f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
bersyukur

Bersyukur, Jalan Terbaik untuk Bahagia

“Alhamdulillah, hari ini saya dapat seratus ribu”, rasa syukurku saya ucapkan sambil bergumam dengan penuh gembira. Itu adalah nominal paling tinggi saya raih setelah lima bulan terakhir ini; setelah biasanya, saya hanya mendapat paling banyak limapuluh ribu rupiah. Kadang diselingi “blong”, tidak mendapat uang.

Sudah terbayang dalam benak saya, uang yang saya peroleh hari ini khusus untuk cucuku yang kebetulan hari ini ulang tahun. Saat ini, cucu saya adalah orang yang paling tampan di rumah, dia cucu pertamaku dari anak saya nomor dua, anak yang pertama sudah menikah juga, tapi belum diberi momongan.

“Akan saya belikan apa ya, untuk hadiah ulang tahun cucu saya, mobil-mobilan atau robot ya?”, kataku dalam hati. Saya langsung bergegas menuju ke toko mainan anak-anak di dekat alun-alun di kotaku. Setelah membeli boneka robot, saya langsung pulang ke rumah, berharap cucu senang dengan boneka robot yang saya beli.

Saya tersadar ketika becak yang kukayuh melewati polisi tidur, berarti saya hampir tiba di rumah. Dari kejauhan, terlihat cucu saya yang berumur tiga tahun masih duduk dengan eyang putrinya di beranda rumah.

Setelah sampai di rumah, becak saya sandarkan di bawah pohon mangga depan rumah, dan boneka robot saya berikan ke cucu saya sebagai hadiah ulang tahunnya, di raut wajahnya dia sangat senang menerima robot pemberian eyang kakungnya.

***

Saya menikah di usia tigapuluh tahun, saat itu termasuk pemuda yang telat menikah, saya menikah dengan seorang perempuan anak pak RT, dulu saya memperolehnya dengan perjuangan berat, karena saingannya adalah seorang pemuda yang kaya raya di kampung saya.

Di usia tiga puluh satu tahun lahirlah anak saya yang pertama, tiga tahun kemudian lahir pula anak saya yang kedua. Semua anak saya putri.  “He..he.. mereka tidak cantik banget sih, tapi yang jelas mereka lebih cantik dari ibunya”, banggaku.

Baca Juga  Pahami Ini agar Hidup Tenang dan Bahagia

Sebenarnya ketika kurenungkan, saya kasihan juga dengan istri saya. Suaminya hanya lulusan SMA berprofesi sebagai tukang becak, yang setiap harinya mangkal di depan pasar di dekat tempat tinggalku.

Coba kalau dulu dia menerima pinangan pemuda kaya raya sainganku itu, pasti hidupnya jauh lebih baik. Tapi istri saya juga tidak pernah mengeluh hidup denganku sampai sekarang.

Dahulu pertama kali berumah tangga saya yang hanya bekerja di sebuah pabrik konveksi dengan penghasilan tiga juta seratus ribu rupiah setiap bulannya. Untuk hidup di desa dengan istri yang tidak bergaya konsumtif, maka lebih dari cukup penghasilanku untuk menafkahi keluargaku.

Tapi, setelah sepuluh tahun bekerja petaka itu datang, dengan alasan efisiensi saya di PHK oleh pabrik tempat saya bekerja. Saya mendapat uang pesangon sebesar tiga puluh sembilan juta.

Secara psikologis saya sangat terpukul dengan kejadian PHK itu. Bagaimana tidak, dua anak saya masih butuh biaya  untuk sekolah, dan kebutuhan lainnya yang harus saya keluarkan.

***

Selama tiga bulan setelah PHK saya menganggur tidak bekerja, sampai suatu ketika istri saya yang lulusan MAN Negeri di kota saya mengingatkan, bahwa seorang suami wajib menafkahi keluarganya, sehingga suami harus bekerja mencari uang. “Apakah kita hidup dengan uang pesangon selamanya, lalu sampai kapan?”, kata istriku.

Untuk menguatkan argumentasinya, dia mengutip sepenggal ayat suci Al-Qur’an, yang artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara  ma’ruf,  seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS.al-Baqarah 233).

Bagai diguyur embun dari langit terasa adem hatiku mendengar “arahan” dari istri saya. Seketika itu saya tersadar, dengan serta merta motivasi timbul untuk menjadi suami yang baik, saya berpikir akan mulai bekerja lagi. Tapi ternyata tidak mudah untuk menentukan pekerjaan yang cocok untuk saya lakukan.

Baca Juga  Ini yang Dilakukan Umat Nabi Isa ketika Sakit Hati karena Cinta

Setelah seminggu, hasil rembugan dengan istri, maka saya memutuskan untuk bekerja sebagai tukang becak. Tentunya keputusan ini dengan mempertimbangkan kemampuan saya yang hanya lulusan SMA dan tidak punya banyak keterampilan yang memadai. Dengan persetujuan istri uang pesangon dari PHK saya belikan sebuah becak dengan harga lima belas juta rupiah.

Saat itu, di hari pertama tetangga saya pada melongo melihat saya mengayuh becak, saya tidak perduli apa kata tetangga, “yang penting kerja, kerja dan kerja!”, kata saya sambil mengayuh becak. Saya masih mampu bekerja, saya ingin menjadi suami yang baik sesuai tuntunan Allah Swt. Bila tidak bekerja, saya sebagai suami tidak bisa memberi nafkah keluarga.

Kini usiaku menginjak tahun ke lima puluh tiga. Sungguh, saya merasa amat bersyukur dan bahagia dengan hidupku. Walaupun setiap harinya kami makan hanya dengan lauk tahu dan tempe, tapi sampai saat ini keluargaku dalam keadaan sehat walafiat, terutama cucuku makin lucu aja tingkahnya.

***

Melihat cucu tumbuh lucu dan menggemaskan, tentu membuat rasa syukurku semakin bertambah. Keberadaannya membuatku semakin yakin bahwa kebahagiaan itu datang lewat cara-cara sederhana; melihat giginya tumbuh dan aroma khas bayi yang selalu kurindukan setiap kali mengayuh becak.

Aku juga semakin percaya ketika kita bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu, pasti selalu ada jalan untuk bisa sampai ke tujuan. Menjadi tukang becak yang memang gajinya tidak seperti saat bekerja di perusahaan dulu, memang tidak mudah. Tapi, selama kita bersyukur, meyakini ada Allah di hatiku, kesempitan-kesempitan itu hilang. Rejeki-rejeki itu mengalir.

Memang benar, Allah akan menempatkan kebahagiaan di hati hambaNya ketika hamba-hambanya lapang menerima segala bentuk ketetapannya. Hingga aku tidak bisa mengukur sudah berapa banyak nikmat yang Allah beri, sampai aku tidak bisa menghitungnya.

Baca Juga  Ayam Transformer Sampai Egg-Fish, Semua Orang Tua itu Kreatif!

Setelah makan malam dan shalat Isya’ saya masuk ke kamar tidur untuk  tidur; sembari berdoa agar esoknya saya diberi rijeki yang halal olehNya, dan diberi kesehatan agar bisa mengayuh becak lagi.

Mari terus bersyukur!

Bagikan
Post a Comment