Site icon Inspirasi Muslimah

Begini Cara Jadi Ayah Bunda Kekinian

ayah bunda

Kita tidak membimbing anak kita membaca doa sebelum tidur? Itu adalah stadium awal kegagalan kita menjadi orang tua. Kita tak pernah perhatian pada setiap aspek berkehidupan pada anak-anak? Sudah jelas itu masuk stadium lanjut kemiskinan nilai kita sebagai orang tua.

Gagal Kita Menjadi Orang Tua.

Mari evaluasi diri. Seberapa sering anak tertidur di depan TV (yang menyala) atau anak kelelahan bermain gadget lalu terlelap? Seberapa sering pula anak terlelap di pangkuan Ayah Bunda setelah dibimbing berdoa? Lebih-lebih anak-anak tidur lelap setelah dihantarkan dengan cerita inspirasi tokoh teladan atau dongeng penggugah jiwa Ananda menjelang tidurnya.

Jika ternyata ananda lebih sering kelelehan lalu terlelap tidur di depan TV atau penat lalu tidur sambil memegang gadget, berarti kita—orang tua—telah gagal menjadi orang tua.

Selain doa tidur, ajarkan juga doa yang lain. Doa sebelum makan, sebelum belajar, doa mandi, dan dan semacamnya. Sudah kita mengajarakan dan membimbing anak-anak kita wahai orangtua? Mari berbenah. Bersama-sama dan saling ingat-mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Sungguh yang nulis ini pun masih belajar. Ini hanya untuk saling mengingatkan kita semua.

Wahai Ayah Bunda, jangan abai dalam mendidik dan membimbing putra-putrinya. Bersusah payahlah demi anak. Demi masa depan gemilangnya. Orang tua mendidik anak tujuannya harus tingkat tinggi. Anak harus diproyeksikan menjadi manusia unggul dan posisinya beberapa langkah lebih gemilang dari kondisi orangtuanya saat ini. Bila proyeksi anak akan dibentuk sama dengan kita (orang tua) hari ini, atau kita memasang target minimal dalam mendidik anak, sudah gagal kita menjadi orang tua. Apalagi yang tak punya proyeksi apapun. Celakalah!

Anak harus jauh lebih baik dari kita orang tuanya. Lebih lembut hatinya, lebih cerdas, lebih luwes, lebih sabar, lebih taat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, lebih luas koneksi persahabatannya, lebih tinggi wawasannya, lebih banyak kebermanfaatannya untuk umat bangsa dan negara, serta keunggulan-keunggulan lainnya.

Mendidik anak kalau ala kadarnya akan terwujud masa depan anak yang ala kadarnya. Tapi bila mendidik dengan sepenuh jiwa, dengan luar biasa, maka anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia luar biasa pula. Kita harus menjadi uswatun hasanah, suri tauladan mulia pada anak-anak. Yang sehat hati dan sehat badannya setiap saat setiap hari. Selalu ceria dan selalu menginspirasi anak. Orang tua harus jadi panutan. Jadi idola anak. Adanya disayang tiadanya dirindukan.

Orang Tua Harus Mengajak Anak-anaknya Beribadah (BerTuhan).

Ajak mereka ke tempat ibadah. Ke masjid atau ke tempat ibadah lainnya sesuai agama kepercayaan masing-masing. Agama anak harus beres sejak dini dan sejak di rumah. Tunjukkan cara beriman dan bertaqwa kepada Tuhan. Bukan sebaliknya, menunjukkan kepada kemaksiatan.

Saya berpendapat, jika anak beres urusan agamanya pasti beres urusan lainnya. Mana mungkin orang selepas sembahyang bisa menyakiti orang lain? Keagamaan seseorang akan menunjukkan derajat tertinggi dalam hidupnya. Konsep agama sungguh mulia. Jika ia salah berbuat maka ia akan segera sadar, bertaubat (minta ampun), memperbaiki, dan tak akan mengulangi lagi.

Orang tua harus berlelah-lelah menjadi orang tua. Demi anak. Bukan demi lainnya. Kerahkan semua potensi kita demi mewujudkan generasi masa depan, anak yang gemilang.

Berbahgialah jika hidup kita lelah dan selalu sibuk untuk mendidik anak-anak kita. Itu tandanya kita memasuki fase keberhasilan kita menjadi orangtua panutan.
Saya yakin yang mendidik anak dengan cara-cara luar biasa akan menghasilakan anak generasi emas gemilang yang luar biasa.

Di akhir tulisan ini saya ingin mengutip istilah yang pernah disampaikan Plato. Bahwa orang yang ingin bergembira harus menyukai kelelahan akibat bekerja.
Nah, saya kira itulah model ayah bunda atau orangtua yang kekinian. Jangan mau jadi orangtua konvensional yang mendidik anak ala kadarnya. Alhasil. Pasti anak-anaknya tumbuh dan berkembang ala kadarnya.

Semoga berguna.

*

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Emma’ (ibu) saya di dusun yang dengan tangan lembutnya mendidik saya dan mengantarkan saya beberapa langkah dari beliau. Ibu saya yang hanya petani tak ingin menyaksikan putranyapun bertani atau hidup biasa saja bahkan melarat. Beliau senantiasa mengerahkan segenap jiwa raganya demi kami, demi saya agar bisa bersekolah tinggi dan mendapatkan hidup yang baik, dan hidup lebih baik dari beliau.
Alhamdulillah, proyeksi panjenengan berhasil, Ma’. Kini doakan kami, semoga kami menjadi orangtua amanah dan dapat mengantarkan anak-anak kami hidup jauh lebih baik dari kami. Aamiin…

Bagikan
Exit mobile version