f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.

Skincare: Berawal Gengsi Berujung Korupsi

“Dik, ibu minta toner ya” ucap ibuku pagi itu. Ya sudah menjadi kebiasaan antara aku dan ibuku berbagi berbagai macam skincare mulai dari toner sampai lipstik. Maklum saja karena aku adalah anak perempuan pertama sementara adikku laki-laki, alasan lain aku berbagi produk-produk itu karena jenis kulitku dan kulit ibuku sama, jadi semua produk skincare bisa digunakan bersama. Daripada harus beli sendiri-sendiri pasti membutuhkan uang lebih banyak.

Perempuan zaman sekarang siapa yang tidak ingin tampil dengan dandanan? Bahkan anak SD pun sudah berlatih make up. Standar kecantikan Indonesia itu bertumpu kepada orang yang berkulit putih, rambut lurus, gigi rapi, langsing, dan tinggi semampai. Bagaimana dengan orang Indonesia yang berkulit coklat sawo matang? Bagaimana dengan orang Indonesia bagian timur yang kulitnya cenderung gelap dan rambut tidak lurus? Ya berbagai cara dilakukan agar memenuhi standar kecantikan tersebut.

Cantik dan Skincare

Kecantikan sebenarnya tidak hanya dari paras, tetapi juga hati. Ketika paras cantik dan hati baik bisa maka cantik luar dalam. Tapi, namanya juga manusia, yang dipandang pertama seseorang adalah wajah dulu baru hatinya. Itu adalah masalah lazim yang terjadi di sekitar kita. Hal tersebut menjadikan para perempuan tentu saja ingin menjadikan wajahnya mulus dan cantik. Banyak usaha yang dapat dilakukan seperti menggunakan skincare, perawatan di salon mahal dan masih banyak lagi.

Masalah skincare tentu saja berujung pada uang. Tidak masalah bagi perempuan yang sudah berpenghasilan karena toh uang itu terserah akan dibelanjakan ke mana. Bagaimana nasib remaja yang belum berpenghasilan? Minta uang kepada orang tua solusinya. Tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan demi produk-produk kecantikan tapi demi kulit glowing kenapa tidak.

Baca Juga  Transformasi Perempuan Madura

Untuk membeli cuci muka saja harus merogoh uang sekitar Rp 30.000. Itu hanya cuci muka, sedangkan untuk yang lain seperti toner, serum, lip balm, kapas, dan lain lain tentunya lebih banyak uang yang harus dikeluarkan. Lebih baik uang itu digunakan untuk sedekah, kegiatan bakti sosial atau kebutuhan yang lebih penting.

Kebutuhan Tersier

Bisa dibilang skincare adalah kebutuhan tersier, kebutuhan ketiga setelah kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder terpenuhi, kebutuhan yang tidak terlalu penting. Tapi, kalau misalnya para perempuan sedang bergaul dengan teman-temannya, sedangkan teman-temannya tampil cantik pasti ada rasa minder dalam hati. Kalau anak-anak zaman sekarang sih biasanya menyebut dengan kata insecure.

Merawat tubuh tidaklah suatu kesalahan, yang salah jika uang minta orang tua digunakan untuk beli produk produk skincare yang mahal hanya untuk mengikuti perkembangan zaman dan gengsi semata. Tidak semua orang berasal dari keluarga kaya, tidak semua keluarga dari kalangan menengah ke atas. Tidak masalah jika menyisihkan uang saku, kemudian ditabung, lalu digunakan untuk membeli barang-barang kecantikan itu.

Pernah saya alami, pengalaman saat saya masih duduk di bangku SMP. Saya diajak oleh teman saya pergi ke salon untuk perawatan kulit wajah katanya. Waktu itu saya tidak ada uang jadi saya ikut hanya untuk menemani teman saya saja. Lagi pula saya belum pernah melakukan perawatan-perawatan seperti itu. Bagaimana jika malah efek samping yang saya dapatkan seperti tidak cocok, wajah menjadi bruntusan, kemerahan, dan masih banyak kekhawatiran lain dalam diri saya.

Skincare Berujung Korupsi

Saya menunggu di luar ruangan sementara teman saya masuk dan bertarung melawan jerawat, komedo, dan masalah kulitnya bersama alat-alat dan cairan yang saya tidak tahu namanya. Setelah beberapa saat teman saya keluar dan ada perubahan di wajahnya terlihat lebih segar dan halus. Tapi, apa yang terjadi kemudian? Beberapa hari setelah itu, wajah teman saya kemerahan, dan ada bruntusan. Apa yang saya takutkan benar-benar terjadi.

Baca Juga  Muara Pembebasan

Mungkin itu adalah karma yang didapatkan oleh teman saya, karena ternyata uang yang digunakan oleh teman saya untuk perawatan itu adalah uang dari orang tuanya yang seharusnya digunakan untuk membayar SPP sekolah. Ketika saya bertanya kepada teman saya,  kenapa harus memakai uang itu? jawabnya sederhana “kalau pakai uang ini tidak akan ketahuan oleh orang tuaku, mereka tidak akan mengecek apakah SPP sekolah sudah dibayarkan atau belum. Untuk membayar SPP nanti aku akan  minta uang lagi pakai alasan untuk beli buku”.

Siapa sangka perawatan skincare karena gengsi ini berujung korupsi. Memang bukan korupsi dalam jumlah besar seperti yang dilakukan oleh para tikus berdasi. Tetapi sama saja bukan? Besar atau kecil jumlahnya kalau korupsi ya korupsi. Atau jangan-jangan para tikus berdasi itu sudah berlatih sejak dini seperti yang dilakukan oleh teman saya ini? Sehingga ulahnya tidak diketahui oleh  komisi pemberantasan korupsi.

Bagikan
Post a Comment