Site icon Inspirasi Muslimah

PTM dan Peran Lingkungan dalam Perkembangan Kodrat Anak

kodrat anak

Sudah satu setengah tahun atau 19 bulan tepatnya pandemi covid-19 mengurangi kebebasan gerak aktivitas kita. Semenjak pengumuman kasus pertama kali di Indonesia pada bulan maret tahun 2020 lalu, kini sudah menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Berbagai kegiatan mulai menunjukkan aktivitas yang normal, seperti ekonomi, sosial dan juga pendidikan. Terkhusus pendidikan, para orang tua sudah mulai bernafas lega karena sudah mengizinkan anaknya untuk masuk sekolah dengan Pendidikan Tatap Muka (PTM) terbatas. Tentunya dengan berbagai syarat dan prokes yang ketat.

Pandemi ini banyak mengambil sesuatu dari kita. Mulai dari penghasilan, karir, ruang sosial bahkan pendidikan buat anak-anak kita. Maka dari itu bagi orang tua dan pendidik, banyak yang menyambut gembira kebijakan pendidikan tatap muka secara terbatas di sekolah ini. Karena bagaimanapun, kegiatan pembelajaran secara daring banyak mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Terutama di daerah-daerah yang infrastruktur pendidikannya masih terbatas.

Pandemi juga memiliki dampak positif di samping segala kekurangannya, peran orang tua menjadi besar dalam pelaksanaan pembelajaran daring dari rumah. Hal tersebut yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Sekolah tidak dapat berdiri sendiri dalam pelaksanaan pendidikan, perlu peran lingkungan keluarga dan masyarakat.

Setiap Anak Spesial

Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dari tujuan pendidikan tersebut, dapat diketahui bahwa setiap anak memiliki kodratnya sendiri-sendiri yang dibawa sejak lahir. Kodrat anak dapat berarti bakat atau minat anak. Tugas pendidikanlah yang menemukan dan mengembangkan kodrat atau bakat anak tersebut. Di sinilah peran sekolah, keluarga dan masyarakat menjadi penting.

Dalam teori kecerdasan majemuk atau Multiple Intelelligent Howard Gardner (1983), tokoh pendidikan dan psikolog berkebangsaan Amerika, dikatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak cerdas. Setiap manusia mendapat anugrah spesialisasi dalam bidang tertentu. Setiap anak pasti memiliki bakat dan minat tertentu, bahkan kemampuan untuk menunjukkan suatu produk budaya yang dihargai di masa datang.

Menurut teori kecerdasan majemuk, setiap anak pasti memiliki satu atau beberapa kemampuan berikut; menjadi anak yang menguasai bahasa yang baik (Linguistic Intelligence), anak yang rasional dengan logika matematika yang kuat (Logical-mathematic Intelligence), anak yang memiliki kemampuan konsep tata ruang yang bagus (Spatial Intelligence), anak yang akan menjadi seniman karena memahami dan menghayati seni musik (Musical Intelligence), atau anak yang mampu menggunakan bahasa tubuh atau olah tubuh karena memili psikomotor yang baik sehingga suatu saat menjadi olahragawan yang membanggakan kedua orangtuanya (Bodily-kinesthetic Intelligence).

Kalau belum menemukan bakatnya seperti di atas, mungkin akan menjadi anak yang tangguh dan mandiri karena mampu memahami diri sendiri dan mengembangkan interesnya melalui belajar mandiri (Interpersonal Intelligence). Seorang pemimpin karena mampu bekerjasama dengan orang lain dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi (Intrapersonal Intelegence), atau akan menjadi seorang ilmuan karena memiki kemampuan mengklasifikasi sejumlah spesies serta menunjukkan mana yang bermanfaat dan tidak dan mampu mengenali gejala alam dengan baik (Naturaist Intelegence).

Mengembangkan Kodrat Anak Tugas Kita Semua

Seperti penjelasan di atas, ada tiga lingkungan penting untuk membantu tumbuh kembang anak. Yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Potensi anak tidak dapat dikembangkan secara maksimal bila tidak menyiapkan lingkungan yang memadahi. Seringkali orang tua menyerahkan semua pendidikan anaknya ke pihak sekolah.

Dalam bahasa Jawa istilahnya “Pasrah bongkokan”. Yaitu memasrahkan segala urusan kepada orang lain. Dalam hal ini, orang tua sepenuhnya memasrahkan segala pendidikan anaknya kepada pihak sekolah. Mereka tidak mengetahui perkembangan anaknya. Bila sudah masuk sekolah, beranggapan bahwa semua sudah selasai. Padahal menemukan bakat, minat, serta perkembangan anak bukanlah tugas sekolah semata. Perlu adanya sinergi antara keluarga, sekolah dan masyarakat.

Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa ada tiga pusat pendidikan (Tri Sentra Pendidikan), yaitu lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat. Sekolah adalah kepanjangan tangan dari pemerintah. Menyelenggarakan pendidikan secara formal dengan berbagai muatan dan kurikulumnya, termasuk menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan karakteristik siswa.

Sekolah menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan siswa, dalam arti bahwa menyelenggarakan pendidikan yang berpusat pada siswa atau student centered,  sehingga siswa dapat mengembangkan bakat dan minatnya. Pendidikan tidak lagi berpusat pada guru/ teacher oriented, yang cenderung memaksakan kemauan dan kehendak guru kepada siswa. Sekolah tidak dapat berdiri sendiri, perlu adanya peran keluarga.

Bila kita bandingkan waktu di rumah bersama keluarga dengan di sekolah. Tentu waktu di rumah lebih banyak daripada waktu yang dihabiskan di sekolah. Maka dari itu, akan lebih efektif bila keluarga juga berperan aktif. Keluarga adalah lingkungan pertama untuk anak belajar. Pendidikan di keluarga dapat dilakukan setiap hari yang sering disebut dengan pendidikan informal. Selain perlu menunjukkan keteladanan, orang tua juga dapat memantau perkembangan anak sesuai dengan bakat dan minatnya. Sehingga kecenderungan potensi anak dapat diamati melalui lingkungan keluarga.

Jika lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga menciptakan ritme yang sama, kita dapat membantu anak-anak kita untuk menemukan potensinya. Tentu tanpa melupakan lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Lingkungan masyarakat yang terdiri dari berbagai keluarga (satuan organisasi terkecil) tentu akan berperan penting bila masing-masing keluarga sudah memahami dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan anak. Masayarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling berinteraksi sosial. Sehingga anak-anak selain berinteraksi dengan keluarga juga berinteraksi dengan masyarakatnya.

Dengan adanya tatap muka secara terbatas bagi anak-anak, harapannya danya sinergi yang lebih baik antara lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan selama pembelajaran daring kemarin, tidak lagi hilang apalagi menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah atau pasrah bongkokan.

Bagikan
Exit mobile version