f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
mencuri

Anakku Butuh Makan dan Kuota

Jam istirahat siang ini giliranku menjaga showroom butik sendiri. Rini, temanku, sedang isoman. Mas Dian, desainer dan pemilik butik, sedang ada di luar. Sedangkan Mas Andre, manager pemasaran, dan Santi sedang istirahat dan makan siang.

Pekerjaanku di butik ini sebagai kasir merangkap tenaga administrasi. Rini dan Santi bertugas sebagai customer service. Showroom harus tetap dijaga, oleh karena itu, kami berempat, bergantian untuk beristirahat.

Ketika sedang mencetak daftar pelanggan, seorang wanita awal tiga puluhan masuk. 

“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu,” sapaku sesuai dengan standard pelayanan yang ditetapkan oleh pemilik butik.

Anehnya, mata wanita itu memindai seluruh isi showroom. Tidak seperti tamu lain yang akan melihat-lihat kebaya koleksi butik. Sekilas wanita itu melihat label harga kebaya dan etalase tempat memajang asesoris. Meja kerjaku yang ada laptop juga tidak luput dari pantauannya.

“Ibu mau beli kebaya siap pakai atau mau membuat kebaya baru.” Aku berusaha menarik perhatiannya.

“Mbak, di sini karyawannya ada berapa?” Akhirnya dia membuka suara.

Aneh, pikirku. Untuk apa bertanya tentang jumlah pekerja di sini. Di saat dia memperhatikan pintu menuju ruang pruduksi, aku menulis pesan di grup WA butik.

[Gaes, ada tamu mencurigakan di depan]

“Mbak, siapa saja yang bekerja di sini?” Tanyanya kembali karena aku tidak juga menjawab pertanyaan sebelumnya 

“Maaf, Ibu dari dinas mana ya? Dinas ketenagakerjaan, pajak atau BPJS.” Aku berusaha tenang.

“Masa harus dari kantor-kantor itu untuk tahu pekerja di sini,” ketusnya.

“Untuk keperluan apa ibu bertanya tentang pekerja di sini.”

“Saya ingin bertemu dengan salah satunya.”

“Sebutkan saja nama pekerja yang ingin ibu temui.” Aku masih berusaha sabar. Terdengar berkali-kali bunyi notifikasi di ponselku yang ada di kantong seragam kerja. Mungkin respon dari teman yang sudah membaca pesanku tadi.

Baca Juga  Rida Orang Tuamu, Mudahkan Urusanmu

“Tolong, mbak ke dalam panggil salah satu pekerja di sini,” ujarnya ngotot menyuruhku masuk dan memanggil pekerja. 

Semakin mencurigakan saja. Ketika melihat mesin printer sudah selesai mencetak, aku pun meraih gagang interkom.

“Mbak manager produksi ke depan, ambil daftar jadwal fitting pelanggan ya.”

Wanita di depanku terlihat bingung, saat mengetahui ada interkom untuk komunikasi. Tidak harus meninggalkan ruangan untuk memanggil pekerja yang lain.

Dia meminta ijin untuk ke toilet. Aku pun mengantarnya masuk. Dia bersikeras meminta ditunjukkan saja tempatnya tidak perlu diantar. Namun, aku tetap mengantarnya hingga masuk ke toilet. Selama dia di dalam, aku menunggu di ambang pintu pintu penghubung dengan showroom. 

***

Ada rasa lega, ketika melihat Mas Andre dan empat teman kerja laki-laki masuk. Mereka menanyakan keberadaan tamu yang kujawab dengan menunjuk toilet karena belum tahu apa maksud tamu itu, Mas Andre mengatur siasat.

Setelah agak lama, wanita itu akhirnya keluar. Wajahnya terlihat gugup saat melihat ada beberapa teman di ruang depan toilet. Ada yang memegang gunting, seterika dan obeng. Aku segera mengajak wanita itu ke depan. 

Wanita itu semakin gugup kala mendapati ada Mas Andre dan Santi duduk di kursi meja kerjanya.

“Ada yang bisa kami bantu, Bu,” ucap  Mas Andre. Wanita itu semakin gugup dan tidak segera menjawab.

