f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
anosmia

Betapa Lelahnya Memburu Vaksin Gratisan

Perihal vaksinasi Covid-19 yang pemerintah galakkan sebulan lalu, sebenarnya saya enggan untuk ikut serta. Bukannya tak mau, hanya saja, saat itu saya memang tidak membutuhkan vaksin. Yang saya takutkan hanyalah efek sampingnya saja seperti demam dan badan menjadi terasa sangat lemas. Hal ini saya ketahui dari dua kawan saya yang setelah mendapat vaksin, badannya malah menjadi lemas, pilek, dan demam.

Namun saya berfikir bahwa suatu hari nanti saya akan vaksin, tapi saat di rumah saja, sebab jika di rumah, jika terjadi apa-apa setidaknya ada yang mem-backup, jadi relatif lebih ringan jika vaksin di rumah.

Selang seminggu, berita di media sosial dan kanal-kanal berita mewartakan bahwa Covid-19 telah bermutasi menjadi lebih ganas. Sangat mudah menular, dan tentu saja mematikan. Kanal-kanal berita itu pun menampilkan data berupa grafik yang menunjukkan beberapa varian Covid-19 yang telah bermutasi, yang mana salah satunya adalah varian Delta yang berasal dari India.

Mengetahui angka positif dan kematian di Indonesia kembali meroket, pemerintah pun memberlakukan PPKM Darurat Jawa-Bali. Pemkot Surabaya pun memberlakukan tindakan bagi warung yang buka di atas jam 20.00. Ibu-ibu pemilik warung makan langganan saya pun mengeluh, dia bilang PPKM ini benar-benar memberatkan pedagang, sudahlah tidak ada mahasiswa lalu bertambah pula PPKM Darurat. Apesnya kuadrat.

“Tapi besok kami tetap buka, Mas. Jadi etalase ini kami masukkan ke dalam, papan-papan kami pasang semua, tapi nantinya hanya satu yang tidak terpasang, jadi sampean nanti tetap bisa beli,” kata si ibu pemilik warung. Dan keesokan harinya, warung ini benar-benar hanya menyisakan satu balok papan.

Meriset Kecil-Kecilan Perihal Vaksin

Hari-hari saya lalui dengan membaca artikel, menonton film, youtube, dan tentu saja memantau perkembangan Covid-19 di Surabaya dan sekitarnya. Juga meriset tingkat efikasi beberapa vaksin yang telah mendapat izin dari BPOM. Untuk meyakinkan diri sendiri perihal vaksin, saya pun mencoba untuk membandingkan tingkat efikasi beberapa vaksin tersebut.

Baca Juga  Kreativitas Tanpa Batas Menembus Tembok yang Kokoh

Dari sana, saya mendapati bahwa vaksin Moderna-lah yang paling sedikit efek sampingnya dengan tingkat efikasi di atas 90%. Namun waktu itu BPOM baru saja menerbitkan izin darurat untuk Moderna. Saya pun berharap, suatu saat nanti lengan kiri saya akan mendapat suntikan vaksin itu.

Berita selanjutnya yang saya ketahui adalah kartu vaksin sebagai syarat keluar masuknya perbatasan kota. Pendeknya, siapapun yang belum vaksin maka tidak boleh untuk keluar-masuk perbatasan kota tanpa menunjukkan kartu vaksin atau setidaknya menunjukkan surat keterangan negatif Covid-19. Entah dari swab antigen, terlebih PCR, dan harus tes di laboratorium rujukan Kemenkes. Memang berat menjadi warga +62.

Nah, mengetahui hal itu, saya pun langsung berkeinginan untuk segera mendapatkan vaksin. Di samping agar melindungi dari varian Delta–kendati masih ada saja yang terinfeksi walau sudah vaksin, namun tidak separah jika belum divaksin–kartu vaksin adalah daya tarik lainnya. Waktu itu, Pemkot Surabaya mengadakan vaksin gratis di stadion Gelora 10 November. Vaksin gratis ini hanya berlangsung pada tanggal 7-11 Juli.

Berangkat Menuju G10N

Usai mengantongi berkas persyaratan yang salah satunya yakni surat keterangan domisili dari RT/RW setempat–sebab saya bukan warga asli Surabaya–pada Sabtu (10/7) pukul 08.30 WIB, saya melaju menuju stadion G10N. Di pertengahan jalan, saya berharap agar lancar jaya sampai akhir.

