f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
victim mentality

Victim Mentality

Menikmati liburan adalah salah satu cara merawat kesehatan jiwa dan mental. Opsi healing dari adanya toxic pipel atau toxic environment di tempat kerja. Nah pada saat liburan, ada tuh momen-momen khusyu’, syukur, tadabbur, yang semoga saja berujung pada refleksi diri. Saat seperti itu, pandai-pandai kita menakar hati dan mengasah sensitivitas kepada sekitar, kepada alam dan sesama makhluk. Yang baik di masa lalu, bisa dilanjutkan dan ditingkatkan, namun apa yang masih jelek-jelek, kita mohonkan kepada Allah sang maha sempurna untuk dijauhkan sebagaimana dijauhkannya Timur dan Barat.

Liburan jugamemiliki andil dalam scale up impian – memperbesar impian, scale up skill, mulai pasang strategi memantaskan diri dengan rencana ikhtiar A to Z di bidang apa pun. Jika Saya, misal hanya beredar di wilayah Makassar, maka impian itu tak akan jauh-jauh dari apa yang ada, atau pernah melintas di hadapan Saya. Pun keberadaan media seperti YouTube tidak juga ngaruh banyak terhadap “kemajuan” impian, karena sejatinya media, adalah dunia “fiktif” – tanda kutip, garis bawah, ditebelin, “fiktif”!

Refleksi menjadi sangat asyik karena sambal menikmati manisnya kue balok dan susu murni khas Dago, jadi ada nilai plusnya dibanding refleksi di kamar sendiri, pasti ada nilai bedanya. Hati jika jauh dari rumah, gampang tersentuh.

***

Di tengah-tengah keasyikan menikmati panorama Cipaheut di mana penginapan kami bersebelahan dengan lapangan golf Dago Pakar yang super indah itu, menyeruaklah obrolan mengenai sosok toxic di tempat kerja seseorang yang sebut saja X. “Wuiiih…” kalau ngobrol sama dia, setidaknya kita akan dibawa ke suasana dark yang mencekam. Penderitaan yang berdarah-darah. Deritanya level internasional. Ia flagship lah dari getirnya hidup. Dan paling beast se-galaksi bimasakti. Derita kerja kelas buruh 25/24 hours 8/7 days, kalah! Kanker stadium 7, lewat! Jantung koroner kombo diabetes melitus plus AIDS, masih setai kuku!, gunung meletus banjir bandang puting beliung meteor jatuh, masih mending!

Baca Juga  Salat untuk Mental yang Sehat

Hehee berlebihan. Iya berlebihan! Tapi itu nyata. Ia pengeluh yang paripurna. A damn good whyer.

Victim mentality–mentalitas korban adalah kondisi ketika seseorang merasa bahwa hal-hal buruk terus terjadi pada mereka, apa pun yang terjadi. Akar dari mentalitas ini adalah tidak menempatkan diri sebagai subjek, melainkan objek penderita. Tidak satu pun dari keadaan atau situasi tersebut merupakan kesalahan mereka.

Misalnya, seseorang dengan mentalitas korban dapat merasakan kesenangan ketika mereka menerima perhatian atau belas kasihan sebagai akibat dari kemalangan mereka. Mereka mungkin juga mendapatkan “sensasi” yang menyenangkan karena memamerkan luka yang disebabkan oleh orang lain dan menciptakan rasa bersalah. Menolak untuk menerima tanggung jawab atas suatu masalah juga bisa membebaskan dari beban.

Mengutip dari media Kompas, victim mentality memiliki tiga prinsip utama yang sering tidak disadari yaitu dirundung oleh hal-hal buruk di masa lalu dan di masa yang akan datang, harus ada pihak yang disalahkan atas kemalangan dirinya; perubahan hanya akan menyusahkan dan tidak menghasilkan apa-apa.

***

Penyebab victim mentality tidak hanya muncul dari situasi terdesak saja, tetapi ada beberapa penyebab yang membuat seseorang menjadi rentan, yaitu pengalaman trauma masa lalu, di mana pola pikir ini dikembangkan sebagai mekanisme koping (cara mengelola emosi), situasi negatif di mana seseorang tidak memiliki kontrol atau kendali, rasa sakit emosional yang berkelanjutan yang membuat diri tidak berdaya, terjebak, hingga menyerah, trust issues karena ada pengalaman dikhianati oleh orang kepercayaan, terakhir, menikmati situasi menyalahkan orang lain, manipulasi, atau gaslighting demi mendapatkan perhatian. Pada intinya, pola pikir victim mentality berakar pada trauma, kesusahan, dan rasa sakit hampir sepanjang waktu.

Baca Juga  Pengaruh Membeda-bedakan Anak terhadap Kesehatan Mental

Jika kita sudah mengidentifikasi prinsip dan penyebab victim mentality ini, dan cenderung familiar dengan kasus tersebut, maka cek tanda-tanda di bawah ini yang merupakan adanya potensi seseorang memiliki sindrom victim mentality.

Cirinya antara lain menyalahkan orang lain atas bagaimana kehidupan berjalan, merasa diri sendiri menerima banyak masalah sulit, mengalami kesulitan mengatasi masalah hidup, memiliki sikap negatif terhadap sebagian besar situasi, ketika seseorang mencoba untuk membantu, justru balik diserang dengan marah, ketika merasa kasihan pada diri sendiri, itu membuat diri merasa lebih baik, cenderung bergaul dengan orang sefrekuensi–yang suka mengeluh dan menyalahkan orang lain, merasa kurang mendapat dukungan dari orang lain, kurang PD atau self-esteem yang rendah, orang lain harus mengakui bahwa ia adalah satu satunya korban, kurang empati terhadap masalah orang lain, berpikir bahwa dunia adalah tempat yang tidak adil, selalu merasa diri sendiri lebih buruk dan orang lain lebih bahagia

Finally, setiap orang mungkin paling tidak pernah berada dalam kondisi menempatkan diri sebagai “korban”, atau beberapa bestie kita berada pada kondisi tersebut. Nah jika itu terjadi, bergegaslah ambil smartphone Anda, buka apps Traveloka, dan check out tiketnya. Bestie butuh pertolongan, mungkin salah satunya via liburan. Hehee…

Bagikan
Post a Comment