f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
buku tentang perempuan

Buku yang Mengubah Pandangan terhadap Perempuan

Sebelum mengenyam pendidikan di bangku kuliah, saya memiliki pandangan rendah terhadap perempuan. Dalam artian, saya memandang jika perempuan merupakan makhluk lemah. Bahkan, cenderung melihat bahwa sudah seharusnya perempuan untuk tidak mempunyai kesempatan bekerja di ruang publik.

Namun, semuanya berubah ketika saya berada di bangku kuliah. Bukan karena dosen yang mengubah cara pandang saya terhadap perempuan. Sebab, cara pandang saya bisa berubah terhadap perempuan, setelah membaca berbagai buku tentang gender dan perempuan.

Buku pertama yang saya baca adalah karya  dari Mansour Fakih berjudul Analisis Gender & Transformasi sosial. Mansour Fakih dalam bukunya menjelaskan tentang perbedaan antara gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin sebagai pemberian dari yang Esa. Sedangkan gender merupakan hasil pembentukan secara sosial oleh masyarakat.

buku perempuan

Melalui penjelasan Mansour Fakih tentang gender dan jenis kelamin, saya memahami bahwa pandangan rendah saya terhadap perempuan adalah dampak dari pembentukan identitas gender oleh masyarakat di lingkungan sekitar. Melihat selama ini, saya hidup di lingkungan sekitar dengan cara pandang yang patriarkis.

Agar bisa menghilangkan cara pandang saya yang patriarkis, maka saya membutuhkan bacaan tentang kehidupan seorang perempuan. Sehingga, saya membaca buku berjudul Mitos Inferioritas Perempuan karya Evelyn Reed. Serta membaca karya dari Dagun dengan judul Maskulin dan feminin : Perbedaan Pria-WAnita dalam Fisiologi, Psikologi, Seksual, Karier dan Masa Depan.

Perempuan dalam Antropologi, Fisiologi, dan Psikologi

Karya Evelyn Reed membahas mengapa perempuan mengalami inferioritas? Melalui pertanyaan tersebut, Evelyn Redd mengkajinya dengan kacamata antropologi. Sehingga, membaca bukunya, seperti membaca perjalanan perempuan dari kacamata budaya perempuan secara histori. Evelyn memulai gambaran kehidupan perempuan dari masa primitif.

Perempuan pada masa primitif hidup secara setara bersama laki-laki. Antara laki-laki dan perempuan, tidak ada yang bersifat paling kuat dan mendominasi. Antara laki-laki dan perempuan saling bekerja sama. Laki-laki bertugas untuk berburu, sedangkan perempuan bertugas untuk mengolah hasil buruannya.

Baca Juga  Mewaspadai Perilaku Konsumtif Jelang Lebaran

Sayangnya, relasi egaliter antara laki-laki dan perempuan di  masa primitif mengalami perubahan di masa kapitalisme. Pada masa kapitalisme, nilai kepemilikan dimiliki oleh laki-laki. Itu sebabnya, perempuan mengalami penyingkiran secara status sosial. Terjadinya penyingkiran status sosial pada perempuan, menjadikan perempuan hidup sebagai kelompok marginal.

Pembacaan Evelyn Red terhadap kehidupan perempuan dengan perspektif antropologisnya, berbeda dengan pembacaan Dagun terhadap kehidupan perempuan melalui perspektif fisiologi dan psikologinya. Secara fisiologi, kekuatan antara perempuan dan laki-laki memang berbeda. Laki-laki memiliki struktur otot, jantung, dan paru-paru yang lebih kuat daripada seorang perempuan.

Kendati laki-laki mempunyai struktur otot, jantung, dan paru-paru  lebih kuat daripada perempuan, tetapi perempuan bisa menyamakan dan bahkan bisa melebihi kekuatan fisik laki-laki. Itu bisa terjadi manakala perempuan melakukan rutinitas latihan fisik, sehingga mampu mengubah otot, kekuatan jantung, dan paru-parunya lebih tangguh.

Ketangguhan fisik perempuan melalui proses pelatihan fisik, menjadikan perempuan pada dasarnya mempunyai kesamaan dengan laki-laki. Tidak adanya perbedaan mencolok antara laki-laki dan perempuan, juga terlihat dari pemaparan Dagun secara psikologi.

