f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
kolaborasi manusia

Perenungan Historisitas Manusia : Perempuan, Kolaborasi Gender, dan Perdamaian

Perkembangan sejarah umat manusia bergerak ke arah yang selalu dinamis dan progresif. Pada mulanya natural, kemudian dinamis mengikuti arah kebudayaan manusia. Budaya manusia pun berkembang sedemikian rupa sehingga menjadikan kita berada dalam terminal-terminal sejarah sampai hari ini. Pun jika kita mau jujur, manusia dengan segala kebermanfataannya dan kebringasannya telah banyak mewarnai planet ini. 

Warna yang ditimbulkan pun beragam dan berkembang. Mulai dari adanya revolusi pangan pertanian, penggunaan lahan hingga industrialisasi. Relasi yang terjadi dalam sejarah pun sangat kompleks dan berlapis-lapis. Ada relasi Tuhan dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan sesamanya, pemerintah dengan masyarakat hingga relasi antar gender.

Pada hakikatnya semua manusia tercipta dengan porsinya masing-masing. Laki-laki dan  perempuan memiliki keistimewaan serta perannya yang bukan hanya saling mengisi namun juga saling menyempurnakan. Keduanya memiliki dimensi biologis hingga spiritual yang unik sekaligus harmonis. 

Namun kerakusan manusia seringkali membuat keharmonisan ini terganggu. Hal ini pun sebenarnya juga dipengaruhi oleh dominasi entitas tertentu yang terkadang membuat bumi semakin dieksploitasi. Entitas ini bermacam-macam, mulai dari entitas politik, entitas budaya hingga entitas gender. Eksploitasi akan berujung pada ketimpangan, karena relasi dipaksakan untuk menguasai.

Ambisi Maskulinitas

Sejumlah riset membuktikan secara gender, laki-laki cenderung memiliki ambisi dan keserakahan lebih besar ketimbang perempuan. Yuval Noah Harari dalam Sapiens menegaskan bahwa laki-laki selalu mendominasi peperangan yang terjadi dalam sejarah umat manusia. Sebut saja perang prasejarah yang digaungkan oleh bangsa Romawi, Persia hingga perang di era pertengahan yaitu Perang Salib bahkan perang Dunia I dan II. Para lelaki mendominasi semua itu. 

Ambisi dan naluri untuk menguasai membuat laki-laki cenderung lebih banyak melakukan perusakan daripada perempuan. Bukan hanya urusan perang saja, laki-laki juga berkontribusi dalam kehancuran alam. Kerusakan lingkungan akibat dari industrialisasi, penambangan hingga penembangan hutan secara serampangan sampai hari ini merupakan bukti bahwa laki-laki terlalu dominan untuk mengelola alam hingga lupa pada batasnya. 

Baca Juga  Memahami Budaya dalam Kerangka Klasik dan Kontemporer

Revolusi industri di satu sisi membawa manusia pada kesejahteraan ekonomi. Kemajuan yang kita rasakan hari ini juga merupakan berkah atau sisi keuntungan dari fragmen sejarah manusia ini. Dalam perkembangannya industri telah berevolusi sampai ke beberapa titik. Mulai dari mekanisasi, kelistrikan, komputasi hingga  internet dan data sebagai basis perkembangannya. 

Di lain sisi ada juga residu yang didapatkan atas industrialisasi. Sejak 2-3 abad terakhir, perkembangan industri sudah cukup membuat kerusakan lahan di berbagai benua. Berbagai macam degradasi telah menyebabkan lahan-lahan produktif di muka bumi beralih fungsi menjadi penopang bangunan beton. 

Berbagai Krisis dari Ekologi hingga Pandemi

Alam pun merespon dengan kompleksitasnya. Kerusakan alam ini pun di titik tertentu telah mengubah bukan hanya tatanan kebudayaan, namun juga tatanan kosmos bumi. Kita hari ini mengistilahkan perubahan ini dengan krisis iklim. Perubahan yang mengakibatkan bencana di mana-mana. 

BNPB mencatat bahwa ada kenaikan jumlah bencana dalam 5 tahun terakhir. Penyebab hal ini adalah perubahan kondisi cuaca yang cukup signifikan di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa tahun lalu kita pernah mengalami kemarau hebat yang mengakibatkan kebakaran hutan di wilayah Kalimantan dan Sumatra. Namun tahun-tahun ini kita merasakan hujan super lebat yang menyebabkan banjir di berbagai tempat termasuk Jakarta, Semarang, Banten, bahkan hingga menenggelamkan beberapa dusun di pinggiran pantai  utara Demak, Jawa Tengah. 

