f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
stunting

Simplifikasi Penanganan Stunting ala Bu Mega: Perempuan Harus Bisa Masak

Belum hilang sakit hati kaum perempuan setelah pernyataan Mantan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri saat kelangkaan minyak goreng, kini Bu Mega kembali mengeluarkan pernyataan soal keharusan perempuan bisa memasak untuk pencegahan stunting. Pernyataan tersebut dilontarkan saat Kick Off Kolaborasi Percepatan Penurunan Stunting dan Peluncuran buku ‘Resep Makanan Baduta dan Ibu Hamil untuk Generasi Emas Indonesia’ di Jakarta, Senin (8/8/2022).

Stunting yang dimaksud oleh Bu Mega adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat akumulasi dari ketidak cukupan gizi yang berlangsung sejak masa kehamilan hingga usia 24 bulan. Kondisi ini dapat terlihat saat usia anak mencapai dua tahun. Kondisi stunting dilihat dari usia balita dengan Panjang badan dan tinggi badan menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO.

Stunting masih menjadi masalah gizi dan Kesehatan bagi anak-anak di Indonesia. Menurut Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, angka stunting di Indonesia tahun 2022 mencapai 24,4% dan ada 4,8 juta ibu hamil dan melahirkan. Hampir 1,2 juta stunting lahir tiap tahun apabila tidak dilakukan intervensi apapun (Tribunnews.com, 10 Agustus 2022).

Menanggapi pernyataan mantan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, pencegahan dan penurunan angka stunting disimplifikasi dengan kewajiban perempuan untuk memasak makanan bergizi di rumah. Pernyataan tersebut adalah bentuk domestifikasi dan stigma bahwa “perempuan harus bisa masak” dan bahwa penanganan stunting hanya menjadi tanggung jawab perempuan sebagai ibu di dalam keluarga. Padahal apabila diurai, banyak faktor penyebab tingginya angka stunting di Indonesia. Tentu tidak hanya sekadar menghakimi perempuan untuk bisa masak makanan bergizi bagi anaknya.

Faktor kesenjangan menjadi salah satu penyebab tingginya angka stunting di Indonesia. Kesenjangan ini berupa kesenjangan pembangunan di sektor kesehatan terutama dalam penanggulangan stunting. Misalnya, rerata angka stunting di Provinsi DKI Jakarta 16,8% sedangkan di Nusa Tenggara Timur (NTT) angka stunting tercatat sebanyak 37,8%. Tentu kesenjangan pembangunan Kesehatan di kedua provinsi tersebut menjadi salah satu faktor eksternal penanganan stunting.

Baca Juga  Laki-Laki Memiliki Andil Menekan Stunting

Kesenjangan lainnya adalah soal akses pendidikan dan ekonomi bagi orang tua. Kesenjangan ini bermuara ke arah buta literasi kesehatan anak. Apabila tiap orang tua sudah mendapatkan literasi tentang kesehatan anak, masalah selanjutnya adalah akses terhadap nutrisi anak. Di Indonesia, tidak semua keluarga memiliki daya beli yang tinggi untuk memenuhi gizi anak. Untuk mengurangi kendala ini, pemerintah kemudian mengeluarkan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang disalurkan melalui posyandu di tingkat desa dan puskesmas di masing-masing kecamatan.

Stunting dan Kesetaraan Gender dalam Keluarga

Salah satu aspek penting dalam menangani stunting adalah meningkatkan kesetaraan gender dalam keluarga. Sebagaimana diketahui kondisi stunting dimulai saat bayi masih berada di dalam kandungan perempuan. Artinya, kondisi stunting berhubungan dengan kondisi ibu saat hamil. Ibu hamil perlu memperhatikan kesehatannya dan mendapatkan gizi seimbang selama ia dalam fase kehamilan.

Selain itu, ibu hamil juga perlu melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Kemudian saat ibu akan melakukan persalinan, harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Ibu juga perlu mendapat makanan bergizi setelah melahirkan, mendapat kesempatan untuk beristirahat dalam masa pemulihan setelah melahirkan dan dukungan dari keluarga untuk memberikan ASI bagi bayinya dan pemberian makanan tambahan sesuai usia bayi.

