f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
video osd

Video Ceramah OSD; Normalisasi Kekerasan?

Video ceramah Oki Setiana Dewi (OSD) yang viral dengan tajuk normalisasi kekerasan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap tidak ada miskonsepsi terhadap isi video ceramah OSD. Mereka cenderung menyalahkan karena hanya menonton potongan pendek video dan cenderung menggoreng isu. Namun, di sisi lain yang menganggap bahwa isi ceramah OSD terindikasi menormalisasi kekerasan, tetap pada pendirian mereka. Dari potongan ataupun full video tersebut tidak menghapus pesan kunci (KDRT) yang telah tersampaikan.

Menjaga aib keluarga dalam Islam adalah sebuah keniscayaan. Karena bagaimanapun juga, suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (Q.s. Al-Baqarah [2]: 187). Artinya bahwa dalam hubungan keluarga, pasangan suami istri harus memilki ketersalingan dalam menjaga aib sesama pasangan. Namun, jika aib keluarga yang dapat menimbulkan mafsadat (bahaya atau kerusakan atau akibat buruk) dan mudarat (merugikan) bagi keluarga maka boleh untuk dibuka.

Poin Video Ceramah OSD

Poin terpenting yang ingin saya jabarkan dan garis bawahi. Pertama, potongan ceramah tersebut sebenarnya ceramah lama. Akun tiktok @okisetianadewi13 mengangkat kembali ceramah lama tersebut dengan imbuhan takarir (caption) “akhlak tertinggi istri”. Mau dilihat video pendek atau panjang, isi atau indikasi normalisasi kekerasan tetap dapat dilihat baik secara eksplisit maupun implisit. Selain itu, ada stigmanitisasi OSD terhadap kaum perempuan. Apalagi ada tambahan takarir (caption) akhlak tertinggi istri dalam beranda tiktok tersebut semakin memperkuat normalisasi kekerasan. Dengan istilah lain, OSD meromantisasi, tidak sensitif atau bias kekerasan. Akhlak tertinggi seorang istri merujuk pada potongan video OSD, yaitu seorang istri yang mampu menyembunyikan sikap suami yang marah dan memukul wajah istri.

OSD mengatakan “bisa lho dia melaporkan, oh suamiku KDRT tetapi tidak dilakukan oleh sang istri yang mau menjaga aib suami di depan ibu”. Kemudian suami yang mengetahui sikap istri yang tidak melaporkan, membuat hatinya luluh dan semakin mencintai istri karena terharu (sebuah romantisasi kekerasan). Kalimat tersebut kalau menggunakan penafsiran hukum argumentum a contrario memiliki makna bahwa, istri yang sedikit-sedikit speak up terhadap sikap main tangan suami tidak masuk dalam kategori akhlak tertinggi istri. Ada indikasi bahwa OSD ingin menyampaikan hal itu kepada pendengar.

Baca Juga  Menolak Diskusi "Adu Nasib" Menjadi Sebuah Revolusi Budaya Otak

Mari kita aplikasikan dalam konteks ungkapan OSD, sehingga kita akan tahu mengapa banyak kalangan yang notabene -ketika sependek penelusuran saya- para ahli yang berbicara memberikan tanggapan, ingat dan catat para ahli baik itu tafsir, hukum, dan psikologi langsung yang angkat bicara.

Narasi normalisasi, benarkah sesuai dalam Al-Qur’an?

Mengapa video ceramah OSD disebut menormalisasi kekerasan? karena pemahaman hukum memukul istri dalam Islam oleh sebagian kaum muslim menghukuminya boleh sebagaimana dalam surat Q.S An-Nisa:34. Dalil yang menunjukkan suatu pemahaman yang tidak menyeluruh dan matang terhadap konteks sebuah ayat. Surat An-Nisa ayat 34 tersebut berbicara mengenai tindakan suami terhadap istri yang nusyuz. Maka dalam Q.S. An-Nisa: 34 ada beberapa pilihan tindakan yang bisa suami lakukan dalam menghadapi istri yang melakukan nusyuz, yakni menasehati, pisah ranjang, dan memukul.

Adanya pilihan tindakan suami menghadapi istri nusyuz tersebut mengandung hirarkis tindakan (tingkatan yang lebih dahulu dan apabila sudah ada tindakan pertama tidak boleh melakukan tindakan selanjutnya). Artinya, anjuran yang terakhir harus menjadi pilihan paling akhir dan bahkan kebanyakan ulama memberikan saran untuk memilih tidak memukul meskipun itu boleh dalam menghadapi pasangan nusyuz. Perlu dicatat, bahwa Q.S. An-Nisa: 34 hanya berlaku pada istri yang nusyuz.

Memahami Nusyuz dan Problematikanya

Apakah nusyuz itu? Istri yang membangkang (pembangkangan istri). Pertanyaannya, apakah istri yang cerewet karena memprotes atas sikap suami yang tidak benar. Bisa juga karena adanya rasa lelah lahir dan batin seharian melakukan aktivitas,  kemudian sang istri akhirnya protes. Apakah hal ini mendapatkan kategori nusyuz? . Kemudian suami boleh atau bahkan wajar menampar atau memukul istrinya (seperti contoh yang dinarasikan dalam video ceramah OSD)?

