f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
suara perempuan

Suara Perempuan Perlu Didengar

Saat membicarakan tentang perempuan maka yang harus kita teliti adalah sejauh mana konsep kesetaraan gender ditegakkan. Kasus-kasus seperti bullying, KDRT, kejahatan verbal, perkosaan, hubungan yang toxic dalam pacaran, dan lain sebagainya masih menjadi PR besar bangsa kita. Selain kejahatan terhadap perempuan yang sering terjadi; abainya aparat penegak hukum dalam mengadakan proses penyelidikan juga sering kali dianggap kurang serius.

Kedua hal inilah yang oleh penulis coba teliti dan mencari di mana akar permasalahannya. Mungkin UU PKS (Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual) menjadi angin segar; tetapi juga menunjukkan sisi dimana kejahatan terhadap perempuan masih sering terjadi; disebabkan kerusakan moral yang hari ini merebak maupun lemahnya hukum yang menjerat terhadap para pelaku.

Kans perempuan yang juga sebagai makhluk lemah “dalam hal fisik” rentan sekali menerima beragam kejahatan ataupun kekerasan verbal lainnya. Tahun lalu saja terdapat beragam kasus kejahatan atau kekerasan yang terekspos di beragam media, seperti; kasus di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim); hingga yang sempat menjadi pembicaraan adalah kasus Novia Sari yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena tanpa pertanggungjawaban lelaki yang telah menghamilinya.

Kesemua kasus tersebut menggambarkan bahwa ada sebuah pemahaman yang salah dalam ranah berpikir sebagian orang bahwa wanita dapat diperlakukan semena-mena. Banyak hal yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan ataupun kejahatan terhadap kaum hawa, antara lain; nafsu sesaat, pelimpahan emosi ataupun sekedar coba-coba.

Kejahatan terhadap kaum ibu ini, juga turut mengundang beragam aktivis keperempuanan dan masyarakat yang peduli akan isu ini untuk terus memperjuangkan nasib dan hak perempuan lewat RUU TPKS yang kini telah menjadi UU PKS.

Diharapkan dengan hadirnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) ini kejahatan atau kekerasan dalam koridor seksualitas berkurang terhadap perempuan. Tetapi, perlu diingat bahwasannya segala bentuk kegiatan intimidatif dari sekelompok orang terutama laki-laki tak bisa hanya ditamengi dengan UU PKS tersebut.

Baca Juga  Kartini dan Pesan-Pesan Kesetaraan Gender
Akses Keadilan Terlambat

Seringkali kita melihat bagaimana korban kejahatan atau kekerasan yang dialami oleh perempuan dianggap sepele. Entah tanggapan sepele tersebut hadir dari pihak keluarga dan aparat penegak hukum. Kita melihat dengan kacamat batin bagaimana kasus pemerkosaan di Penajem Utara, Kalimantan sempat dihentikan penyelidikannya oleh aparat.

Kasus Novia Sari, seorang pacar perwira polisi, yang naasnya dihamili oleh sang kekasih dan mengandung buah hasil hubungan tersebut menerima legitimasi negatif dari keluarga sang perwira seperti tidak percaya akan perkataannya; diperintah untuk melakukan aborsi, hingga lucunya si perwira hanya menerima hukuman tak sebanding dengan kematian dari korban.

Kekerasan terhadap perempuan dari Januari hingga Juli 2021 telah mencapai sekitar 2.500 kasus. Kegiatan intimidatif ini haruslah mendapatkan akses ketat dari pemangku kebijakan yakni, pemerintah, aktivis, komunitas perempuan; hingga masyarakat umum haruslah bersikap kritis akan perempuan ini.

Mereka Butuh Didengarkan

Suara-suara penderitaan kaum wanita yang mengalami pelecehan ataupun kejahatan verbal lainnya haruslah lebih didengarkan; mereka tak hanya diberikan ruang untuk berkata. Tetapi, juga diberikan akses publik secara nyata.

Untuk memahami kondisi dan variabel interseksionalitas dari pengalaman perempuan berbasis gender, dibutuhkan suara perspektif dari perempuan yang hidup di tengah ragam komunitas minoritas atau yang diminioritaskan. (Kamala Chandranika, 2021.)

Ketimpangan yang dialami oleh salah satu gender ini memaksa kita sebagai insan yang peduli haruslah mencari cara agar kehidupan kaum perempuan haruslah di subordinasi.

Subordinasi dapat menjadi jalan tengah selain hanya UU PKS sebagai fasilitas, wadah, pendampingan hukum terhadap korban. Subordinasi dapat digunakan untuk membentuk koalisi perempuan yang tangguh dengan sifat keibuan untuk melindungi sesama harkat dan martabat perempuan.

Baca Juga  Ancaman Pelecehan Seksual pada Anak

Selain membentuk kekuatan dalam ikatan, koalisi ini dapat menjadi sebuah pemicu datau pendesak dalam upaya penegakan hukum atas terdapatnya korban-korban kejahatan kepada perempuan.

Kita tahu beragam kasus-kasus dari dulu yang menimpa perempuan kadang tak pernah diusut secara tuntas. Contohnya adalah kasus kematian Marsinah pada era orde baru, pemerkosaan terhadap tiga anak dibawah umur di Luwu Timur Sulawesi; dan masih banyak lagi kasus-kasus yang jauh akan pengamatan lebih lanjut dari aparat penegak hukum.

Kembali dalam pembahasan UU PKS, dengan hadirnya undang-undang semacam ini diharapkan kekerasan seksual terhadap perempuan kian dapat diminimalisir. UU PKS ini merupakan hasil jerih payah para perempuan tangguh yang mengharapkan keibaan dari anggota dewan akan jeratan pasal yang mengatur isu yang kian masif terjadi ini.

Bertahun-tahun menanti kini perempuan semoga terlindungi dari beragama aksi kekerasan seksualitas, rumah tangga ataupun kekerasan verbal lainnya. Hal ini sebagai bentuk inisiatif negara dalam upaya memerdekan perempuan. Menjaga kehormatan seluruh wanita adalah sebuah kewajiban, selain hanya mengandalkan UU PKS sebagai hukum tekstual, subdornisasi sebagai koalisi para perempuan yang menuntut keadilan. Usaha sadar laki-laki dalam konsep kesetaraan gender haruslah kian disadari, tak lain dan tak bukan untuk membuka kembali ruang kepada kaum perempuan sebagai gender yang merdeka.

Bagikan
Post a Comment