Terlihat dari dinding kaca, mobil Bu Ajeng, seorang perias pengantin pelanggan butik ini, masuk ke parkiran butik. Sebelum mereka keluar dari mobil, Pak Bowo, penjaga parkir, seperti sedang berbicara kepada Bu Ajeng.

Bu Ajeng dan asistennya segera masuk ke butik setelah selesai bicara dengan Pak Bowo. Sementara wanita aneh ini sedang berhadapan dengan Mas Andre. Di belakang ada teman-teman yang siap dengan gunting dan seterika di tangannya.

Baca Juga  Pendidikan Interaktif Orang Dewasa pada Anak-anak

“Bu, itu wanita yang mengambil laptop dan hp di salon tempo hari,” tunjuk asisten Bu Ajeng. Begitu masuk ruangan dan melihat wanita itu 

Wanita itu berusaha mengelak dan mencoba untuk pergi. Namun, dari luar, empat operator bordir yang semuanya laki-laki, menghalangi pintu. Di luar juga tampak ketua RW, yang pensiunan polisi.

Setelah yakin, wanita itu pencuri di salon Bu Ajeng, Pak RW akan membawanya ke kantor polisi. Wanita itu akan di bawa ke Polsek tempat salon Bu Ajeng berada. 

***

Di luar butik, ternyata sudah berkumpul banyak orang.  Pak RT pun ada di antaranya. Mereka ingin tahu apa yang terjadi. 

“Cik, itu wanita yang mengambil tabung gas, kemaren,” teriak ART toko bahan bangunan yang tidak jauh dari butik.

“Kamu yakin, War?” Pak RT dan Tacik, majikan Mbak War, kompak bersuara.

Mbak War bersumpah, yakin akan wanita yang diringkus itu, telah mengambil tabung gas. Mbak War menceritakan kronologi bagaimana kejadiannya.

Modusnya sama seperti di dalam butik tadi. Wanita itu bertanya jumlah pekerja, dan mau bertemu dengan salah satunya. Mbak War, yang waktu itu hendak membeli gas, dengan polos mengikuti kemauan wanita itu. Masuk ke tempat para pekerja sedang beristirahat.

Tidak sampai lima menit, Mbak War berada di dalam. Ketika kembali ke depan, tabung gas sudah raib bersama wanita itu. Beruntung, motor maticnya tidak sekalian dibawa. Sebelum Mbak War masuk, dompet dan kunci kontak motor, dia bawa.

Pak RW memutuskan membawa wanita itu ke Polsek terdekat. Berdasarkan laporan dari Mbak War. Aku serta Bu Ajeng dan asistennya juga turut ke kantor Polsek sebagai saksi. Mengenai pencurian di salon Bu Ajeng yang beda wilayah, biar dikoordinasikan dengan pihak Polsek.

Baca Juga  Maraknya Tiger Parenting Pada Anak di Masa Pandemi

Di ruang pemeriksaan, wanita itu mengakui perbuatannya. Sambil tersedu-sedu, dia berucap, “anakku butuh makan dan beli kuota untuk sekolah.”

Entah benar atau akting saja. Wanita itu terpaksa mencuri karena karaoke tempatnya bekerja ditutup selama pandemi covid. Dia harus menghidupi dua anaknya yang saat ini diasuh oleh kakek nenek di kampung.

Wanita itu berasal dari kabupaten yang berjarak empat jam perjalanan dari sini. Untuk mencari nafkah, setelah sang suami meninggalkannya demi wanita yang lebih kaya. Suaminya tidak memberi nafkah untuk kedua anak mereka.

Masih dengan tangisannya, wanita itu berucap; “Saya terpaksa mencuri, karena tidak tahu lagi bagaimana mendapatkan uang untuk menghidupi anak-anak saya.”

***

Ada rasa iba di hati mendengar pengakuan wanita itu. Pandemi covid telah memporak porandakan perekonomian. Serta membutakan mata hati sebagian kecil orang. Mengabaikan hati nurani untuk tetap bisa bertahan hidup. Termasuk dengan mencuri.

Dalam perjalanan kembali ke tempat kerjaku, ada doa di hati, semoga pandemi segera berlalu dan ekonomi kembali pulih. Tidak ada lagi kata terpaksa mencuri, karena anak butuh makan.

Bagikan
Post a Comment