Secara psikologi, sebenarnya laki-laki dan perempuan sama-sama merupakan makhluk emosional berdasarkan kondisionalnya. Laki-laki bisa menjadi emosional saat berada dalam kondisi tertekan, sedangkan perempuan bisa mengontrol emosinya dalam kondisi tertekan, sekalipun terhimpit oleh kondisi ekonomi. Begitu juga perempuan akan cenderung emosional daripada laki-laki saat berada di kondisi rasa takut, meski tidak semua terjadi pada perempuan.

Melihat Derita Perempuan

Melalui pembacaan buku dari Evelyn Red dan Dagun, kita bisa melihat ulang bahwa sebenarnya perempuan bukan makhluk lemah. Namun, perempuan telah dilemahkan oleh sistem sosial.

Pelemahan perempuan melalui sistem sosial, membuat saya menelisik perihal kisah-kisah kepedihan hidup perempuan. Buku pertama untuk melihat kisah kepedihan hidup perempuan adalah Dominasi Maskulin karya dari Pierre Bourdieu. Buku Dominasi Maskulin merupakan hasil penelitian lapangan Pierre Bourdieu di masyarakat Qubail.

Baca Juga  Nafas Panjang Pengasuhan

Masyarakat Qubail memperlakukan perempuan dengan ketidakbebasan melalui regulasi tradisi dan agama. Misalnya saja, perempuan Qubail tidak mempunyai otoritas saat  berhubungan badan dengan suaminya. Laki-laki menganggap dirinya lebih suci daripada perempuan, mengingat perempuan setiap bulannya mengalami menstruasi. Melalui asumsi laki-laki lebih suci, membuat laki-laki lebih mempunyai otoritas lebih saat berhubungan badan.

Penderitaan perempuan Qubail, juga terjadi oleh perempuan Indonesia. Saya membaca penderitaan perempuan Indonesia melalui karya novel dari Pramoedya Ananta Toer berjudul Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Novelnya mengisahkan kehidupan perempuan Indonesia berusia remaja yang menjadi budak dari tentara kolonial.

Para tentara kolonial melalui kuasanya memaksa para orang tua untuk menyerahkan anak perempuan remajanya. Di satu sisi, orang tua yang bekerja di instansi pemerintahan Belanda juga menjadi alat agar memaksa anak perempuan remajanya mengikuti kemauan tentara Belanda.  Para orang tua, terutama ayah yang lebih memilih jabatan, memaksa anak perempuannya untuk mengikuti perjalanan tentara Belanda.

Kepedihan perempuan berusia remaja pada masa kolonial, juga masih terjadi hingga sekarang. Teraktualisasikan melalui novel Damar Kambang karya Muna Masyari. Muna Masyari mengangkat kisah novelnya dari kehidupan perempuan Madura dengan tokoh bernama Cebbing.

Cebbing hidup dalam derita di bawah otoritas patriarki. Sehingga, dalam hal percintaan Chebbing tidak mempunyai pilihan. Lantaran, Cebbing sebagai perempuan, tidak mempunyai kuasa untuk menentukan tambatan hatinya. Semuanya harus mengikuti kemauan ayahnya.

Buku dan Perempuan

Dengan demikian, kehidupan perempuan masih terus mengalami belenggu, selama kita belum menyadari jika kehidupan perempuan masih menderita daripada laki-laki. Karenanya, alangkah baiknya kita bisa menggunakan buku untuk mengubah relasi kehidupan menjadi lebih baik.

Mengingat, membaca buku bukan sekadar aktivitas menuntaskan ratusan, bahkan ribuan kalimat. Lebih dari itu, dari aktivitas membaca akan membentuk perubahan terhadap pandangan dunia melalui transfer pengetahuan.

Baca Juga  Refleksi Keberagaman Ekspresi Kesalehan Perempuan dalam Buku "Muslimah Bukan Agen Moral"

Meski membaca buku dapat memberikan manfaat perubahan terhadap cara pandang pada perempuan, tetapi, kita harus mampu mengaktualisasikan kehidupan egaliter dan humanis terhadap perempuan dalam kehidupan. Melalui aktualiasasi di kehidupan, tidak mungkin ada lagi pendiskriminasian dan penyingkiran terhadap perempuan. Lantas, mampukah kita mengaktualisasikannya?

Bagikan
Post a Comment