Site icon Inspirasi Muslimah

Pentingnya Pola Asuh Toleransi dalam Keluarga

pola asuh toleransi

“Saya belajar diam dari banyak bicara, toleransi dari yang tidak toleran, dan kebaikan dari tidak baik, namun aneh, aku tidak berterima kasih kepada guru-guru tersebut.” –Khalil Gibran

Menjadi pribadi yang toleran sangat penting untuk dimiliki setiap manusia. Saya merasa bahwa sikap tersebut bisa memberikan dampak baik dalam sebuah hubungan, baik untuk diri sendiri maupun dengan orang lain. Lalu bagaimana cara membangun toleransi yang baik dalam keluarga?

Toleransi Dididik Sejak Dini

Sejak dini perlu menanamkan sikap toleransi dengan baik. Pola asuh menjadi tindakan yang sangat penting dalam menentukan karakter baik anak. Melalui pola asuh yang kurang tepat dapat menyebabkan karakter anak yang tidak baik. Sedangkan pola asuh yang tepat maka dapat menghasilkan karakter anak yang baik. Pola asuh yang orang tua ciptakan harus mampu memberikan dampak positif terhadap terciptanya pribadi anak yang mulia.

Keseluruhan interaksi antara orang tua dan anak harapannya mampu mengubah sikap, perhatian, dan perilaku yang sesuai dengan keinginan yang diharapkan. Dapat kita rasakan apabila orang tua memiliki pola asuh otoriter maka akan berdampak pada anak yang pembangkang. Namun bukan berarti pola asuh otoriter ini tergolong pola asuh yang tidak baik. Akan tetapi, pola asuh dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan juga situasi dan kondisi pada saat itu.

Dalam membangun toleransi dalam keluarga menjadi sangat penting untuk ditanamkan sejak dini. Apalagi dalam rumah yang terdiri dari banyaknya anggota keluarga. Sikap seperti saling menghargai pendapat, membantu pekerjaan, mendengarkan nasihat dan saling menghormati perbedaan karakteristik dapat diaplikasikan dalam sehari-hari.

Sikap toleransi anak akan terbentuk dari apa yang dia lihat di sekitar lingkungannya. Ketika orang tua berselisih di depan anaknya maka anak tersebut akan mengingat dan mungkin melakukan hal yang sama di kemudian hari. Menjadi orang tua memanglah tidak mudah. Namun segala tindakan perlu diperhatikan mana yang baik untuk diperlihatkan dan mana yang tidak.

Biasanya masalah yang sering timbul dalam sebuah keluarga adalah perselisihan antara adik dan kakak. Seringkali yang harus mengalah adalah kakak, orang tua beranggapan bahwa seorang kakak dapat mengerti kondisi tersebut. Padahal bisa saja anak mengalah untuk tidak ingin membuat keributan lebih lama dan menahan ego untuk mendapatkan perhatian lebih nantinya.

Berkaca dari masalah yang sering muncul tersebut. Alangkah baiknya orang tua bertindak tegas dalam memilah mana yang harus dia lakukan untuk menghadapi perselihan tersebut. Ibu ataupun Ayah bisa bertanya terkait masalah yang timbul dari kedua anaknya. Dengarkan mereka, cari tahu masalahnya, dan apa yang membuat mereka berselisih.

Barulah cari solusi bersama-sama untuk mengatasi masalah tersebut tanpa membuat salah satu anaknya untuk mengalah. Karena hal tersebut bisa saja menimbulkan kecenderungan yang tidak baik nantinya. Sehingga sikap toleransi dalam menciptakan kerukunan dalam keluarga ini tidak terjalin dengan baik. Apabila setiap anggota keluarga tidak mampu bersama-bersama dalam mewujudkan rasa toleransi tersebut.

Berawal dari Keluarga

Keluarga menjadi tempat pertama dalam menciptakan karakter setiap individu. Di mana keluarga ibarat bangunan kokoh yang dibangun oleh tiang-tiang yang kuat. Kuatnya sebuah bangunan akan kokoh apabila diberi pondasi yang kokoh pula. Hal ini berkaitan pula dengan pola asuh keluarga tersebut. Khususnya peran orang tua dalam menciptakan pendidikan toleransi yang baik dalam bahtera rumah tangga. Orang tua sebagai pemeran utama dalam pembangunan karakter memiliki peran penting dan bertanggung jawab besar atas tumbuh kembang baik anaknya.

Dimulai dari bagaimana cara mendidik, membimbing dan mengarahkan anak supaya memiliki karakter yang diharapkan. Terdapat hal-hal lain yang perlu orang tua perhatikan dalam mengajarkan toleransi pada anak yaitu pertama, hargai pendapatnya. Perbedaan karakteristik pada setiap anggota keluarga perlu diperhatikan supaya kerukunan dan keharmonisan tetap terjaga. Ketika anak memiliki minat pada bidang tertentu, cobalah untuk dapat memahami dan menghargainya. Diskusikan bagaimana anak tersebut bisa memiliki minat dan apa yang ingin mereka raih melalui minat itu.

Kedua, perlu bertanya. Dengan bertanya anak merasa senang karena merasa diperhatikan, namun jangan sampai terlalu banyak pertanyaan, karena anak akan merasa terintimidasi. Cobalah dengan bertanya, “Bagaimana belajar di sekolah hari ini?”. Dan juga, “Apa yang membuat kamu sulit melakukan ini? Mari kita coba bersama-sama sampai berhasil ya!”. Kalimat positif yang dilontarkan terus-menerus membuat karakter anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satunya dapat peduli dan peka terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya sehingga sikap toleransi dapat terbangun dengan sendirinya.

Ketiga, apresiasi setiap langkahnya. Bagi sebagian anak, mungkin saja pernah mendapatkan kegagalan maupun kesuksesan. Akan jauh lebih baik jika orang selalu memberikan afirmasi positif pada setiap langkah proses yang anak-anak jalani. Afirmasi positif dapat membantu perkembangan emosional anak untuk dapat menghargai setiap usaha yang ia jalani.

Ketika anak mengalami kegagalan, orang tua atau sesama anggota keluarga dapat mengapresiasi setiap prosesnya. Contohnya, “Kamu sudah hebat, tidak semua orang bisa melakukan seperti yang kamu lakukan”. Kalimat lainnya, seperti “Masih banyak kesempatan lain yang menunggu kamu, jadi tetap semangat ya!”. Melalui kalimat tersebut, dapat membantu perkembangan emosional anak. Jadi, bersabarlah Ayah-Bunda. Kalian sudah luar biasa menjadi orang tua.

***

Mamah Rohaeti Vitri Mutiarasari yang kerap dipanggil Muti oleh teman-temannya. Saat ini sedang menempuh jenjang perkuliahan pada semester 6 di Universitas Pendidikan Indonesia dengan mengambil program studi PGSD atau Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Bagikan
Exit mobile version