Perlu ditekankan sekali lagi, bahwa hanya perilaku pembangkangan pasangan yang boleh ditindak pukulan dalam ayat di atas, Q.S. An-Nisa [4]: 34. Itupun pilihan paling buncit dan memiliki syarat tidak boleh melukai dan dilakukan dengan lemah lembut. K.H Faqihuddin Abdul Kodir dalam Qiraah Mubadalah menjelaskan bahwa ada beberapa hadits yang isinya Rasulullah menganjurkan untuk meninggalkan memukul istri.

Baca Juga  Tentukan Definisi Cantikmu

Hadis dalam shahih Muslim no 6195 (isinya Nabi Muhammad Saw tidak pernah sama sekali melakukan pemukulan terhadap istri). Shahih Bukhari no 5295, Shahih Muslim no 3786 (berisi anjuran bagi perempuan tidak memilih lelaki yang berprilaku kasar). Sunan Abu Dawud no 2148 (berisi dukungan Rasulullah terhadap perempuan untuk menggugat suami yang berprilaku kasar). Sunan Abu Dawud no 2146, dan Sunan Abu Dawud no 142. Berdasarkan dari uraian hadis tersebut, Faqihuddin menyimpulkan bahwa pemukulan bukanlah solusi bagi nusyuz.

Teladan Kisah Nabi Ayyub

Perhatikan pula dalam kisah lain yang juga membolehkan memukul. Dalam Al-Quran ada sebuah kisah tentang nazar nabi Ayyub yang bersumpah ketika sembuh dia akan memukul istri sebanyak 100 kali. Keinginan Nabi Ayyub ini dengan alasan karena istrinya meninggalkannya dengan alasan sudah tidak sanggup merawat nabi Ayyub yang sakit selama 18 tahun (dalam sebuah cerita lain menjelaskan bahwa lantaran istri nabi Ayyub menjual rambutnya agar bisa makan). Namun, apa reaksi Allah? Allah mengabadikan dalam Q.S. Shad [38] : 44, yang bermakna “Dan, ambillah dengan tanganmu seikat (rumput) maka pukullah dengan itu dan jangan melanggar sumpahmu”.

Allah memberikan solusi dengan menyuruh mengikat 100 rumput menjadi satu bagian dan memukul cukup satu kali pukulan. Coba bayangkan? Kalaulah memang memukul pasangan adalah hal normal dalam Islam, tentu tidak akan ada narasi kisah nabi Ayyub tersebut yang tertuang dalam Surah Shad ayat 44.

Kekerasan dalam Hukum

Selanjutnya, aturan kekerasan (baca KDRT) dalam Undang-undang Nomor  23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Setidaknya ada 4 macam kekerasan yang tertuang dalam UU PKDRT, yakni kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga atau 4 jenis kekerasan yaitu kekerasan terbuka, tertutup, seksual, dan finansial (ekonomi). Kekerasan sendiri masuk sebagai tindakan pidana. Artinya, kekerasan terhadap pasangan dalam rumah tangga, dapat terkena sanksi pidana. (Lalu bagaimana jika disembunyikan seperti dalam video ceramah OSD?)

Baca Juga  Belajar Imbang dari Siti Baroroh Baried

Mengidentifikasi kekerasan fisik terbuka dan seksual dapat menggunakan Visum et Repertum (VeR). Namun untuk VeR psikiatrik atas jenis kekerasan tertutup seperti ancaman, hinaan, atau cemoohan yang menyebabkan perubahan sikap rendah diri, stress atau lainnya tidak semudah VeR untuk kekerasan terbuka atau seksual.

Stigmatisasi terhadap Perempuan

Adanya ungkapan bahwa istri kalau cerita seringnya suka berlebihan atau lebay. Lelaki juga bisa bersikap lebay terhadap suatu cerita. Artinya itu bukan berarti hanya perempuan saja yang memiliki sifat tersebut. Stigmatisasi bahwa perempuan lebay masuk dalam kategori feminine Mystique (mistik feminin atau imej baru  mistik) dalam teori Betty Friedan. Sebuah stigmatisasi, mitos, dan asumsi bias tentang perempuan atau laki-laki yang telah dihapuskan bertahun-tahun, seolah kembali dilanggengkan. Bila hal ini tidak diluruskan, ke depan bisa mengakibatkan semakin memperkeruh keberanian korban untuk bersuara (speak-up) dianggap sebuah ke-lebay-an.

Catatannya, sebelum video tersebut muncul saja para aktivis yang memperjuangkan hak dan keadilan bagi korban kekerasan di lapangan mengalami kesulitan. Bahkan seolah-olah sampai berbusa-busa mulut untuk memahamkan dan menyadarkan bahwa mereka adalah korban kekerasan. Jangankan untuk menyentuh kesadaran kritis (sadar tertindas dan berani memperjuangkan hak dari ketidakadilan) seperti dalam teori Paulo Freire. Menyentuh persimpangan titik kesadaran antara magis (anggapan ketidakberdayaan sebagai pemberian alam atau Tuhan) dan naif (sadar tertindas dan tidak memperjuangkan hak -cenderung abai, pasrah) saja, masih sangat banyak dan susah.

Akibat adanya video OSD, yang menjadi ketakutan saat ini adalah normalisasi dan melanggengkan status quo masyarakat terhadap kekerasan. Ungkapan yang biasa atau secara ringan oleh masyarakat namun berdampak luas dan berkepanjangan. Seperti ungkapan “aduh cuma digitukan saja kok lapor-lapor” dan cemoohan lain akan semakin mempersulit terbukanya Kesadaran korban bahwa dia adalah Korban dan berhak memperjuangkan keadilan atas hak.

Editor: Siti Robikah

Bagikan
Post a Comment