Site icon Inspirasi Muslimah

Yakinlah, Mereka Hanya Butuh Didengarkan!

didengarkan

Beberapa waktu yang lalu, kota Semarang sedang mendapat sorotan publik di jagat maya. Bukan soal perihal suhu di daerah tersebut yang digadang-gadang menjadi pemuncak teratas dengan cuaca terpanas belakangan ini. Melainkan, dalam kurun waktu kurang dari sebulan ini dua instansi perguruan tinggi di ibu kota Jawa Tengah itu menjadi pemberitaan khusus di laman media massa karena kasus bunuh diri salah satu mahasiswanya.

Kasus bunuh diri di dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi memanglah bukan menjadi hal yang baru. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019, Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100.000 penduduk. Sedangkan jumlah penduduk di Indonesia saja kurang lebih mencapai 270 juta jiwa. Sebuah angka yang tidak sedikit bagi persoalan kasus bunuh diri di sebuah negara. Terlebih belum lama juga Indonesia dalam sebuah situs Statista dinobatkan sebagai negara yang paling percaya akan Tuhan. Maka, maraknya kasus bunuh diri seharusnya menjadi pertanyaan besar yang harus sesegera mungkin dicari jawabannya.

Remaja, Masalah, dan Bunuh Diri

Masa muda, merupakan fase di mana sebagian orang banyak mengeksplor dirinya dengan berbagai hal dan pengalaman hidup untuk mengarungi kehidupan di hari-hari berikutnya. Namun, masa pencarian jati diri tersebut tampaknya tak semua bisa menyikapinya dengan bijak dan dewasa. Banyak hal yang kemudian diraba dan dicoba oleh kalangan muda yang malah berujung sebuah masalah besar. Dari masalah tersebutlah tak sedikit yang kemudian malah memilih jalan bunuh diri sebagai pilihan terakhirnya untuk mengakhiri masalah tersebut.

Dari beberapa kasus bunuh diri yang ditemukan di kalangan mahasiswa, hampir rata-rata faktor yang melatarbelakanginya dikarenakan buntunya ia dalam menghadapi masalah. Ada yang karena soal percintaan, terjerat pinjaman online, lingkungan yang toxic, hingga karena gangguan mental. Hal-hal semacam itu memang kerap kali kita anggap sepele. Dianggap sebagai sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Namun, siapa sangka niat mengakhiri hidup bisa muncul dari hal semacam itu.

Sebenarnya ini bukan soal percintaannya, bukan juga soal pinjaman online-nya. Melainkan, bagaimana mereka menjadi dirinya sendiri dan bagaimana orang lain memberlakukannya. Kita bisa lihat dari dua kasus berbeda di perguruan tinggi Semarang yang belum lama terjadi. Keduanya sama-sama meninggalkan secarik kertas berisikan pesan yang ditunjukkan ke orang tua dan orang tercintanya. Sebuah pesan yang mengungkapkan rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan kepasrahan, yang diselipkan dengan ungkapan terima kasih dan permintaan maaf kepada orang-orang di sekitarnya.

Jika kita mau meluangkan waktu kita sejenak untuk turut terjun dalam ungkaian kata terakhir mereka dalam suratnya. Sebenarnya kita khususnya orang terdekat dari mereka bisa dibuat tersadar oleh pesan yang disampaikan sebelum mereka menghampiri ajalnya tersebut. Siapa yang mengira orang-orang itu akan melakukan hal seceroboh itu? Siapa yang mengira kalau selama ini mungkin saja mereka sedang memikul beban yang tiap harinya kian berat? Dan siapa yang mengira kalau mereka lebih mencintai orang di sekitarnya dibanding dirinya sendiri?

Keberadaan Kita bagi Mereka Sungguh Berarti 

Tanpa disadari mereka sebenarnya hanya butuh didengarkan. Jika salah satu dosen saya pernah mengatakan kalau, seorang perempuan itu hanya butuh didengarkan. Maka, saya akan katakan bahwa, semua orang itu butuh tuk didengarkan. Bukannya tak sedikit perempuan terkhusus di kalangan mahasiswa yang memilih menjalin hubungan dengan laki-laki dikarenakan ia merasa lebih didengarkan oleh lakinya itu. Dan tak sedikit juga seorang pria yang menjalin hubungan dengan perempuan juga karena ingin mendapatkan sebuah perhatian lebih.

Memang, dalam menghadapi suatu masalah, tak semua butuh perhatian dari orang lain di sekitarnya. Karena, jika ia sudah berada pada tahap yang lebih dewasa dengan kematangan berpikir yang lebih, segala masalah yang dihadapinya pasti ada kemungkinan besar tuk bisa ia hadapi sendiri, berdiri dengan kakinya sendiri, memecahkan satu per satu problematika yang dipikulnya. Akan tetapi, tidak semua remaja sudah pada tahap yang seperti itu. Tak sedikit yang masih butuh kita sebagai orang-orang di sekelilingnya untuk bisa sekadar mendengarkannya, memperhatikannya, bahkan hingga membantunya.

Sebagai mahasiswa khususnya, memberi sedikit perhatian kepada orang lain tentu bukan hal yang sulit seharusnya. Ditambah lagi dalam ruang lingkup kemahasiswaan, mahasiswa telah difasilitasi oleh beragam organisasi yang siap menampung diri mahasiswa sesuai dengan kepribadiannya. Selain sebagai wadah untuk mengembangkan diri, hakikatnya organisasi merupakan salah satu bentuk solusi bagi kita untuk bisa sadar akan apa yang disebut oleh Aristoteles sebagai makhluk zoon politicon. Agar dari situ kita bisa saling lebih mengenal dari mulai ruang lingkup yang kecil, saling memperhatikan, saling mengingatkan, saling membantu, dan saling bertukar pandangan.

Terkadang dengan keegoisan kita, kita lupa kalau di fase anak-anak saja apabila diri kita saat itu mendapatkan permasalahan, tempat pelariannya pasti kepada orang tua. Nangis yang ditunjukkan karena ketidakberdayaan kita menjadi sesuatu yang ingin direda oleh perhatian dan respon dari orang tua ketika kemudian kita mengadu kepada mereka.

Maka, begitupun dengan fase remaja ini. Mungkin sebagian sudah berada jauh dari orang tuanya karena jarak menghalanginya. Namun, di masa-masa ini dengan perjumpaan kita dengan orang lain dari berbagai karakter seharusnya bisa menjadi pengganti orang tua di masa kecil kita di mana mereka sebagai tempat segala keluh kesah ditampung. Cobalah mulai saat ini kita lebih memperhatikan lagi orang-orang di sekitar kita, cobalah untuk mengerti setiap dari mereka. Walaupun memang, kita tidak bisa berada sampai di titik di mana kita memahami segala masalah yang dipikulnya, segala penderitaannya. Tetapi, hal kecil semacam ini tentu punya dampak besar bagi mereka yang salah satunya bisa membuat mereka nyaman dengan keberadaan kita di sampingnya.

Bagikan
Exit mobile version