Akan tetapi, kondisi ideal tersebut tidak selamanya terjadi pada kasus perempuan di Indonesia. Faktanya, ibu hamil tidak mendapatkan nutrisi dan gizi yang baik. Selain kembali ke faktor minimnya ekonomi, terkadang secara kultur, perempuan sering makan terakhir dan mendapat jatah makan seadanya. Hal ini karena makanan terbaik yang mereka masak diperuntukkan bagi anggota keluarga laki-laki di rumah. Inilah yang kemudian menyebabkan ibu hamil rentan mengalami kekurangan gizi dan anemia, padahal anemia adalah gejala awal terjadinya stunting pada anak.   

Baca Juga  Dilema Akan Romantisme Hubungan

Kondisi kesehatan yang prima dibutuhkan oleh ibu hamil dengan meluangkan waktu untuk beristirahat. Akan tetapi, karena beban kerja domestik, masih banyak terlihat ibu hamil yang bekerja lebih dari jam kerja seharusnya. Selain harus menyelesaikan pekerjaan di luar rumah, bagi ibu pekerja, ibu hamil juga masih harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang didelegasikan kepada kaum perempuan. Kondisi ini tentu mengurangi jam istirahat bagi ibu hamil.

Lalu setelah melahirkan, apakah ibu akan menjadi ratu dengan banyaknya pelayan yang membantunya? Tentu tidak semua ibu mempunyai keistimewaan tersebut. Masih banyak terjadi setelah melahirkan ibu-ibu tetap harus bekerja, terutama pekerjaan domestik seperti mencuci popok bayi yang baru lahir ataupun memasak makanan bagi keluarganya. Belum lagi mitos yang beredar bahwa ibu melahirkan dilarang banyak tidur karena bisa menurunkan kadar darah putih di tubuhnya. Hal ini kadangkala menjadi pembenaran bagi ibu untuk tetap bergerak sesaat setelah melahirkan.

Ibu juga perlu mendapatkan makanan bergizi setelah melahirkan agar kesehatannya dapat segera pulih dan dapat memberikan ASI kepada anaknya. Namun, banyak mitos soal makanan yang melarang ibu untuk makan jenis makanan tertentu yang kemudian menghambat pemulihan kesehatannya. Bagi ibu yang berada dalam kondisi Kesehatan yang mampu, mereka juga memberikan ASI bagi bayinya. Saat memberikan ASI tidak sekadar proses menyodorkan payudara untuk dihisap sang anak. Ada faktor-faktor eksternal yang mendukung kelancaran proses pemberian ASI pada anak. Keluarga menjadi daya dukung terdekat bagi ibu pada fase ini. Belum lagi apabila karena kondisi tertentu ibu tidak dapat memberikan ASI pada anaknya, tentu menjadi catatan tersendiri bagi penurunan angka stunting.

Melihat dari faktor-faktor tersebut kesetaraan gender berpengaruh penting dalam menurunkan angka stunting di keluarga. Bahwa peran pemenuhan gizi dan nutrisi bagi anak tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan.

Baca Juga  Islam dan Pencegahan Stunting

Jadi, daripada menyalahkan perempuan karena tidak bisa masak, lebih baik Ibu Mega memberikan saran kepada kaum bapak dan kaum ibu bahwa setiap keluarga perlu membangun cara pandang yang setara terkait pengambilan keputusan atas akses gizi dan kesehatan. Kemudian, pola pengasuhan yang membutuhkan keterlibatan peran laki-laki, dan partisipasi yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam isu kesehatan reproduksi. Semua hal tersebut dilakukan di dalam unit terkecil, yaitu di keluarga. Salam dari saya, perempuan yang tidak bisa masak, untuk Bu Mega.

Bagikan
Comments
  • Dewiina

    Bunda auuul… luas banget sudut pandang penjabarannya 🥹 ngga cuma secara medis aja tapi juga culture & mitos yg beredar di masyarakatpun ikut di sertakan..
    sukses selalu bunda auuul..
    semangat untuk semua ibu di dunia 🫶🏻

    Agustus 13, 2022
Post a Comment