Site icon Inspirasi Muslimah

Perempuan dan Politik: Partisipasi Politik Perempuan dalam Perspektif Gender

perempuan dan politik
Keterwakilan Perempuan pada Ruang Publik

Obrolan mengenai perempuan merupakan salah satu obrolan yang tidak ada habisnya. Perempuan sering menjadi sorotan dalam masyarakat. Perempuan masih sering dipandang oleh masyarakat umum sebagai makhluk kedua. Mereka menganggap kedudukan laki-laki lebih mulia daripada kedudukan perempuan. Namun Indonesia sudah tidak lagi terkurung dalam kegelapan intelektual.

Dalam literatur kajian Islam, masa pergerakan kaum perempuan di Indonesia dimulai oleh pemikiran Kartini hingga munculnya berbagai organisasi perempuan pada tahun 1912. Menurut Very (2018), mulai tahun 1912, kaum perempuan telah memasuki berbagai fase pergerakan, mengalami perkembangan dari satu periode ke periode berikutnya. Setelah proklamasi kemerdekaan, para perempuan bersama-sama dengan organisasi-organisasi perempuan turut serta bersinergi dengan pejuang lainnya dalam upaya mempertahankan kemerdekaan.

Kemudian, pada tahun 1998 terjadi dorongan dari kaum perempuan untuk lebih aktif menyuarakan pendapat mereka. Gerakan-gerakan yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan mulai muncul. Termasuk pada ranah politik dengan adanya peningkatan keterwakilan perempuan dalam pemerintahan. Perempuan sering menjadi fokus perhatian pada masyarakat di mana keberadaan mereka dianggap kurang penting daripada pria.

Menurut Very (2018), konstruksi masyarakat sipil mengimplikasikan upaya untuk mengadvokasi ruang publik yang melibatkan semua warga negara tanpa memandang jenis kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Di Indonesia, peran perempuan dalam dunia politik telah diberikan perhatian. Tetapi masih terdapat tantangan terkait rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam lembaga-lembaga politik.

Dampak dari rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam arena politik adalah kurangnya akomodasi berbagai kepentingan perempuan dalam sejumlah keputusan politik. Hal ini berkontribusi pada cenderungnya keputusan politik memiliki karakteristik yang lebih maskulin dan kurang memperhatikan perspektif gender. Representasi perempuan dalam bidang politik masih jauh dari harapan yang kita inginkan. Bahkan di Indonesia, perempuan yang terlibat dalam dunia politik masih menghadapi hambatan budaya patriarki dan ketidaksetaraan gender yang masih melekat.

Dalam UU No.22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%. Namun, sampai saat ini upaya yang selalu diusahakan untuk memperbaiki persoalan tersebut masih belum masif. Pengaturan mengenai kuota 30% keterwakilan perempuan bertujuan untuk meningkatkan jumlah perempuan yang duduk di lembaga pemerintahan, legislatif maupun eksekutif.

Tetapi bila kita bandingkan dengan beberapa pemilihan umum sebelumnya, peraturan perundang-undangan yang mengatur keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2014 lebih beragam dan rinci. Namun, hasil dari penelitian singkat mengenai isu-isu terkini menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang menjadi anggota legislatif akhirnya mengalami penurunan, dari 101 orang atau 17,86% menjadi 79 orang atau 14% dari total 560 anggota yang terpilih.

Peran dan Posisi Perempuan dalam Politik          

Bicara mengenai perempuan tidak bisa dilepaskan dari peran dan posisi mereka dalam masyarakat. Dalam konteks politik, peran dan kedudukan perempuan sering kali mengalami diskriminasi. Ini melibatkan hak-hak asasi yang seharusnya diberikan kepada setiap individu. Namun, paradoksnya, dalam ranah publik, pemahaman mengenai hak-hak asasi perempuan masih belum merata. Realitas ini mengakui bahwa sebagian besar perempuan di Indonesia masih minim pemahaman terhadap isu politik, serta masih banyak menghadapi diskriminasi gender.

