f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kasus kekerasan seksual

Catatan Awal Tahun: Menolak Lupa Indonesia Darurat Kekerasan Seksual

Pada awal tahun ini, tentu kita mempunyai cita-cita dan harapan di 365 hari berikutnya. Tahun baru, harapan baru, seharusnya begitu. Terlebih sampai di tahun 2021, pandemi belum juga usai, yang mau tidak mau menggembur kesehatan jasmani kita. Namun ternyata tidak hanya itu, masyarakat Indonesia juga terkoyak kesehatan mentalnya dengan banyaknya berita yang berseliweran di timeline sosial media; yang memberitakan mengenai kekerasan seksual, baik dalam bentuk pelecehan bahkan sampai pembunuhan. Catatan awal tahun ini mencoba merangkum beberapa fenomena kekerasan seksual di Indonesia untuk kita jadikan bahan refleksi dan untuk terus mendorong kebijakan-kebijakan yang bisa menuntaskan kekerasan seksual di Indonesia ini.

Sepanjang tahun 2021, ada banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi, bahkan beberapa viral dan menuai banyak kontroversi. Layaknya fenomena gunung es, begitulah fenomena kekerasan seksual di Indonesia yang satu persatu mulai muncul di permukaan. Bahkan tidak heran jika Indonesia menjadi negara yang tidak ramah perempuan. Hal itu karena kasus-kasus pelecehan bahkan kekerasan seksual terjadi di tempat yang selama ini terlihat aman bagi perempuan, seperti di kampus ataupun pondok pesantren.

Menurut data Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dari Januari sampai November 2021 mencapai 8.800 kasus. Tentu kasus yang terdata hanyalah yang terlihat, dan tentu masih banyak kasus-kasus di luar sana yang belum terekspos. CATAHU Komnas Perempuan mengungkapkan pelaku kekerasan seksual ini justru berprofesi sebagai pendidik, yaitu guru, guru ngaji/ustad, tokoh agama dan dosen. Hal ini karena adanya relasi kuasa antara korban dan pelaku. Korbannya beragam dari yang masih balita sampai nenek-nenek. Tentu hal ini membuktikan bahwa perempuan dari segala usia sedang tidak aman dan bisa menjadi korban kekerasan seksual.

Baca Juga  Berdamai dengan New Normal adalah Tergesa-gesa

Salah satu kasus kekerasan seksual yang menjadi sorotan di tahun 2021 adalah kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi. Hal itu karena peraturan menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi disahkan. Dengan adanya peraturan ini akhirnya banyak korban yang berani bersuara dan membuka kasus kekerasan seksual yang selama ini terkesan aib dan harus ditutupi. Ketika kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi menjadi viral, mayoritas korban adalah mahasiswa dan pelakunya adalah dosen dari berbagai universitas.

Tidak sampai di situ; menuju akhir tahun 2021, masyarakat Indonesia juga dikejutkan dengan kekerasan seksual di pondok pesantren yang terjadi sejak 2016. Pondok Pesantren yang selama ini dipandang bisa menjadi tempat yang aman bagi perempuan, ternyata malah memberikan ruang yang tidak aman. Kasus ini tentu menjadi pukulan keras bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.

Beberapa kasus di atas memperlihatkan bahwa kasus kekerasan seksual tidak disuarakan karena banyak faktor. Salahsatunya adalah adanya relasi kuasa antara korban dan pelaku. Korban yang mayoritas perempuan mempunyai trauma yang akhirnya membuat korban tidak berani bersuara. Namun tidak hanya itu, kekerasan seksual yang terjadi selama ini juga terbentur proses hukum yang tidak memihak kepada korban. Seperti pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga lagi, begitulah kondisi korban kekerasan seksual di Indonesia.

Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tak kunjung disahkan, padahal menjadi harapan bagi korban kekerasan seksual untuk mendapat perlindungan dan keadilan. Pengusul RUU ini adalah Komnas Perempuan bersama Jaringan Masyarakat Sipil dan Forum pengada layanan sejak tahun 2012 dan masuk dalam Prolegnas DPR RI pada Januari 2016. Karena terus menjadi perdebatan, naskah ini tersendat di DPR RI periode 2014-2019. RUU tersebut kemudian diusulkan kembali kepada DPR RI periode berikutnya.

Baca Juga  Tersenyumlah Kalian di Sana yang Tumbang di Tangan Orang Tua Sendiri

Sayangnya, karena perbedaan sudut pandang dan kepentingan politik; RUU ini belum kunjung disahkan sebagai RUU inisiatif DPR RI hingga sekarang. Padahal kenaikan kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia cukup membuktikan bahwa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang selama ini 9 tahun didesakkan harus juga disahkan dengan segera.

Terakhir, stigma sosial yang masih memperlihatkan adanya budaya patriarki di masyarakat, membuat korban semakin memendam apa yang ia alami selama ini. Bahkan ketika ada korban yang bersuara pun, masyarakat malah abai dan tidak memberikan ruang aman bagi korban untuk bersuara. Padahal sudah banyak korban yang ada di sekitar kita; namun kenapa kita selalu menyalahkan korban dan tidak memperlakukan pelaku layaknya pelaku kejahatan?

Bagikan
Post a Comment