f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
toxic positivity

Semangat Berkedok Toxic Positivity

Kata toxic positivity saat ini menjadi topik pembahasan yang menarik dan mungkin sering kita praktikkan dalam ucapan sehari-hari saat sadar maupun tidak. Lalu apa sih sebenarnya toxic positivity itu? Toxic positivity yaitu saat seseorang menuntut orang lain atau diri sendiri yang sedang dalam masalah untuk melihat dari sisi positif; tanpa memikirkan dan memberi kesempatan untuk meluapkan perasaannya.

Kadangkala saat kita mempunyai masalah, untuk menyelesaikannya perlu dukungan dari orang sekitar kita, tapi mereka belum tentu mengerti keadaan kita. Seperti saat kita bercerita kemudian mereka memberikan tanggapan, “Udah nggak apa-apa, masih mending kok dari pada….” Nah, tanggapan demikian yang seperti membandingkan nasib membuat kita dipaksa untuk tidak boleh merasa down apapun yang terjadi, padahal setiap orang memiliki masalah yang berbeda. Ada lagi saat ingin menyemangati diri kita sendiri contohnya seperti sedang ambisius belajar kata “yuk bisa yuk, semangat” itu mungkin dimaksudkan untuk memberi semangat saat belajar setiap waktu agar kita merasa pasti bisa; tapi jatuhnya malah toxic positivity sebab kita juga butuh waktu untuk istirahat dan refreshing otak, bukan hanya untuk ambis belajar saja. Seringkali kita tidak sadar apa yang kita ucapkan itu toxic buat diri sendiri atau orang lain.

***

Kata semangat yang berkedok toxic positivity dapat membuat mental kita down sebab kita tidak boleh mengeluh atau mengungkapkan emosi. Padahal menurut psikolog, mengeluarkan emosi seperti menangis; marah; sedih; dan lainya itu dibutuhkan manusia untuk menjadi lebih jujur dengan perasaanya sendiri. Seperti yang kita ketauhi, setelah meluapkan emosi perasaan kita akan lebih lega. Dengan begitu kita bisa menjaga mental kita agar tidak tertekan.

Baca Juga  Agar Self-Reward Tak Lagi Berkedok Pemborosan

Mambahas toxic positivity akan berkaitan dengan berfikir positif. Berfikir positif itu ketika kita berfikir fokus pada sisi positif dari masalah. Dan perlu kita ketahui, bahwa berfikir positif itu tidak segampang yang dibilang; malah kadang kita sering menanam mindset negatif dari pada positif. Berfikir positif perlu adanya optimisme dari kita untuk percaya pada kemampuan kita menyelesaikan masalah. Dengan berfikir positif kita akan mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah.

Sebenarnya berfikir positif akan mudah apabila kita tahu kekurangan diri sendiri; misalnya kita sedang menhadapi masalah tentang belajar kita, kita kadang suka malas membaca. Membuka buku 5 menit saja sudah malas, tapi jika bermain gawai sampai lupa waktu hal yang biasa. Nah dari sini kita tahu bahwa kita kurang suka dengan media membaca cetak, sehingga kita bisa berganti membaca dari media digital. Jika kita paham dengan kekurangan diri sendiri, maka otak kita akan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan baik. Jika kita berfikir input yang baik maka hasil output akan baik juga.

***

Kebanyakan orang masih terfokus pada kelemahanya dan hal negatif yang bahkan belum tentu terjadi, harusnya kita juga bisa melihat apa kelebihan dalam diri kita sendiri. Tapi kenapa susah banget sih untuk fokus pada kelebihan kita sendiri? Ya, karena kita cenderung tidak bisa menerima apa kekurangan kita. Kita merasa lemah dengan kekurangan kita sehingga apa kekurangan kita selalu ingin dihilangkan saja apalagi kita sering membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki kelemahan berbeda dengan kita; padahal setiap orang itu mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Kembali lagi membahas tentang toxic positivity, kata semangat yang malah menjadi toxic itu akan merugikan kita atau orang lain, sayang sekali apabila harusnya kita bisa belajar dari masalah yang kita alami, tapi kita malah terjebak di toxic positivity yang palsu alias kepura-puraan yang bahkan tidak menyelesaikan masalah yang kita alami sebenarnya. Kita akan merasa seakan mampu menyelesaikan masalah tersebut, tapi kenyataannya kita hanya jalan ditempat saja tanpa tahu langkah bagaimana yang harus kita ambil. Keadaan seperti itu yang lama-kelamaan akan menggangu kesehatan mental kita.

Baca Juga  Self Appreciation, Gampang atau Susah?

Lantas, bagaimana kita tahu semangat yang positiif dengan toxic positivity itu bagaimana? Semangat positif itu jika kita menerapkannya dalam berkegiatan, kita tidak akan merasa berat atau terbebani malah kita akan enjoy melakukannya. Kita akan bebas melakukan kegiatan kita dengan rasa suka, nyaman, tenang; hal positif seperti itu akan memberikan dampak yang positif ke diri sendiri dan sekitar karena semangat yang positif akan menyebarkan aura positif juga.

***

Jika semangat yang ada malah menjadi toxic, kita akan merasa terbebani walaupun kita berkali-kali memberikan semangat pada diri kita sendiri dengan berbagai cara. Kita akan tetap merasa tidak mampu menyelesaikan dan bingung sendiri; mungkin kita bisa curhat pada orang lain, tapi tanggapannya malah “udah nggak usah difikir terus, sabar aja semangat” tanggapan seperti itu sama sekali tidak membantu kita; bisa saja malah memperburuk keadaan kita. Padahal saat kita sudah buntu, kita hanya butuh pendengar untuk mendengarkan keluh kesah kita. Kata yang berkedok toxic positivity itu bisa kita ketauhi apabila ada unsur yang menyepelekan kesedihan kita dan ada unsur pemaksaan kalau kita harus selalu positif.

Adapun tanda-tanda toxic positivity yang harus kita waspadai yaitu sebagai berikut.

  • Menyembunyikan perasaan kamu yang sebenarnya

Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya hanya untuk terlihat baik-baik saja, padahal kita sedang tidak demikian.

  • Mencoba menghilangkan emosi kamu

Kita memendam emosi untuk tidak dikeluarkan seperti menagis yang akan terlihat lemah, padahal itu tidak masalah jika bisa mengurangi beban fikiran kita.

  • Bertindak buruk pada orang lain untuk mengungkapkan rasa frustasinya

Nah hal ini yang sangat menjengkelkan, karena orang sekitar kita yang tidak tahu apa-apa malah terkena imbas emosinya.

Baca Juga  Gen Z dan Sedentary Lifestyle

Dampak dari toxic positivity itu akan membuat kita malu, merasa bersalah, hilangnya emosi asli, dan bisa menghambat proses pendewasaan. Jadi mulai sekarang yuk kita lebih berhati-hati, dan ganti kalimat positif yang menekan menjadi kalimat positif yang empati.

Bagikan
Post a Comment