f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
arti bapak

Cara Jitu Jalin Kedekatan Emosional dengan Anak (PART 1)

Oleh: Ratna Yunita Setiyani Subardjo, M.Psi., Psikolog*

Pandemi Covid-19 sudah berlangsung kurang lebih dua bulan, himbauan yang diberikan oleh pemerintah mulai dari memakai masker, menjaga jarak/physical distancing, hingga anjuran di rumah saja menjadi penting untuk dilaksanakan oleh setiap individu. Keluarga sebagai lingkungan dengan skub terkecil diatas individu menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan ini.

Di masa physical distancing ini, orang tua menjadi tempat utama bagi anak-anak untuk berinteraksi sehari-hari. Kekhawatirannya, terletak pada waktu yang belum pasti, orang tua dibayang-bayangi pikiran untuk bersiap pada periode  distancing yang lebih lama, banyak orang tua meresahkan kemampuan afeksi anak yang notabenenya diperoleh dengan bergaul dan bersosialisasi.

Pandemi ini telah membuat semua aktivitas berpusat di rumah dengan orang tua sebagai kendali. Tak jarang, karena kejenuhan atau manajemen waktu orang tua yang kurang baik, belum lagi, keterbatasan kemampuan orang tua mengakses teknologi, sering membuat keributan kecil dengan anak. Hal ini jika dibiarkan akan dapat membuat munculnya distress.

Eustress dan Distress

Jadi, stres ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa saja, akan tetapi juga dapat terjadi pada anak-anak. Stres sendiri diartikan sebagai tekanan. Tekanan yang bersifat positif dan negatif.

Dikatakan positif, bila adanya tekanan ini membuat seseorang menjadi semangat, contohnya adalah saat kita tahu besok akan ujian, kita merasa tertekan, yang direspon tubuh dengan detak jantung yang meningkat.

Namun, karena kita menyikapinya dengan positif maka stres ini berubah menjadi stres positif, menambah semengat kita untuk belajar. Stres yang semacam ini dinamakan sebagai eustress.

Sedangkan stres juga dapat dimaknai sebagai ancaman yang mengarah pada hal negatif. Misalnya, saat datang ujian kita malah jadi diare atau ingin BAK terus ke belakang. Ada ketidak harmonisan anatara apa yang kita rasa dengan kemampuan tubuh untuk merespon perasaan kita. Maka muncullah distress atau stres negatif ini.

Baca Juga  Wasiat Luqman Al-Hakim; Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an

Stres negatif yang dibiarkan terus menerus akan memicu munculnya kecemasan. Jika kecemasan ini berlangsung lama, menetap dan tanpa adanya peristiwa nyata muncul namun kita merasa terancam maka ini sudah masuk pada gangguan kecemasan.

Yang Memicu Stres

Diantara keributan kecil yang dapat memicu stres bagi orang tua adalah; Saat anak tidak mau belajar dan memilih untuk terus bermain, saat adik melempar mainannya dan tak mau membereskannya, saat kakak memilih tidur larut malam karena asyik bermain game, saat Ayah tak mau isirahat dan lebih mementingkan melihat film tertentu, saat ibu tergiur melihat serial drama tertentu dan anak seolah sibuk bermain sendiri.

Saat anak muncul manjanya karena WFH ini dekat dengan ibunya, maka anak jadi sering minta disupain saat makan, saat ibu dengan bayi yang tidak bisa istirahat karena anak rewel, saat anak tantrum (baca: mengamuk) disertai kepala yang dijatuh-jatuhkannya ke belakang dan kaki yang meronta-ronta. Hampir semua persoalan anak dan remaja berakar dari kurangnya “kelekatan emosional” antara dirinya dan orangtuanya.

Apa sih kelekatan emosional itu? Mengapa sangat penting? dan apa yang bisa kita lakukan untuk dapat lekat secara emosional pada anak kita? Kelekatan emosional adalah kebutuhan dasar semua anak untuk terhubung dengan orang yang mengasuhnya (tidak selalu orangtuanya, bisa jadi nenek. kakaek, atau bibi dan pengasuh). Ikatan emosional yang membuatnya merasa aman, nyaman, bahagia, dan dicintai secara tulus. Kelekatan emosional ini adalah pondasi dasar dalam pengasuhan.

Membentuk Kelekatan Emosional

Kelekatan emosional atau dikenal dengan nama lain “attachment” merupakan ikatan emosional yang bertahan atau melekat, yang ditandai oleh kecenderungan untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan orang tertentu. Bila terjadi gangguan attachment, anak bisa mengalami stres. Terutama di 2 tahun pertama adalah masa yang kritis, dimana usia awal pembentukan ikatan emosional antara orang tua dan anak.

Baca Juga  Tidak Berbakti; Anak Fiktif

Ketika seorang bayi menangis, dan orang tuanya selalu merespon kebutuhan si bayi dengan mendekatinya, memberikan kehangatan dengan memeluknya hingga si bayi merasa nyaman, disitulah kelekatan emosional akan terbentuk. Bayi tersebut akan merasa bahwa orang tuanya sangat mencintainya dan dapat diandalkan.

Pengalaman positif yang didapat pada masa awal perkembangan bayi tersebut sangat penting untuk membentuk secure attachment. Hal itu akan terbentuk jika orang tua bersikap sensitif, responsif, dan konsisten terhadap tanda-tanda yang ditampilkan bayi.

Sikap orang tua yang demikian dapat membantu anak terhindar dari stres yang berisiko menyebabkan gangguan kesehatan, seperti gangguan saluran cerna dan pernafasan. Padahal seperti diketahui, kedua hal tersebut sangat penting.

Pada saluran pernafasan yang sehat, akan membantu sampainya oksigen ke otak, dimana perkembangan otak sangat didukung dengan kondisi fisik yang sehat dan kecukupan asupan makan, dan aliran udara ke otak. Saluran cerna yang sehat sangat mempengaruhi perkembangan otak anak, terutama di periode kritis atau golden moment di usia 0-6 tahun.

Untuk menghindari stres karena dampak psikologis yang dialami anak, orang tua perlu bersikap sensitif dan responsif terhadap perilaku anak, serta meningkatkan hubungan yang berkualitas antar mereka. Bagaimana tips jitu agar dapat menguatkan ikatan emosional antara orang tua dengan anak? Nantikan di tulisan saya selanjutnya.

*Penulis adalah Dosen UNISA Yogyakarta, Koordinator LDP MCCC PP Muhammadiyah

Bagikan
Post tags:
Post a Comment