Awalnya, saya ingin berangkat setidaknya pukul 06.00, karena susahnya mencari pak RW untuk tanda tangan. Rencana awal pun ambyar. Di jalan, perasaan sudah tak enak, bagaimana tidak, di media sosial, netizen mengabarkan bahwa sebelum gerbang terbuka, orang-orang sudah membeludak.

Di G-maps, estimasi waktu tiba di stadion sekira 35 menit. Itu artinya saya akan tiba pukul 09.05 atau bahkan lebih.

Baca Juga  Nasrul, Akhir Kisahmu

Seiring roda berputar, sekira 2,5 km jarak saya dengan lapangan stadion Tambaksari. Dari kejauhan, saya telah melihat di bahu kanan-kiri jalan telah penuh oleh motor yang terparkir di sana berserta orang-orang yang berlalu-lalang. Awalnya, saya tak tahu kenapa banyak sekali orang-orang parkir motor di kedua bahu jalan itu.

“Oh, mungkin saja karena jalanan ini dekat pasar, karena banyak orang jadinya sampai meluber ke bahu jalan,” batin saya. Tapi kok, lohe.. lohe.. semakin mendekati pertigaan stadion kok ya semakin membeludak sekali orang-orang ini. Bukankah jarak antar stadion masih jauh sekali? Setelah mematikan mp3 yang sedari tadi terpasang dengan volume yang cukup nyaring, saya pun akhirnya paham dari teriakan mas-mas penyedia jasa parkiran motor.

***

“Parkir vakshen, parkir vakshen!” teriak mas-mas bertopi hitam sembari melambaikan tangannya ke kiri berharap ada pengendara yang akan memarkirkan motornya di areanya.

Di depan saya, terdapat simpangan di mana jika ke kanan mengarah ke stadion, jika ke kiri menuju rumah saudara saya di daerah Sidotopo.

Sepersekian detik waktu saya untuk menimbang lalu memutuskan untuk berbelok ke arah kiri. Keputusan itu saya ambil berdasarkan rasionalitas dan tingkat risiko yang akan timbul jika tetap bersikukuh untuk belok ke kanan. Jika tetap belok kanan, saya rasa saya akan menjadi mangsa empuk virus-virus yang sangat boleh jadi dibawa oleh kerumunan orang-orang.

Jika boleh diibaratkan, kerumunan itu layaknya konser akbar Coldplay feat. NDX AKA yang juga turut dimeriahkan oleh Deny Caknan, Nela Kharisma, Oppa Nassar, hingga JKT48.

Akhirnya, saya pun berbelok arah menuju saudara saya untuk beristirahat sejenak sembari menunggu antrean panjang di stadion. Rencana selanjutnya, saya akan kembali ke stadion tepat pada pukul 15.00, dan jika masih membeludak maka jalan keluarnya adalah pulang!

Baca Juga  Melihat Cinta di Mata Ainun
***

Usai salat Ashar tepat pukul 15.30, saya berpamitan untuk kembali ke stadion dengan harapan kerumunan sudah pada sepi. Ya, setidaknya sudah tidak ada lagi kerumunan yang membahayakan nyawa. Selang 15 menit perjalanan, nampaknya tidak ada bedanya dengan saat pagi hari tadi. Orang-orang ternyata masih antri untuk bisa mendapatkan vaksin. Gokillah.

Walau begitu, saya masih berikeras untuk masuk kedalam stadion. Namun nahasnya, saat sudah berada di depan stadion, petugas Dishub mengumumkan bahwa vaksin sudah habis, dan keesokan harinya vaksinasi dilakukan khusus untuk anak-anak. Namun suara dari TOA portable itu samar-samar, dan akhirnya saya memutuskan untuk bertanya langsung kepada petugas Dishub lainnya. Dan ternyata benar saja bahwa vaksin untuk hari itu memang sudah habis, dan hari itu memang hari terakhir untuk umum.

Ah sudahlah, memang belum rezeki saya untuk mendapatkan vaksin. Dan nyatanya, toh saya masih bisa keluar masuk kota Surabaya-Gresik-Lamongan tanpa kartu vaksin dan lain sebangsanya.

Bagikan
Post a Comment