f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
tumbuh kembang

Andai Orang Tua dan Guru Paham tentang Tumbuh Kembang Anak

Baru saja kita melewati peringatan Hari Anak Nasional, tanggal 23 Juli 2021. Di hari itu saya sempat merenung dan berpikir bahwa; ternyata selama ini kita telah banyak menyia-nyiakan asset Bangsa kita yang bernama anak-anak. Jutaan potensi manusia masa depan tersia-siakan karena satu hal, tidak paham tentang tumbuh kembang anak.

Pikiran saya berawal dari pesan whatsapp dari kawan semasa Aliyah yang tiba-tiba curhat tentang anaknya. Ia mengeluhkan tentang anaknya yang belum bisa membaca padahal sudah masuk di kelas 5 SD, dan semakin kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. “Tapi ia rajin ngaji dan bantu-bantu di rumah” imbuhnya.

Setelah baca WAnya, saya teringat sehari sebelumnya; saya posting tentang pentingnya deteksi dini pada disleksia, dan seorang teman FB kirim pesan curhat soal anaknya yang berusia 4 tahun. Ringkasnya, anaknya bicaranya banyak tapi sulit dipahami oleh orang lain, bahkan oleh ibunya sendiri. Komentar pada postingan saya itu juga datang dari seorang guru PAUD yang bercerita bahwa sebagian siswanya mengalami keterlambatan perkembangan. Bahkan tak sedikit yang kemandiriannya belum berkembang sesuai usianya.

Cerita di atas adalah sebagian kecil dari kisah-kisah yang saya terima dari orang tua dan guru. Kerap kali di ujung obrolan yang panjang, satu pertanyaan yang sering ditanyakan, “Lalu aku harus bagaimana, Mbak?”. Atau “Terus, solusinya bagaimana, Bu?”

*

Ya tentu saja menjawabnya tidak mudah dan memberi solusi pun tidak sesederhana yang kita bayangkan. Perlu banyak waktu untuk menyerap seluruh kisah perjalanan perkembangan anak dan apa saja yang telah dilakukan oleh orang tua, guru, atau profesional untuk anak tersebut. Pun, kerap kali diperlukan observasi yang memadai agar memiliki pemahaman yang lebih utuh. Saya mencoba untuk memahami posisi dan perasaan mereka, meski ada rasa “gelo” kenapa pertanyaan tersebut muncul ketika anaknya sudah tumbuh besar. Apapun situasinya, paling tidak orang tua sudah mulai membuka diri, mau bercerita dan menerima masukan.

Baca Juga  Menanamkan Nilai Tauhid pada Anak

Ketika ditanyakan apakah sudah pernah konsultasi ke dokter anak atau psikolog perkembangan, jawabannya pun variatif. Ada yang bilang sudah dan katanya bahwa anaknya normal atau baik-baik saja. Ada juga yang belum karena tidak tahu bahwa hal tersebut perlu dirujukkan ke ahli. Sebagian orang tua beranggapan bahwa menemui dokter anak itu ya ketika anaknya sakit atau pas mau imunisasi saja.

Ada juga yang bahkan tidak menyadari dan tidak mampu mengidentifikasi bahwa ada masalah perkembangan pada anaknya. Pada umumnya orang tua seperti ini tidak merasa perlu untuk memantau perkembangan anak dan peka terhadap keterlambatan; atau gangguan perkembangan yang mungkin muncul.

Pemerintah sebenarnya sudah menunjukkan upaya yang baik tentang hal ini meski pada praktiknya tidak semulus yang kita harapkan. Sejak hamil, ibu diberikan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk mencatat riwayat kehamilan; catatan kesehatan dan resiko kehamilan, persalinan, hingga tumbuh kembang anak hingga usia 5 tahun. Bahkan dilengkapi juga informasi tentang stimulasi, pemberian ASI, nutrisi penting untuk ibu dan anak, hingga catatan pemberian imunisasi. Namun distribusi buku KIA ini, menurut hasil riset Kementrian Kesehatan tahun 2013-2018 menunjukkan hanya sekitar 75% ibu hamil yang memiliki buku ini. Perlu digarisbawahi, memiliki buku tersebut belum tentu menggunakan dan mempraktekkan isi buku dengan baik ya.

