f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
politik dan sains

Menerawang Peran Terawan (1): Terawan Sebagai Menteri

Beberapa waktu lalu, jagad maya sempat digegerkan oleh unggahan video terbaru Narasi TV yang dibawakan oleh jurnalis kawakan Najwa Shihab. Video dengan judul “#MataNajwaMenantiTerawan” berdurasi 4 menit 21 detik itu segera menempati tren nomor satu nasional.

Publik, lagi-lagi memuji trik Najwa Shihab dalam mengakali penolakan bintang tamu dengan wawancara bersama kursi kosong, menempatkan Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto seakan-akan hadir dan duduk berhadapan dengan jurnalis 43 tahun itu. 

Meski menuai respons positif khalayak ramai dari berbagai kalangan, tidak dapat dipungkiri ada banyak pihak yang merasa terganggu.

Selang 8 hari sejak diunggahnya video tersebut ke kanal YouTube, Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu Silvia Devi Soembarto melaporkan Najwa Shihab ke Polda Metro Jaya pada Selasa, 6 Oktober 2020. Menurutnya, adegan wawancara “kursi kosong” tersebut merupakan bentuk cyber bullying. Silvia juga menyatakan pihaknya tergerak untuk melaporkan “tindak pelecehan” ini karena Menteri Terawan merupakan representasi Presiden Joko Widodo sebagai sosok yang mereka usung.

Meski pada akhirnya laporan Silvia ditolak polisi dan dirujuk ke Dewan Pers. Mengingat, tindakan Najwa Shihab sebagai seorang jurnalis dilindungi dalam UU Pers. Banyak masyarakat juga yang justru berterima kasih, lantaran merasa terwakili untuk mengeluhkan buruknya kebijakan elit nasional dalam menyikapi Covid-19 ini.

Mempertanyakan Peran Terawan

Kebijakan penanganan wabah pandemi Covid-19 sejak 2 Maret 2020 silam, sangat wajar jika kemudian masyarakat mulai mencemaskan ritme hidup selanjutnya yang diprediksi tidak akan sama seperti sebelumnya. Apa lagi menyangkut persoalan perekonomian.

Kementerian Kesehatan kemudian menjadi tumpuan harapan dalam menyelesaikan masalah mahagenting ini. Akan tetapi, khalayak kembali dikecewakan setelah sebelumnya, Menteri Kesehatan Terawan berkali-kali membuat pernyataan yang terkesan meremehkan Covid-19 sejak Februari 2020.

Baca Juga  Bukan Cuma Perempuan, Laki-Laki Juga Perlu Memperjuangkan Keadilan Gender Sejak dari Pikiran

Berbagai kabar menyebutkan, sikap Terawan justru menuduh pihak yang mempertanyakan belum terdeteksinya virus di Indonesia sebagai bentuk kurangnya syukur; menyalahkan masyarakat yang membeli masker dengan harga tinggi, padahal masker hanya diperlukan bagi orang yang sakit; Indonesia kebal Covid-19 dengan kekuatan doa; kini, setelah 6 bulan berselang di balik bayang-bayang virus mematikan, Terawan masih terkesan abai dan sulit ditemukan di muka publik.

Dalam video #MataNajwaMenantiTerawan, dirincikan “dosa-dosa Terawan” selama berlangsungnya pandemi dan diamini oleh segenap penonton. Seperti, Menteri Kesehatan yang menolak dilakukannya karantina wilayah sejak awal masuk virus ke Indonesia; penundaan pengadaan tes Covid-19 yang masih belum memenuhi target; rendahnya resapan anggaran kementerian; peraturan dan birokrasi Kemenkes yang berbelit-belit; tingginya angka kematian tenaga kesehatan (nakes) yang menunjukkan gagalnya Kemenkes dalam melindungi garda terakhir wabah pandemi; disparitas data pusat dan daerah yang memengaruhi penentuan kebijakan, hingga gedung Kemenkes yang justru menjadi cluster penyebaran virus terbesar di Jakarta.

Tidak terhitung banyaknya Presiden berkali-kali menyinggung kinerja Menteri Terawan. Bahkan, Najwa Shihab juga mengungkit pengunduran diri menteri kesehatan di berbagai negara karena merasa telah gagal melaksanakan tugasnya. Seperti yang terjadi di Selandia Baru, Ceko, Polandia, Brazil, Chili, Pakistan, dan Kanada.

Terlepas dari sepak terjang kariernya sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang masih nihil prestasi. Penanganan wabah di Indonesia yang bahkan tidak lebih baik dari negara-negara tersebut sudah cukup untuk mencuatkan pertanyaan yang tidak kalah gentingnya dengan bahaya virus: siapkah Terawan untuk mundur?

Terawan Sebagai Dokter

Meski pada akhirnya mengecewakan, tentu bukan tanpa sebab Presiden memilihnya untuk menjadi bagian dalam Kabinet Indonesia Maju. Hingga saat ini, jika menelusuri namanya di mesin pencarian, maka hasil yang akan muncul pertama kali adalah lampiran profil Letnan Jenderal TNI (Purn.) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad.(K) sebagai “Dokter”, bukan “Menteri Kesehatan Republik Indonesia”. 

Baca Juga  Tips Mengelola Keuangan ala Salman Al Farisi

Lahir di Yogyakarta pada 5 Agustus 1964, pria yang akrab disapa dr. Terawan ini menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan berhasil menyandang Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada 1990.

Selepas menyelesaikan studinya, ia beralih mengabdikan diri di TNI Angkatan Darat dan ditugaskan di berbagai daerah. Mulai Bali, Lombok, hingga terakhir di Jakarta.

Untuk memperdalam keilmuan, Terawan menempuh pendidikan S2 Spesialis Radiologi Intervensi di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Barulah pada 2013, menempuh pendidikan doktoral S3 di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Sebelum menjabat menteri, Terawan sudah lebih dulu malang-melintang dalam satuan Tim Dokter Kepresidenan RI pada 2009. Kepala RSPAD Gatot Subroto Puskesad juga pernah dijabatnya pada 2015-2019. Atas pengabdiannya, suami dari Ester Dahlia ini mendapatkan sejumlah penghargaan. Di antaranya penghargaan Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) dan dua rekor MURI sekaligus sebagai penemu terapi cuci otak dan penerapan program Digital Substraction Angiogram (DSA) terbanyak.

Selain itu, jabatannya sebagai ketua di berbagai organisasi kesehatan mulai dari Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, World International Committee of Military Medicine, dan ASEAN Association of Radiology semakin menunjukkan kapabilitasnya yang tidak main-main.

Meski sempat kontroversial lantaran temuan terapi cuci otak (brain washing) bagi penderita stroke yang dianggap melanggar etika kedokteran. Dan, mengakibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terpaksa mencabut izin praktiknya selama 12 bulan, boleh dibilang ini merupakan penemuan yang luar biasa. Metode penyembuhan yang telah teruji pada 40 ribu pasien tanpa kendala berarti ini kemudian diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’.

Bagikan
Post a Comment