Site icon Inspirasi Muslimah

Mensyukuri Jeruji Besi Ala Angie

angie

Angie lahir di Negeri Kanguru, Australia pada akhir tahun 70-an. Berkesempatan sekolah tingkat dasar di Negeri Kanguru, membuat pergulatan hidupnya lebih kaya pengalaman. Sejak masa kanak-kanak, ia memang cukup percaya diri, untuk tampil di depan umum. Alam telah mengajarkannya tumbuh besar menjadi gadis yang ramah, tenang, cerdas dan dewasa. Ia hobi membaca dan piawai memainkan keyboard dan organ.

Berbagai penghargaan pernah Angie raih. Mulai dari juara lomba pidato Bahasa Inggris, lomba debat ilmiah, menjadi Duta Wisata,  dll. Ia lulus dari sekolah Presbiterian Ladies School Sydney, Australia. Atas semua prestasi itu, tidak sulit baginya memenangkan kontes Putri Indonesia tahun 2001. Sebuah ajang kontes bergengsi bagi perempuan berprestasi di Indonesia. Prestasi itu telah menjadikannya sebagai perempuan masyhur di seantero negeri. Membanggakan !

Capaian itu juga membuka pintu bagi prestasi lain di level nasional. Ia dinobatkan sebagai Duta Orang Hutan, Duta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga Duta Batik. Nasib baik terus perpihak pada Angie. Ia menikahi aktor keren, sebagai sesama anggota Dewan Perwakilan Rakyat (2004 -2009). Pencapaian hidup Angie sebagai pesohor, tidak lantas surut setelah menikah.

Terhenti di Jalan Mulus

Sebagai wakil sekjen di partai pemenang Pemilu, Angie mendapat “tempat basah” di Badan Anggaran (Banggar). Sebuah jabatan yang menjadi impian anggota Dewan. Badan ini sangat strategis, karena tugasnya memutuskan besaran anggaran bagi seluruh lembaga Negara. Termasuk badan dan kementerian serta Pemerintah Daerah.  Konon, saat itu, duduk di lembaga ini, seseorang bisa sangat mudah mendapatkan uang banyak.

Nasib baik, jalan mulus, laju prestasi dan segala macam kemudahan dalam mewujudkan mimpi, tiba-tiba harus berhenti. Tahun 2012, ia ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi. Angie divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Tidak cukup di situ, majelis hakim MA menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta, serta pidana tambahan, berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar).

Membuka Pintu Penerimaan

Sebagai ibu tunggal bagi seorang anak semata wayang berusia 2,5 tahun, vonis itu berat. Namun, setiap kesalahan ada konsekuensi. Hakim yang mengadili tidak boleh berbelas kasihan. Ibaratnya, saat mengadili perkara, kedua mata hakim harus ditutup rapat sambil membawa pedang. Ia bisa menebas siapa saja yang ada di depannya. Tidak peduli, apakah korbannya pasangan hidup, anak kandung, kerabat, bahkan orang tua yang melahirkanya sekalipun. Itu teorinya lho.

Membaca kisah Angie, orang bisa bersikap macam-macam. Ada yang marah, menganggap putusan itu belum sesuai dengan perbuatannya. Ada yang memandang putusan itu cukup berat, semoga jera. Pun ada yang iba, karena melihat nasib anak semata wayangnya. Apapun pandangan publik, ia tidak akan berpengaruh terhadap jalan hidup Angie. Ia harus tetap masuk jeruji besi selama 10 tahun berikutnya.

Dua tahun pertama di penjara, Angie memberontak, karena merasa dikorbankan. Ia terus melawan dengan sisa tenaga yang ada. Namun sia-sia. Tidak ada yang percaya! Angie lelah, jalan telah buntu. Masih tetap ada satu pilihan jalan. Angie harus belajar membuka hati, memaafkan lalu menerima semuanya dengan ikhlas. Perlahan, penjara mengajarkan Angie untuk hidup berdamai dengan kenyataan. “Oh ternyata bisa lho saya menikmati hidup tanpa kemewahan. Saya bisa makan di lantai, tanpa meja makan mewah. Saya bisa tetap bisa kenyang kok hanya dengan makan berlauk tempe”. Ungkapan hasil penerimaan.

Begitu banyak pelajaran hidup yang terpetik selama di penjara. Sekolah hidup itu awalnya mengajak berdamai dengan kenyataan. Selanjutnya, secara perlahan ia berhasil membuka kesadaran batin dan hati Angie. Ia terus tumbuh sehingga mampu menyentuh sisi paling dalam jiwanya. Kuat sekali! Semua terasa ringan ketika manusia bisa berjalan bersama inti kesadaran dan keikhlasan.

Keberuntungan Angie

Maret 2022, Angie menikmati udara bebas. Aku melihat tayangan wawancaranya dengan Rossi, selama 1 jam lebih. Tayangan itu telah dilihat oleh lebih dari 3 juta pemirsa. Mungkin itu bukti, bahwa semua tentang Angie, tetap menarik perhatian pemirsa. Angie menceritakan kisah tentang upayanya (di penjara) membangun hubungan personal dengan anak laki-laki semata wayangnya. Kisah tentang hubungan orang tua dan anak, selalu membuatku cengeng. Aku meneteskan air mata. Di saat itulah kebohongan tidak bisa menemukan wadahnya. Trenyuh.

Angie mengakui semuanya dengan tulus ikhlas. Ia pernah menjadi seorang pendosa. Untuk itu ia meminta maaf kepada masyarakat. Terutama kepada anak dan kedua orang tuanya. Ia mengaku sebagai ibu yang tidak baik. Ia juga berterima kasih kepada para hakim, yang telah memperberat masa hukumannya menjadi 12 tahun. “Hukuman 3 – 4 tahun tidak akan bisa membuat saya bisa belajar dari kesalahan”. Ujarnya.  

Sebagai individu yang pernah salah dan menjadi pendosa, ia sudah tuntas menjalani hukumannya. Untuk sisa hidupnya, ia berjanji tidak ingin lagi “bermain drama”. Ia akan berusaha menjadi ibu yang baik bagi anak semata wayangnya. “Untuk bisa bahagia, ternyata bisa kok dengan hal-hal sederhana”. Itu kesimpulannya.

Beruntunglah Angie. Kamu telah menaklukkan liku-liku jalan gelap, yang dulu kamu anggap sebagai penerang. Sekarang, cahaya terang dan jalan mulusmu telah nyata ada. Tinggal menitinya dengan kesadaran yang ada. Setiap sujudmu bernilai sama dengan dunia dan seisinya. Apa yang bisa melebihi itu? Bersyukurlah Angie…

Kisah Angie memberiku pesan, bahwa setiap manusia pasti pernah berbuat khilaf. Angie beruntung, karena kekeliruan telah ia tebus tunai dengan penjara. Mungkin, dosa-dosa Angie telah terampuni. Hidayah itu telah jatuh, bersemayam kuat di hati Angie.

Aku yang pernah mencemoohmu, kini harus memohon ampun kepada Allah. Aku tidak lebih baik. Untuk sejenak, mungkin aku lebih beruntung, karena aibku masih ditutup rapat. Namun harus tetap mempertanganggujawabkannya kelak. Ampunilah aku duh Gusti Allah.  (AJH).

Bagikan
Exit mobile version