika orang lain perlu mengerti kondisi itu. Apalagi belum semua masyarakat kita paham untuk tidak mengusik privasi orang lain lewat sebuah tanya.

Buat saya,  perlakuan masyarakat ketika mendapati respon yang berbedalah, yang sebaiknya berubah. Kita harus terbiasa sepakat pada titik temu bernama pilihan ketika kita melontarkan sebuah pertanyaan.

Buat saya, selama itu berada pada ruang privat yang tidak melanggar norma atau hukum yang telah kita sepakati, menghargainya adalah suatu keharusan. Kita juga harus terbiasa mendengar alasan-alasan ketimbang langsung menarik kesimpulan kemudian melabelnya dengan perkataan menyimpang.

Baca Juga  Kunci Sukses Mendapat Beasiswa Ke Luar Negeri ala Anak Desa

Bagi para childfree juga, jangan menganggap mereka yang memiliki anak merupakan suatu kesalahan. Karena itu akan membawa pilihan childfree semakin mendapat kecurigaan dengan taburan konspirasinya. Alih-alih menyalahkan ataupun meromantisasi pilihan kalian sebagai yang paling benar dalam menyelamatkan bumi, cobalah fokus pada usaha-usaha edukasi yang bisa memberikan ruang aman bagi mereka yang juga berpikir yang sama. Melepaskan anggapan kalau wanita identik dengan pabrik anak. Dan mengingatkan publik perihal kesiapan yang tidak mesti sama pada setiap pasangan baik secara mental, emosional, finansial, dan lain sebagainya.

***

Jangan menjadi ekstrim dengan pilihan masing-masing, agar terbangunnya dialog yang sehat, antara mereka yang memilih memiliki anak maupun sebaliknya. Ketika kita terjebak pada nalar ekstrim seringkali kita menyeragamkan pemahaman, mengabaikan logika, dan menolak keadaan.

Itulah yang seringkali terjadi pada sebagian orang yang memilih memiliki anak yang  banyak dengan alasan agar rezeki lancar namun tidak melihat keadaan. Sehingga  hasilnya, rezeki belum juga datang malah melarat yang harus dibebankan, ironisnya anak-anak mereka dipaksa untuk ikut serta meromantisasi keadaan yang susah itu.

Apalagi mereka yang menganggap anak sebagai investasi serta mengabaikan kemerdekaan yang ada pada diri si anak. Belum lagi dengan anggapan memiliki anak pada usia yang muda akan lebih mudah dalam mengasuhnya sehingga melegitimasi banyak pernikahan dini.

Dalam konteks childfree juga, saya ingin mengingatkan pandangan ekstrim bisa membuat mereka masuk dalam penentangan akan kelahiran bukan lagi pada edukasi  sehingga rawan untuk tidak memiliki rasa terima kasih terhadap orang yang dahulu merawat mereka bahkan cenderung menganggap anak-anak dan orang yang memiliki anak sebagai  sumber masalah.

***

Ketidaklogisan kaum anti-natalis ini pernah terjadi di India. Saat seorang pemuda bernama Samuel yang menggugat orang tuanya sendiri karena melahirkannya tanpa persetujuan. Tentu saja hal ini salah dan tidak logis. Belum lagi dalam konteks negara di mana pembatasan kelahiran berlangsung dengan hukuman yang tidak manusiawi.

Baca Juga  Keterwakilan Perempuan dalam Dunia Politik pada Kawasan Islam Minoritas

Sudah seharusnya kita santai terhadap pilihan masing-masing, kenapa harus santai?

Karena dengan santai kita tidak terjebak pada nalar benar dan salah. Sebisa mungkin cobalah untuk menghargai pilihan orang lain dan tidak menginvalidasi pilihan orang itu dengan toxic positivity.

Namun bagaimana caranya kita bersikap santai di tengah kencangnya perdebatan antara pro dan kontra?

Sederhana saja, kembalikan semuanya pada konsep hak asasi manusia yang di dalamnya menjamin hak reproduksi sekaligus hak untuk memilih. Sebenarnya reproduksi itu tidak salah bahkan itu harus kita akui sebagai kebutuhan biologis. Yang menjadikan itu salah ketika dalam ber-reproduksi tidak terimbangi dengan perencanaan yang matang. Bahkan mengabaikan hak orang lain yang sebenarnya bisa saja dia tidak siap untuk ber-reproduksi.  Begitupun sebaliknya dengan childfree yang menjadikan pilihan ini salah saat ditempatkan pada posisi untuk menyerang bukan untuk mengedukasi mayoritas.

Oleh karena itu marilah bangun jembatan dialog, untuk mencari permasalahan  agar  dunia tidak bergerak menuju pergolakan sosial dan kerusakan ekologi yang selama ini kita romantiskan sebagai alasan untuk mendukung childfree maupun  mempunyai keturunan.

Bagikan
Post a Comment