f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
Ratu Balqis

Pembacaan Emansipatoris Kisah Perempuan dalam Al-Quran (II): Ratu Balqis

Keterlibatan perempuan di atas panggung sejarah umat manusia membuktikan bahwa mereka tidak diciptakan hanya untuk menjadi alat pemuas laki-laki. Kata Nabi Muhammad Saw., perempuan adalah saudara kandung laki-laki (an-nisā` syaqāiqu ar-rijāl).

Sebagai konsekuensinya, menurut Rasyid Ridha (w. 1935), perempuan dan laki-laki sama-sama punya kewajiban untuk beriman dan beramal saleh, serta punya tanggung jawab yang sama untuk mensyiarkan ajaran Islam. Menempatkan perempuan hanya sebagai alat pemuas laki-laki berarti mengingkari visi al-Quran tentang keadilan dan kesetaraan.

Di dalam al-Quran, Allah Swt. mengabadikan kisah hidup perempuan dengan cara yang beragam. Di satu sisi, al-Quran mengisahkan tindakan ceroboh dan bodoh perempuan karena menolak seruan iman dan moral dari para Nabi. Dan di sisi lain, al-Quran juga mengisahkan kebaikan, keunggulan, dan perjuangan spiritual perempuan.

Salah satu perempuan yang keunggulan pribadinya diabadikan dalam al-Quran adalah Ratu Saba. Tulisan ini akan mengulas kisah perempuan yang oleh Asma Lamrabet disebut sebagai “a democratic queen” itu.

Balqis, Pemimpin Perempuan

Kabar tentang megahnya kerajaan Saba terdengar di telinga Nabi Sulaiman dari burung Hud-hud. Dalam Q.s. an-Naml [27]: 23-24 disebutkan, selain menginformasikan adanya sebuah kerajaan besar di negeri Yaman. Hud-hud juga menyertakan keterangan bahwa Ratu Saba dan para pengikutnya adalah para penyembah matahari.

Untuk memastikan informasi tersebut, Nabi Sulaiman mengutus Hud-hud kembali ke kerajaan Saba dengan membawa sepucuk surat seruan iman sembari diam-diam mengamati respons mereka. Pengamatan Hud-hud menunjukkan bahwa perempuan bernama Balqis itu adalah seorang ratu yang adil dan terhormat. Karakter itu tecermin dari bagaimana ia memilih untuk merundingkan isi surat tersebut dengan para pembesar kerajaan Saba.

Menariknya, meski para pembesar kerajaan menyarankan untuk mengumandangkan perang, Ratu Balqis dengan kebijaksanaan dan kecerdasannya memilih jalur diplomatis demi keselamatan rakyatnya. Pada saat yang sama, dengan menawarkan hadiah, Ratu Balqis juga ingin melihat motif di balik seruan Nabi Sulaiman; apakah karena motif duniawi atau spiritualitas murni.

Baca Juga  Apakah Laki-Laki Dapat Terlibat dalam Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan?

Tindakan Ratu Balqis ini, menurut Lamrabet, membantah asumsi bahwa perempuan tidak dapat menjadi pemimpin karena dinilai terlalu sensitif dan kurang akal. Asumsi ini berkembang di berbagai kelompok masyarakat di seluruh dunia. Di internal umat Islam, asumsi itu disandarkan pada hadis yang menyebut bahwa suatu bangsa tidak akan meraih kejayaan jika dipimpin oleh perempuan.

Hadis tersebut sebenarnya punya 2 (dua) konteks utama. Pertama, konteks hadis tersebut adalah ketika bangsa Persia akan mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin. Kedua, konteks penuturan hadis tersebut oleh Abu Bakrah adalah ketika momen Perang Jamal antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan ‘Aisyah binti Abu Bakar. Dengan adanya konteks spesifik ini, menurut Lamrabet, hadis tersebut tidak dapat dijadikan dalil untuk membatasi apalagi melarang peran perempuan di sektor publik/politik.

Ironisnya, untuk mendelegitimasi kemampuan perempuan sebagai pemimpin, ada sebagian kalangan yang menyebarkan mitos bahwa Balqis merupakan keturunan jin. Mitos ini dibantah oleh al-Alusi (w. 1854) dengan menyatakan bahwa tidak ada satupun ayat al-Quran dan hadis sahih yang mengkonfirmasi hal tersebut.

Pernyataan Iman

Setelah menolak mentah-mentah hadiah yang diberikan oleh Ratu Balqis, putra Nabi Daud itu mendesak agar penguasa Saba itu segera datang kepadanya dengan berserah diri. Jika tidak, Nabi Sulaiman dan bala tentaranya akan meluluhlantakkan kerajaannya.

Singkat cerita, kedatangan Ratu Balqis di kerajaan Sulaiman disambut dengan rentetan fenomena menakjubkan. Akhirnya, setelah menyaksikan kuasa Ilahi di balik kehebatan Nabi Sulaiman, dengan penuh kesadaran Ratu Balqis memutuskan untuk menerima seruan sang Nabi untuk berserah diri kepada Allah Swt. Kata Ratu Balqis, “Rabbi innī ẓalamtu nafsī wa aslamtu ma’a sulaimāna lillāhi rabbil-‘ālamīn” (Q.s. an-Naml [27]: 44).

Baca Juga  Online Support Group bagi Ibu Muda Masa Kini

Ratu Balqis yang awalnya menyembah matahari kini menyadari bahwa sang penguasa alam semesta adalah Allah Swt. Pernyataan “islam” Ratu Balqis ini, dalam pandangan Lamrabet, adalah format otentik pengabdian makhluk kepada Sang Khaliq; bahwa keberislaman mesti dinyatakan dengan penuh kebebasan dan tanpa paksaan.

Al-Quran tidak mendedahkan kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis lebih lanjut. Meski begitu, sebagian orang meyakini bahwa Nabi Sulaiman memperistri Ratu Balqis. Lamrabet termasuk di antara orang yang meyakini kabar ini. Ia menyatakan, “No surpris here if these two beings have admiration for one another! Were they not both enamoured by the values of justice and probity? Was it not submission to the Creator of the world which brought them together?” (hlm. 35).

Bagikan
Post a Comment