Site icon Inspirasi Muslimah

Persahabatan Bukan Sekadar Kepompong

persahabatan

Wahyu-Agung-Prihartanto

Persahabatan baik dalam suka maupun duka merupakan harapan setiap manusia. Namun, seringkali persahabatan dihadapkan pada kondisi dilematis antara menjadi teman yang baik atau berbohong demi teman. Ketika kita dihadapkan pada kondisi harus berbohong untuk melindungi teman, maka seakan-akan moralitas dan persahabatan menjadi sesuatu yang bertolak belakang. Kita sering menyaksikan bahkan barangkali pernah merasakan situasi semacam itu.

Fenomena seperti itu rasanya menarik dibahas, apalagi menjelang pemilu banyak orang suka membentuk kelompok-kelompok dengan berbagai macam tujuan, hehehe. Kecenderungan orang cepat menjads bahwa orang yang tidak baik pasti memperlakukan teman-temannya dengan tidak baik juga; seperti berbuat curang, suka mencuri, ingkar janji dsb dsb. Tapi, pada waktu yang bersamaan, seseorang berlaku buruk pada seseorang tapi berbuat baik pada lainnya.

Pertanyaannya, “Apakah menjadi orang baik secara otomatis sukses menjalin persahabatan secara baik?” Hal ini, akan tampak saat moralitas dan persahabatan berada dalam konflik. Persahabatan membutuhkan keterbukaan terhadap pandangan rekan kita, meskipun perspektif mereka berbeda dengan pandangan kita sekalipun. Persahabatan memerlukan kepedulian, seluruh anggotanya terlibat untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Lantas, “Bagaimana jika persahabatan didasari dari orang-orang yang berkelakuan baik? Kitapun diharapkan tetap terbuka dengan perspektif mereka yang dirasakan baik. Bertindak sesuka hati yang menurut kita baik meski rekan kita tidak sependapat akan menciptakan paternalistik. Dalam kondisi tertentu paternalisme masih bisa dimaklumi, seperti menolong teman yang sedang mabuk minuman keras; meski demikian tindakan tersebut dapat dikategorikan buruk dalam persahabatan.

***

Beberapa ahli menyatakan bahwa terbuka pada perspektif teman dapat membukakan pintu bahaya moral. Intinya pengaruh lingkungan pergaulan dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang baik terhadap hal baik maupun buruk. Pengaruh ini semakin cepat berdampak ketika kita terlalu memfigurkan eksistensi seorang teman; sehingga meskipun buruk akan selalu terkesan baik, dan hal ini juga tidak baik bagi sebuah persahabatan.

Sebuah cuplikan pembicaraan Dean Cocking dan Jeanette dari novel “Pride and Prejudice” karya Jane Austen, menyebutkan, “Kepedulian kepada sang pemohon akan membuat seseorang siap untuk mengabulkannya tanpa menunggu alasan mengapa seseorang harus melakukannya.” Pendapat ini mengisyaratkan, bahwa menggabungkan antara keinginan untuk membantu teman dari sudut pandang teman tersebut akan menimbulkan masalah besar. Konkritnya seperti ini, ketika teman anda meminta anda untuk mengatakan kepada pimpinan perusahaan bahwa ia sakit karena menenggak minuman keras berlebihan, maka apakah anda akan benar-benar membantunya?

Balik pada pertanyaan sebelumnya, “Bagaimana jika persahabatan didasari dari orang-orang yang berkelakuan baik?” Aristoteles telah membagi tiga jenis persahabatan. Persahabatan karena keramahannya, persahabatan karena satu hobi, dan persahabatan karena merasa satu sama lain baik dan berharga bagi diri mereka sendiri. Yang terakhir, sang filsuf menyebutnya sebagai persahabatan kebajikan yaitu bentuk persahabatan terbaik dan terlengkap.

Tidak memaksakan kehendak yang jelas-jelas sahabat kita tidak mampu mengikuti kehendak kita merupakan karakter persahabatan yang baik. Situasi seperti ini membutuhkan penghargaan kepada sahabat atas diri mereka sendiri, meskipun sahabat tersebut tidak melakukan sesuatu untuk kita. Sehingga, persahabatan jenis ini mengakui karakter dan nilai mereka berharga.  