Menurut Anifatul (2019), faktor yang menyebabkan keterbatasan peran perempuan dalam konteks politik nasional tidak berasal dari agama atau budaya. Sebaliknya, beberapa pria dalam lingkungan politik nasional menggunakan agama dan budaya sebagai alat untuk mendiskriminasi perempuan, dengan tujuan melindungi kepentingan pribadi mereka. Selain itu, permasalahan utama muncul ketika terjadi pertemuan antara doktrin budaya dan ajaran agama. Akibatnya, dua faktor ini seharusnya dapat mendorong partisipasi lebih aktif perempuan dalam politik. Namun, justru dimanfaatkan oleh sebagian pria untuk melanjutkan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam hal ini, peran perempuan terkesan hanya dianggap sebagai pelengkap belaka.

Peran dan posisi perempuan dalam proses pengambilan kebijakan masih mengalami keterbatasan yang signifikan. Bahkan, stigma yang merendahkan peran dan posisi perempuan dalam konteks ini masih sangat kuat. Politik dan perempuan adalah topik yang menarik untuk dibahas. Hal ini disebabkan oleh dominasi budaya patriarki yang menghasilkan pemisahan yang jelas antara perempuan dan dunia politik. Sehingga keduanya dianggap tidak dapat saling bersinergi.

Dalam pandangan masyarakat umum, perempuan hanya dianggap cocok untuk beraktivitas di lingkungan domestik, seperti mengurus rumah tangga dan anak-anak dengan segala tanggung jawabnya. Sementara itu, politik dianggap sebagai ranah yang lebih sesuai bagi laki-laki, karena dikaitkan dengan konsep kekuasaan dan materi. Jika ada perempuan yang berkeinginan berkarier di luar rumah, hal tersebut sering kali dianggap sebagai sesuatu yang kurang penting. Namun, menurut pendapat Very (2018), perempuan seharusnya dapat mengemban peran ganda sebagai ibu dan juga profesional. Ini mengisyaratkan bahwa perempuan mampu menghadapi tantangan ganda, yaitu menjalankan tugas sebagai ibu yang penuh tanggung jawab dan juga menjalankan peran profesional di dunia luar. Dengan demikian, peran dan posisi perempuan dalam politik seharusnya diakui dan dihargai secara lebih mendalam, tanpa terjebak dalam pandangan sempit yang hanya mengaitkan mereka dengan tanggung jawab domestik semata.

Dalam situasi ini, perempuan jelas menghadapi hambatan dalam memiliki daya tawar yang kuat. Terlibat dalam dunia politik bagi perempuan bukanlah sekadar menjadi anggota lembaga legislatif atau eksekutif. Sebaliknya, keterlibatan perempuan dalam ranah politik mencerminkan kecerdasan dan juga upaya untuk mewujudkan potensi diri bagi mereka.

Partisipasi perempuan dalam dunia politik mengartikan memberikan peluang bagi mereka untuk berkontribusi dalam pembentukan kebijakan publik. Masalah yang berkaitan dengan perempuan juga memiliki dampak pada seluruh masyarakat. Oleh karena itu, perempuan memiliki tanggung jawab untuk berperan dalam proses pengambilan keputusan dan menjalankan fungsi kontrol terhadap keputusan politik tersebut.

Kehadiran perempuan di parlemen memiliki signifikansi yang besar. Terutama dalam konteks pengambilan keputusan publik, hal ini akan mempengaruhi kualitas legislasi yang dihasilkan oleh lembaga negara dan dipahami oleh masyarakat. Lebih jauh lagi, ini akan membawa perspektif unik perempuan dalam pendekatan dan solusi terhadap berbagai masalah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh cenderungnya perempuan untuk berpikir secara komprehensif dan responsif terhadap isu-isu gender. Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk mendukung dan memastikan adanya representasi perempuan yang cukup dalam ruang politik. Ini bukan hanya untuk kepentingan perempuan saja, tetapi juga untuk mewujudkan kebijakan yang lebih inklusif dan mengakomodasi berbagai perspektif dalam menyelesaikan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat secara keseluruhan.

Bagikan
Exit mobile version