Krisis iklim yang belum selesai ini masih diperparah dengan covid-19 yang menghantam dunia di akhir 2019. Krisis ini mengacaukan tatanan makro utamanya tatanan kesehatan. Selain itu tatanan ekonomi dunia ambruk seketika karena sektor-sektor ekonomi yang sedang pesat-pesatnya berkembang seperti pariwisata, transportasi dan lain sebagainya. Daya beli masyarakat menurun tajam akibat pandemi.

Baca Juga  Perempuan dan Politik: Partisipasi Politik Perempuan dalam Perspektif Gender

Di setiap krisis baik pandemi maupun ekologi, perempuan menjadi entitas yang paling rentan. Kaum perempuan alih-alih dilindungi dan diayomi, mereka seringkali menjadi korban dari tiap berbagai krisis. Banyak NGO mencatat banyaknya tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kaum perempuan ketika pandemi. Mereka sering menjadi korban suami atau orang tuanya yang stress akibat tekanan hidup karena dampak pandemi (PHK, ekonomi menurun dan lain sebagainya). Belum lagi kasus pelecehan kepada perempuan di sektor-sektor publik yang kian marak terjadi.

Walaupun ketika kasus ini ketika didalami lebih kompleks dan pelakunya adalah oknum-oknum tertentu, namun jika hal ini dibiarkan maka kita sama saja menternak ketidakadilan. Padahal dalam agama, keadilan lah yang menjadi fondasi utama keberlangsungannya untuk nantinya dipertanggungjawabkan pada Tuhan.

Kolaborasi untuk Solusi

Pandemi dan krisis ekologi yang mengancam kita hari ini memerlukan peran yang adil dan proporsional dalam perspektif gender. Terkadang kita terjebak pada frasa “kesetaraan” yang seolah memperjuangkan perempuan, namun mereduksi berbagai dimensi. Karena secara dimensi fisis-biologis bahkan kimiawi, perempuan memiliki perbedaan dengan lelaki. Namun secara sosial bahkan profesional ada irisan pekerjaan kolaborasi bersama antara laki-laki dan perempuan; agar peran laki-laki tidak terlalu dominan yang kadang menyebabkan berbagai kerusakan karena minimnya manajemen egoisme maskulinitasnya.

Berbagai riset membuktikan perempuan cenderung lebih adaptif terhadap perubahan daripada laki-laki. Hal ini karena setiap bulan, perempuan mengalami perubahan metabolisme biologis dengan adanya siklus menstruasi. Siklus ini merupakan siklus biologis yang berpengaruh pada kondisi psikologis perempuan. 

Terkadang ekspresi sosial yang ditangkap ketika perempuan sedang dalam kondisi ini, yakni mereka cenderung mudah marah dan sensitif. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah mereka menahan sakit bahkan nyeri yang ditimbulkan peluruhan rahim mereka. Laki-laki belum tentu kuat merasakannya karena mereka tidak memiliki mekanisme biologis seperti ini. 

Baca Juga  Subordinasi Gender Bukan Solusi

Belum lagi ketika perempuan mengandung atau hamil selama 9 bulan. Betapa kuatnya mereka mempertahankan dan menjaga bayi dalam kandungan, berbagi makan dengannya, berbagai imunitas dengan bayinya, hingga melahirkannya yang melewati berbagai macam perjuangan yang bisa jadi nyawa mereka menjadi taruhannya. 

Perempuan cenderung lebih siap menghadapi perubahan / keluar dari status quo ketimbang laki-laki. Di awal pandemi covid-19, dunia dibuat takjub dengan kepemimpinan perempuan di Jerman dan Selandia Baru dalam merespon covid-19. Angela Merkel dan Jacinda Ardern mendapat pengakuan sebagai pemimpin negara yang mampu menangani covid dengan optimal. Hal ini menginspirasi berbagai negara dan dunia untuk segera keluar dari pandemi ini. 

Maka dengan modalitas demikian perempuan memiliki banyak potensi dan peluang menjadi agen-agen perdamaian. Apalagi dengan kondisi pasca pandemi seperti perlu sosok yang mampu membawa masyarakat pada perdamaian. Perlu kolaborasi yang proporsional antara laki-laki dan perempuan dengan menempatkan dan menghargai kondisi masing-masing. 

Perkiraannya era pasca pandemi akan ada gelombang-gelombang krisis baru. Entah itu krisis iklim maupun krisis perdamaian dunia. Tugas kita adalah melakukan upaya mitigasi dan adaptasi dengan untuk menghadapi semua itu. Tentu dengan kolaborasi yang memegang prinsip keadilan serta berkelanjutan.

Penulis : Hendrik Kurniawan Wibowo
Tenaga Kelitbangan Bappeda Wonosobo
IG : @hendrik.k.wibowo; FB : Hendrik Kurniawan Wibowo II; Twitter : @HendrikFilosof

Bagikan
Post a Comment