***

Sangatlah idealis, bila mencari persahabatan harus dari seseorang yang berlatar belakang orang yang baik, karena pada ujung-ujungnya anda akan menemukan sebuah penyesalan. Untuk mewadahi hal tersebut, sebagian pemikir menyoroti bahwa aneka ragam persahabatan disesuaikan dengan kualitas karakter sahabat-sahabatnya tersebut. Hal ini, bukan lantas diterjemahkan bahwa orang biasa cenderung berteman orang biasa-biasa saja, sementara orang baik akan selalu memiliki persahabatan yang baik pula.  

Baik dan buruk ini soal rasa dengan pemahaman sangat subyektif. Sangatlah berbahaya jika setiap orang bebas mendefinisikan kebaikan persahabatan sendiri-sendiri, apalagi tanpa dibarengi tepo seliro dan tenggang rasa. Dibutuhkan kumpulan nilai-nilai baik yang mengatur tentang keberanian, keadilan, kesederhanaan untuk membantu kita menjalani hidup sebagai manusia bagi diri sendiri maupun orang lain.   

Sebilah pisau akan berperan dengan baik jika ia memiliki ketajaman yang memadai, seorang manusia akan berfungsi baik jika manusia mampu melindungi yang dihargai, bekerjasama dengan baik, serta menikmati kebahagiaan dalam kesesederhanaan. Pisau yang tumpul kualitasnya menurun atau tidak bermanfaat, demikian juga kualitas hidup manusia yang buruk akan membuat hidup manusia dalam kesulitan. Pecundang kesulitan melindungi apa yang penting, orang rakus tidak bisa berhenti makan, dan orang-orang yang tidak adil selalu mengambil melampaui porsinya.

Membangun kualitas hidup tidak dapat didapat secara instan, semuanya perlu proses panjang melalui praktik kebaikan secara berulang. Benturan-benturan kekeliruan dapat diambil hikmah untuk perbaikan kehidupan selanjutnya. Dan, dari situlah kita hubungkan kebaikan dengan persahabatan dengan memahami hubungan antara menjadi orang baik dan menjadi teman yang baik.

***

Di awal tulisan dinyatakan bahwa persahabatan merupakan proses saling membantu serta melibatkan keterbukaan terhadap perspektif teman. Hubungan karakter yang baik dengan kemampuan hidup yang baik, adalah tidak bisa kita mengabaikan seorang teman melakukan kesalahan karena hal itu akan membuat teman kesulitan menjalani kehidupannya lebih meningkat. Bila seorang teman ngeyel meski sudah diingatkan, tersenyumlah, dan akhirnya kalian paham bahwa sikap konsisten baik sebagai teman adalah mereka yang memiliki karakter baik.

Bawah alam sadar kita, nilai dan reaksi pribadi kita berubah setiap saat menyesuaikan dengan lingkungan pergaulan kita. Perubahan tersebut bisa saja ke arah yang lebih baik, namun tidak tertutup kemungkinan membuat kita semakin buruk, kondisi tersebut menyatakan kita dalam situasi merugi oleh persahabatan. Jika waktu yang dihabiskan bersama teman saya yang malas cenderung membuat saya kurang termotivasi dengan hidup saya sendiri, maka dapat dikatakan saya menjadi lebih buruk, dan hal itu bisa menjadikan teman seperti itu buruk bagi kita.

Kesimpulannya, persahabatan yang baik mustahil dapat terjalin bila kedua manusia yang sedang bersahabat bukan orang baik. Bila, kalian berfikir bahwa ketegangan persahabatan diakibatkan oleh moralitas yang tidak baik, maka kalian sedang gagal berpikir. Prinsip kehati-hatian, jernih berfikir, serta keterbukaan memahami sudut pandang keinginan teman dapat mengokohkan jalinan persahabatan itu sendiri.

Bagikan
Exit mobile version