f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
wali mursyid

Pentingnya Wali Mursyid Menurut Al-Ghazali

Kehidupan manusia itu tidak terlepas dari namanya pendidikan. Karena manusia memiliki potensi insaniah yaitu potensi yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, yaitu satu-satunya makhluk yang dapat menerima pendidikan. Ini menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai hasrat untuk mengetahui sesuatu yang ada dalam dirinya ataupun di luar pada dirinya.

Dalam hal ini menunjukkan bahwa manusia membutuhkan orang yang bisa memberikan petunjuk. Karena jika manusia tidak bisa mendapatkan orang tersebut, maka manusia akan mengalami yang namanya disorientasi.

Kata disorientasi itu terjadi ketika seseorang tidak mengetahui arah lagi, ke mana dia harus pergi bahkan dari mana dia berasal. Dalam kondisi seperti itu, maka benar seseorang butuh seseorang yang bisa memberikan petunjuk (wali mursyid). Imam al-Ghazali memberikan konsep tentang wali mursyid dalam kitabnya yaitu Ayyuha al-Walad.

Biografi Imam al-Ghazali

Nama lengkapnya Abu Hamid al-Ghazali Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad, dilahirkan di Thusi (kota di Khurasan). Kota Thusi merupakan salah satu negeri Islam yang sangat maju dalam perkembangan ilmu dan terdapat banyak ulama Islam.

Imam al-Ghazali dilahirkan dari keluarga yang shalih. Bapak dan kakeknya bekerja sebagai penenun kain wol. Bapaknya seorang yang shalih karena rajin menghadiri majelis kajian para ulama fikih dan majelis nasihat.

Setiap kali mengikuti kajian, beliau menangis dan berdoa kepada Allah agar anaknya dijadikan ulama pemberi nasihat. Dari itu, doa bapaknya dikabulkan oleh Allah, anaknya yang bernama al-Ghazali menjadi seorang ulama besar, sementara adiknya Ahmad menjadi seorang ulama pemberi nasihat.

Kemudian, imam al-Ghazali berangkat menuju Muaskar, di mana al-Wazir Nizamul Mulk tinggal di sana. saat itu dia perdana menteri khilafah Abbasiyah.

Baca Juga  Menghadapi New Normal, Apa yang Harus Kita Lakukan?

Singkat cerita, dalam Majelis al-Wazir imam al-Ghazali banyak terlibat dalam diskusi dan debat ilmiah, sehingga al-Ghazali mendapatkan kedudukan khusus di sisi al-Wazir, setelah beberapa tahun sampai menjadi Rektor Universitas Nizhamiyah di Baghdad, maka al-Ghazali harus pindah ke sana.

Beliau melaksanakan amanah dengan sangat baik. Kemudian popularitas, harta, jabatan dan kehormatan diraih al-Ghazali selama mengajar di sana. namun al-Ghazali tidak berhenti dan tidak puas dengan hal itu dan memandang semuanya sebagai “dunia ucapan” saja.

Al-Ghazali menyadari bahwa kunci kebahagiaan di akhirat adalah meningkatkan ketakwaan, memperkuat hubungan dengan Allah, menjauhkan diri dari gemerlap kehidupan duniawi.

Dari penemuan itu, al-Ghazali memutuskan untuk uzlah berlangsung selama 10 tahun lamanya di negeri Syam. semua jabatan yang dia raih dia tinggalkan. Sehingga dari hasil uzlah itu beliau menghasilkan banyak karya.

Apa itu Wali Mursyid?

Dari sisi etimologis, kata mursyid dalam kamus al-Munawwir berasal dari bentuk isim fa’il yang berasal dari kata rasyada-yursyidu-rusydan artinya penunjuk atau pemimpin.

Dengan kata lain, mursyid adalah seseorang yang ahli dalam memberikan petunjuk terutama dalam hal spiritual. Secara terminologis bahwa mursyid itu jabatan spiritual yang diperoleh secara turun temurun melalui jalur sampai kepada nabi.

