f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
mapan pernikahan

Menakar Makna “Mapan” dalam Pernikahan

Pasangan mana yang tak ingin bisa mapan sebelum menikah? Sayangnya, kata “mapan” sering dimaknai sebatas kecukupan materi: memiliki biaya untuk menikah hingga menggelar acara resepsi atau, sedikit lebih jauh, memiliki pekerjaan dengan gaji yang cukup untuk menghidupi (setidaknya) dua tubuh.

Beberapa tahun yang lalu, kata “mapan” dalam pernikahan sering disandingkan dengan kata “rezeki” yang lebih mengarah dalam arti “uang”. Sehingga, sering muncul pertanyaan “mapan dulu atau menikah dulu?” atau “mapan sebelum menikah atau menikah agar cepat mapan (pintu rezeki lebih terbuka)?

Anjuran Menikah oleh Nabi Muhammad

Tercatat dalam banyak hadis bahwa Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa menikah adalah salah satu sunahnya. “an-nikaahu sunnatii (nikah adalah salah satu sunahku),” ucap beliau sebagaimana diriwayatkan oleh banyak periwayat hadis.

Sebagai salah satu sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi, beliau pun memberikan banyak nasehat terkait pernikahan. Salah satu nasehat beliau dalam hal ini adalah kemampuan. Beliau bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kamu yang mampu untuk menikah, hendak ia menikah. Dan barang siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa. Karena sesungguhnya puasa itu menjadi benteng baginya.”

Pada hadis di atas terlihat bagaimana istithaa’ah (kemampuan, kemapanan) menjadi syarat yang disebutkan Nabi Muhammad saw dalam hal pernikahan. Istithaa’ah juga disebutkan Nabi dalam ibadah haji, di mana sudah menjadi pengetahuan masyhur bahwa yang dimaksud “mampu” bukan hanya sebatas “materi”, tetapi juga “fisik”. Sehingga, tidak wajib melakukan haji bagi orang kaya namun sakit atau orang sehat namun tak memiliki duit yang cukup.

Baca Juga  Pernikahan; Sebuah Perjanjian Berat

Demikian halnya dalam pernikahan, “mapan” seharusnya tidak hanya bermakna “kecukupan materi”. Lebih dari itu, ada beberapa hal lainnya yang perlu dipersiapkan sebelum melaksanakan pernikahan.

Menimbang Cakupan “Mapan”

Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu makna mapan yang paling penting tentu saja berkaitan dengan materi (uang). Bukan hanya untuk mempersiapkan acara pernikahan, uang juga menjadi kebutuhan untuk menyambung hidup. Ibarat orang yang memutuskan membeli mobil, ia juga harus memiliki kesiapan selanjutnya: punya uang untuk servis, bayar pajak tahunan, atau hal lainnya.

Bagi mereka yang belum memiliki cukup uang untuk menikah, berhutang atau mengambil pinjaman (apalagi berbunga) tentunya bukan solusi. Jika pembaca ingin contoh nyata bagaimana hutang bukan solusi untuk melaksanakan pernikahan, silakan baca kisah ini.

Makna mapan selanjutnya berkaitan dengan tubuh (fisik) pasangan. Penulis pernah bertanya kepada salah satu penyuluh KB tentang mengapa menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) usia menikah yang ideal adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.

Dia menjelaskan bahwa dua usia di atas adalah batas akhir di mana fisik seseorang dapat tumbuh. Fisik akan berhenti tumbuh pada usia 21 tahun (bagi perempuan) dan 25 tahun (bagi laki-laki). Ini berarti bahwa di kedua usia tersebut, tubuh seseorang dapat dikatakan matang menurut ilmu kesehatan.

Usia 25 tahun bagi laki-laki juga dapat dikatakan sebagai usia matang dalam hal psikologi. Pada usia ini juga Nabi Muhammad saw melakukan pernikahannya yang pertama dengan Sayyidah Khadijah. Saat melakukan pernikahannya yang pertama, Nabi Muhammad berada dalam kondisi mapan secara fisik, psikologi, serta finansial (silakan baca tulisan teman saya di sini).

Baca Juga  Refleksi Konsep Kufu’ dalam Pernikahan

Kurangnya kematangan secara psikologi dapat berdampak buruk bagi rumah tangga. Sikap tak sabaran dan pemarah dalam diri seorang suami, misalnya, dapat mendorong dia untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Pun halnya dengan istri yang masih bersikap kekanakan dapat menjadikan anaknya sebagai sasaran pelampiasan amarah.

Selain ketiga hal di atas, pengetahuan akan hal-hal yang mendukung tercapainya keluarga sakinah juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Tidak hanya ilmu agama terkait berkeluarga, ilmu ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya juga perlu dipelajari.

Jika anda masih berbelanja lebih banyak daripada pemasukan atau belum mengenal istilah “periode emas 1000 hari pertama anak”, sebaiknya Rahmania belajar ilmu ekonomi dan ilmu kesehatan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pernikahan.

Undang-Undang Pernikahan dalam Membantu “Kemapanan”

Agar dapat membentuk keluarga yang harmonis, negara berperan dalam aturan pernikahan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, baik bagi laki-laki mau pun perempuan.

Adanya perubahan Undang-Undang ini (setelah berjalan lebih dari 40 tahun) menunjukkan bagaimana pemerintah Indonesia ingin agar pernikahan warganya tidak hanya menghasilkan keluarga yang bahagia, tetapi juga sehat.

Kenaikan batas usia minimal bagi perempuan (dari 16 menjadi 19 tahun) harapannya mampu menjadi pintu utama sehatnya generasi muda yang akan lahir. Ini juga sejalan dengan usia aman untuk melahirkan, yaitu di antara usia 20-35 tahun.

Dalam salah satu penelitian, disebutkan bahwa ada hubungan signifikan antara ibu yang menikah di bawah usia 19 tahun dengan terjadinya stunting (nah, jika anda belum tau apa itu stunting, anda sebaiknya belajar terlebih dahulu). Dari 32 bayi yang dilahirkan ibu yang menikah di bawah usia 19 tahun, 24 anak mengalami stunting (atau sebanyak 75%).

Baca Juga  Menciptakan Kesetaraan dalam Perkawinan

Karena pentingnya pernikahan sebagai pintu masuk utama dalam melahirkan generasi bangsa, maka Pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu isu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Nah, untuk mambantu tercapainya tujuan dalam pernikahan, maka “kemapanan” merupakan faktor wajib yang harus dipenuhi. Mapan secara finansial, fisik, psikologi, serta pengetahuan.

Bagikan
Post a Comment