f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
perempuan

Menjadi Perempuan Karir dan Menjaga Keharmonisan Keluarga Secara Bersamaan

Dalam realita kehidupan tak semua orang bisa beruntung mempunyai keluarga yang lengkap. Memiliki suami pekerja yang bisa mencukupi kebutuhan keluarganya misalnya. Atau memiliki keluarga yang kaya sehingga dapat mencukupi setiap kebutuhan harian. Banyak kita temukan di luar sana para perempuan menjadi tulang punggung keluarga. Sebuah potret kehidupan seperti ini tidak ada salahnya, sebab mencari nafkah termasuk ibadah, baik oleh suami maupun istri. Karena keduanya memiliki peran yang sama. Baik itu dalam mengurus rumah tangga maupun mencari nafkah.

Ketika perempuan berada di posisi sebagai tulang punggung keluarga maka wajib hukumnya untuk bekerja. Perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama dalam menempati ruang publik, tanpa adanya diskriminasi dari orang-orang di sekitarnya. Lantas bagaimana caranya agar perempuan yang bekerja di luar rumah sekaligus bisa mengurus keluarga dengan baik?

Menjawab pertayaan tersebut, Founder Kajian Fiqih Perempuan AIS Nusantara, Ning Dhomirotul Firdaus mengambil data dari Sirah Nabawiyah. Bahwa sejak zaman Rasulullah Saw. perempuan karir itu sudah ada, seperti contoh Siti Khadtijah Ra. Beliau terkenal sebagai perempuan pembisnis yang sukses serta terus melanjutkan bisnisnya meskipun sudah menjadi istri Rasulullah Saw. Bahkan hasil bisnisnya ini ia gunakan untuk biaya dakwah Rasulullah Saw. Siti Khadtijah Ra. sendiri pernah berkata, “Wahai Rasulullah, apabila engkau sedang dalam keadaan dakwah kemudian engkau mendapati perahu untuk mengarungi lautan sedang aku telah tiada, maka galilah kuburku dan jadikanlah tulang-tulangku sebagai perahu untukmu berlayar.”

Perempuan pada zaman Nabi Muhammad Saw. bukan sekedar menjadi ibu rumah tangga yang hanya mengerjakan tugas-tugas domestik. Tetapi mereka turut berjuang untuk menegakkan agama sekaligus melindungi keluarganya. Bahkan ada yang menjadi pencari nafkah tunggal di dalam keluarganya, seperti Roidhoh, istri sahabat Abdullah bin Mas’ud, dan Asyifah yang pernah Khalifah Umar bin Khaththab angkat menjadi kepala pasar di Madinah.

Baca Juga  Memaknai Kembali Kesucian Perempuan dalam Novel The Holy Woman Karya Qaisra Shahraz

“Jadi, jika kita bisa melihat data sejarah ini, bahwa Islam memang memperbolehkan perempuan untuk bekerja di luar rumah meskipun sudah memiliki keluarga. Bahkan bisa dihukumi wajib jika ia sebagai pencari nafkah tunggal di dalam keluarganya. Tetapi tentu saja ada beberapa tuntutan yang perlu dipegang serta dijalankannya, agar tercipta hubungan harmonis di dalam keluarga.” Tulis Ning Firda di dalam Highlight Story IG pribadinya.

Perempuan lulusan Pondok Pesantren Putri Tahfidzil Qur’an (P3TQ) Lirboyo ini juga memberikan beberapa tips bagi suami-istri yang menjalani peran bekerja di luar rumah, agar selalu tercipta hubungan yang harmonis di dalam keluarganya.

Pertama, yaitu soal pola komunikasi dan bekerjasama antara suami dan istri dalam amar ma’ruf dan nahi munkar. Artinya, pola komunikasi menjadi hal yang utama dan penting di dalam rumah tangga. Seperti berkomunikasi dalam rangka pembagian tugas di dalam ranah domestik, kerena keduanya sama-sama bekerja di luar rumah. Maka pekerjaan domestik pun harus dilakukan bersama-sama sesuai kesepakatan kedua pasangan.

Pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab suami istri. Bukan menjadi suatu fitrah bagi perempuan yang harus menjalankan peran tersebut. Karena fitrah perempuan itu ada lima yang disesuaikan berdasarkan pengalaman biologisnya, sepeti menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.

Kedua, laki-laki dan perempuan ketika bekerja di luar maupun di dalam rumah juga perlu menjaga diri ketika pasangannya tidak berada di sampingnya. Perintah ghaddul bashar harus lebih kita realisasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Ghaddul bashar bukan berarti ghaddul ‘uyun yang diartikan tidak mamu melihat sekitar tidak mau berinteraksi dengan lawan jenis. Namun ghaddul bashar harus kita artikan hifdzul furuj atau menahan diri agar tidak mengaggap lawan jenis bagian dari makhluk seksual. Tetapi memandang lawan jenis sebagai makhluk sosial, makhluk intelektual, dan makhluk yang memiliki akal budi.

Baca Juga  Menyusupi Kubangan Perbedaan Menuju Kemaslahatan Pernikahan

Ketiga, suami-istri yang bekerja di luar ketika kembali ke rumah, tidak boleh melupakan tugasnya sebagai orang tua maupun sebagai suami atau istri. Misal dalam pengasuhan anak, ketika sudah ada baby sister atau pengasuh anak, maka kedua orang tua harus tetap berperan dalam mendidik anak-anaknya.

Bagikan
Post a Comment