Secara sederhananya, wali mursyid seorang guru yang mempunyai sanad sampai kepada nabi. Hakikat wali mursyid terdapat dalam penggalan ayat al-Qur’an surat al-Kahfi (18): 17 yaitu:

… مَنْ يَّهْدِ اللّٰهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهٗ وَلِيًّا مُّرْشِدًا

Artinya:

“…. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.”

Baca Juga  Perlindungan Anak di Indonesia
Latar Belakang Kitab Ayyuha al-Walad

Ada seorang murid yang sudah lama belajar kepada imam al-Ghazali dia senantiasa berkhidmat kepada gurunya dan menyibukkan dirinya dengan mengikuti kajian al-Ghazali kemudian memperbanyak baca sehingga dia berhasil mengumpulkan ilmu yang mendalam dan meraih akhlak yang mulia.

Singkat cerita, pada suatu hari, sang murid merenung keadaannya tersebut. Terbetik dalam pikirannya, “aku telah membaca berbagai macam ilmu. Aku telah mempergunakan waktu mudaku untuk mempelajari dan mengumpulkan ilmu.”

Dia kemudian bertanya pada dirinya mana yang bisa bermanfaat dan yang tidak bermanfaat ilmunya karena kelak nanti itu akan menemaninya di alam kubur. pikiran tersebut terus-menerus melintas dalam benaknya, sehingga dia menulis surat sebagai permintaan fatwa kepada gurunya yaitu al-Ghazali, yang kemudian dia menanyakan beberapa permasalahan dan meminta nasihat serta doa untuknya kepada beliau.

Dari permintaan tersebut, maka terlahirlah karya dari imam al-Ghazali yaitu kitab Ayyuha al-Walad yang berisikan nasihat-nasihat untuk murid tercintanya.

Konsep Wali Mursyid Menurut al-Ghazali

Dalam kitab ayyuha al-Walad, imam al-Ghazali memberikan nasihat kepada murid tercintanya, bahwa seorang salik (orang yang mencari kebenaran) harus memiliki syaikh atau wali mursyid, karena itu bisa memberikan pendidikan dan membimbing ke jalan yang lurus.

Allah mengutus seorang rasul kepada para hamba-Nya untuk menunjukkan mereka kepada jalan-Nya. Ketika Rasulullah wafat, beliau telah meninggalkan belakangnya para pelanjut yang akan membimbing menuju jalan Allah.

Maka syarat seorang syaikh yang layak melanjutkan posisi Rasulullah sebagai pembimbing adalah dia harus seorang ulama. Namun tidak setiap ulama layak menjadi penerus beliau. Al-Ghazali menjelaskan secara global sebagai tanda penerus Rasulullah, agar tidak setiap orang dapat mengklaim dirinya sebagai seorang wali mursyid.

Baca Juga  Keterwakilan Perempuan dalam Dunia Politik pada Kawasan Islam Minoritas

Imam al-Ghazali menyebutkan secara global sifat-sifat terpenting yang harus akan pada diri seorang wali mursyid, agar dia layak dijadikan seorang guru pembimbing. Sifat-sifat tersebut di antaranya:

1. Mendalami ilmu agama.

2. Tidak cinta harta dan kedudukan.

3. Dahulunya dia belajar di bawah bimbingan seorang ulama (wali mursyid) yang belajar dari gurunya dan sanad belajarnya bersambung dari satu guru ke guru di atasnya, hingga berakhir pada rasulullah.

4. Ahli dalam melakukan riyadhah nafs (tekun melaksanakan ibadah wajib dan sunnah, meninggalkan perkara yang makruh dan haram serta mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang mubah).

5. Berakhlak mulia.

Maka dari itu, peran wali mursyid menurut imam Al-Ghazali sangat penting untuk membimbing dan mendidik seorang murid demi kesempurnaan iman dan kemuliaan akhlak

Bagikan
Post a Comment