*

Pada satu kesempatan, saya sengaja datang ke Posyandu di RW saya untuk ikut mengamati praktik pemantauan tumbuh kembang anak oleh kader Posyandu. Dari hasil observasi dan obrolan dengan para kader Posyandu; saya menyimpulkan bahwa tidak ada edukasi yang memadai soal stimulasi, deteksi dan intervensi dini. Tahapan tumbuh kembang anak tidak betul-betul rinci diperhatikan, padahal 1000 hari masa kehidupan awal bayi dari janin hingga usia 2 tahun adalah masa emas perkembangan. Keterlambatan dan gangguan perkembangan yang terdeteksi dan terintervensi dengan dini dan tepat di rentang usia ini akan memberikan dampak perbaikan yang sangat signifikan terhadap anak.

Baca Juga  Menjadikan Keluarga Sebagai Tempat Pulang yang Aman Bagi Anak

Dalam perkembangan anak, biasa dikenal dengan dua istilah yang sekilas hampir mirip maknanya, yakni stimulasi dan intervensi. Stimulasi adalah rangsangan yang diberikan kepada anak yang berada pada rentang perkembangan normal agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Sedangkan intervensi diberikan pada anak yang mengalami keterlambatan atau gangguan perkembangan, baik pada satu ataupun lebih area perkembangan.

Hal yang mestinya bisa diintervensi jauh-jauh hari, dibiarkan saja hingga akhirnya muncul banyak masalah yang semakin lama semakin kompleks dan sulit dikelola. Persoalan yang mula-mula hanya masalah tumbuh kembang, bisa tambah kompleks menjadi masalah akademik, perilaku, dan psikologis seiring dengan bertambahnya usia anak. Pun sebaliknya, banyak yang sebenarnya berpotensi memiliki kecerdasan istimewa tapi menjadi biasa saja karena tidak diberikan stimulasi memadai sesuai kebutuhan perkembangannya. Sayang sekali, bukan?

*

Belum lagi ketika kita bicara soal gangguan-gangguan perkembangan berbasis neurologis atau genetik yang kerap luput dari pengamatan awam. Pada kasus disleksia misalnya, tidaklah mudah mendeteksi di usia pra sekolah meskipun serangkaian tanda atau gejala sudah bisa teramati. Oleh karenanya, banyak orang tua dan guru bersikap santai-santai saja meskipun keterampilan-keterampilan area perkembangannya, yang dipakai sebagai basis penilaian, belum dikuasai dengan baik.

Mendengar keluh kesah curhatan orang tua tentang anaknya, berapapun usia anak tersebut, selalu ada riwayat perkembangan dan pengasuhan anak yang perlu didengar. Tak sedikit kisah-kisah pilu yang ternyata saling tali temali. Polemik rumah tangga, masalah ekonomi, masalah akses layanan ke profesional, dan kurangnya dukungan sosial menjadi penyulit pengasuhan anak. Di lain pihak, terdapat juga cerita lain di mana orang tua memiliki akses informasi, layanan, dan sumber daya yang baik; namun tidak menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami gangguan perkembangan dan harus segera rujuk ke ahli dan diintervensi dengan tepat.

Baca Juga  Helicopter Parenting dan Dampaknya bagi Anak

Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli diharapkan agar kita semakin peduli terhadap anak dan masa depannya. Peduli berarti memahami dan memiliki kesadaran dengan memberikan pengasuhan, pendidikan dan pemenuhan hak-hak perkembangannya dengan baik. Peduli juga secara bersama-sama saling mendukung perkembangan anak sebaik yang bisa dilakukan; bahkan sesederhana memberikan akses informasi yang tepat yang dibutuhkan orangtua dan guru. Pun secara kolektif kita bersama-sama bertanggungjawab membangun dan menjaga ekosistem yang sehat bagi perkembangan anak.

Momentum peringatan ini sebagai momentum refleksi bagi kita semua bahwa persoalan-persoalan bangsa adalah buah dari baik atau buruknya kita merawat aset berharga ini. Pada dasarnya tiap saat lahir dengan potensi yang bisa dicapai secara optimal untuk bekal masa depan. Tapi banyak yang tersia-siakan oleh karena lingkungan abai dan kurang perhatian. Andai setiap orang paham tentang tumbuh kembang anak, pasti banyak potensi terselamatkan.

Bagikan
Comments
Post a Comment