f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
parenting terbaik

Parenting Terbaik Adalah Memberi Kenangan yang Baik

Setiap anak punya kelebihan dan kekurangan. Tapi hidup mengajari bahwa jika kita hanya fokus pada kelemahan, maka akan membuat potensi kita buram. Atau lebih buruk. Kita tidak mensyukuri hidup. Begitulah kata Puthut EA, dalam salah satu buku yang saya lupa judulnya.

Saya beruntung punya orang tua yang paham dengan potensi anaknya. Saya tak pernah dimarahi. Tak pernah dipaksa untuk belajar. Tak ada keharusan untuk bisa ini dan itu. Saya tumbuh dengan bebas.

“Besok juga paham sendiri”, begitulah yang sering diucap orang tua saya ketika anaknya tidak bisa melakukan sesuatu. Iya, orang tua saya sangat percaya dengan potensi anak-anaknya.

Sampai sekarang, ada banyak hal yang tidak bisa saya lakukan. Tulisan tangan saya jelek, saya tidak bisa menggambar dengan baik, urusan pertukangan juga gak becus. Bahkan, dulu saya pernah melakukan tindakan yang melanggar norma sosial. Alhasil, saya “dihukum” secara sosial. Saya diseret, diadili, “dipermalukan”, dan dianggap tidak bermoral. Satu kejadian yang sampai saat ini masih terbayang dalam ingatan.

Bukan, ini bukan tentang pembunuhan atau narkoba. Saya hanya tertangkap sedang ngobrol berdua dengan lawan jenis dalam situasi yang kurang tepat.

Saya sengaja memakai kata “hanya”. Bukan untuk menganggap remeh persoalan. Tapi aktivitas tersebut tidak lebih kejam dari pembunuhan. Pun jika dianggap setara, apakah layak diadili dengan demikian?

Selepas dari peristiwa itu, ada begitu banyak pertanyaan di pikiran saya. Memangnya siapa yang dirugikan atas tindakan saya? Memangnya tindakan ini sejahat apa? Atau, memangnya mereka ini siapa kok layak menghukum orang lain?

Tidak lama, pertanyaan tersebut akhirnya berubah menjadi ketakutan karena saya membayangkan bagaimana respons orang tua saya.

Baca Juga  Keutamaan Mengajarkan Hal-Hal Baik pada Anak

“Kalau ada apa-apa itu cerita, biar ibuk paham”. Begitulah kalimat yang diucapkan ibuk saya setelah ia tahu masalah yang dialami anaknya. Sedangkan bapak saya hanya cuek dan tidak menggap peristiwa tersebut pernah terjadi.

Iya, tak ada amarah, tak ada umpatan, dan ada ceramah tentang moral, akhlak, serta tingkah laku luhur yang ndakik-ndakik itu. Sebuah respons yang melegakan. Setidaknya bagi seorang anak.

Saya percaya kalau seorang anak itu, ya, tumbuh dengan natural saja. Kalau kata orang Jawa: Sak lumrahe bocah. Kadang melakukan kesalahan, kadang bermain, kadang bermalas-malasan, kadang juga tidak taat aturan. Namanya juga anak-anak.

Memang, saya paham jika kami (anak-anaknya) hanya menjadi kaum yang biasa-biasa saja. Tidak ada anaknya yang menjadi orang “terkenal”. Tapi, satu hal. Kami menjadi diri sendiri. Kami tumbuh dengan apa-apa yang memang kami inginkan.

Di era modern ini, susah sekali menjadi diri sendiri. Karakter umum manusia masa kini adalah alienasi atau keterasingan. Begitu kata Erich Fromm. Secara sederhana, konsep ini diartikan bahwa kita tidak lagi melakukan sesuatu atas dasar kehendak sendiri. Tetapi secara tidak langsung “disetir” oleh sesuatu di luar diri kita. Dan akhirnya, kita menjadi asing dengan diri sendiri. Sebab, kita tak memberi ruang terhadap apa-apa yang benar-benar ingin kita lakukan.

“Jangan terlalu fokus dengan perkataan orang lain.” Ibuk saya sering sekali mengatakan itu. Tindakannya juga selaras perkataannya. Alhasil, saya juga menerapkan kalimat tersebut secara tidak sadar.

Saya bersaksi, orang tua saya sudah menjalankan tugasnya dengan cukup paripurna. Menyekolahkan saya di tempat yang baik. Memberi makan dengan gizi yang baik. Dan tentu saja, memberikan kenangan yang indah sejak saya masih kecil.

Baca Juga  Membangun Kedekatan dengan Sang Anak

“Kenangan baik akan melindungi seseorang dari kerasnya kehidupan”. Begitulah kalimat yang disampaikan oleh Puthut EA, dalam salah satu buku yang (lagi-lagi) saya lupa judulnya.

Ini bukan berarti jika memiliki kenangan indah, maka hidupnya akan jauh dari kesusahan. Tentu tidak. Tapi kenangan indah akan menjadikan seseorang tumbuh dengan riang gembira. Serta dapat menyikapi suatu permasalahan dalam hidupnya dengan lapang dada.

Yah, pada akhirnya, apa-apa yang kita pikirkan saat ini memiliki kesinambungan yang panjang. Dan saya percaya, muaranya adalah kenangan yang ada dalam keluarga.

Bukan bermaksud menggurui, tapi dari sana saya belajar kalau parenting terbaik adalah memberi kenangan yang baik bagi seorang anak. Sebab, seorang anak akan tumbuh bersama dengan kenangannya. Dan kenangan itu akan bertahan selamanya.

Sebagai penutup, saya ingin mengucapkan terima kasih, kepada ibuk saya yang sudah keras kepala agar anaknya mendapat kenangan indah, dan dapat menjalani kehidupan sebagaimana yang ia inginkan. Semoga tiap helai rambutmu menjelma bunga-bunga yang indah, sebagaimana keindahan amal baikmu di dunia. Beristirahatlah dengan tenang. Besok kalau sudah waktunya, kita akan bertemu lagi. Alfatihah.

Terima kasih juga untuk bapak, yang kayuhnya sudah mulai ringkih, tapi pundaknya tetap terlihat kuat untuk menampung anak-anaknya yang mulai tumbuh dewasa. Kali ini, izinkan kami bergantian di baris depan. Tolong, tetap doakan kami dengan senyap, sebagaimana yang biasa engkau lakukan pada malam-malam yang sepi.

Bagikan
Post a Comment