Site icon Inspirasi Muslimah

Menjadi Jurnalis Perempuan, Why Not?

jurnalis perempuan

Jurnalis menjadi pekerjaan yang penuh tantangan dan resiko baik untuk laki-laki maupun perempuan. Seorang jurnalis tidak bisa memilih tempat di mana dan di tempat apa mereka akan melakukan liputan.  

Seorang jurnalis harus menyiapkan dirinya untuk di tempatkan di mana saja. Bisa jadi di tempat yang sedang konflik atau tempat yang sedang terjadi bencana. Mereka harus mau dan berani meliput di tempat-tempat yang sangat rawan.

Pilihan menjadi seorang jurnalis bukan pilihan yang mudah. Mereka harus benar-benar menguatkan hati dan diri mereka untuk memutuskan memilih jurnalis sebagai pekerjaannya. Bagaimana bisa begitu?

Reny Sri Ayu – seorang jurnalis perempuan—mengatakan bahwa meliput di tempat konflik atau bencana, seorang jurnalis harus mempersiapkan sebaik mungkin. Seperti kelengkapan alat untuk meliput, kesiapan diri seorang jurnalis selama meliput dan keberanian untuk meliput di tempat yang sangat rawan.

Tidak hanya itu, jurnalis juga harus siap pindah tugas sewaktu-waktu ketika tempat yang mereka tinggali sudah mulai berkonflik. Di tempat konflik, seorang jurnalis adalah musuh bagi mereka. Baginya, jurnalis adalah teman aparat kepolisian dan harus disingkirkan.

Jika sedang meliput di tempat bencana, seorang jurnalis juga harus bersiap untuk tinggal di manapun. Bisa jadi mereka tinggal di tenda yang mereka buat sendiri atau  tidur di mobil yang mereka bawa.

Perempuan menjadi Jurnalis?

Pertanyaan yang seringkali muncul ketika mendengar kata jurnalis yaitu bisakah perempuan menjadi jurnalis?. Tentu saja bisa dan banyak kesempatan bagi perempuan untuk bergabung menjadi jurnalis. Hingga saat ini masih minimnya jumlah perempuan yang tertarik menjadi jurnalis.

Jika kita melihat kinerja jurnalis yang penuh dengan tantangan dan resiko tidak memungkiri banyak perempuan yang tidak tertarik menjadi jurnalis. Padahal sebenarnya menjadi jurnalis juga memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan yang sangat luas.

Mereka – jurnalis—tidak hanya meliput di tempat yang rawan saja. Mereka juga meliput di tempat-tempat yang mengasyikkan dan sangat aman. Seorang jurnalis juga akan menjadi sumber informasi pertama bagi masyarakat di Indonesia.

Hingga saat ini, jumlah jurnalis perempuan masih sangat sedikit dibanding dengan jurnalis laki-laki. Di dunia jurnalispun, perempuan masih sering dipertanyakan kemampuannya untuk meliput di daerah yang sangat rawan.

Seperti yang dikisahkan oleh Reny Sri Ayu, seorang jurnalis yang pernah meliput di daerah konflik Poso dan daerah bencana Palu. Sebelum memberangkatkan Reny, pihak kantor menanyakan apakah Reny mampu untuk meliput di daerah rawan.

Dengan sigap dan mantap, Reny menjawab bahwa dia bisa melakukan liputan tersebut meskipun dialah satu-satunya perempuan yang ikut meliput. Teman-temannya juga sering bertanya, kira-kira kamu sanggup meliput di daerah rawan. Dia menjawab saya bisa.

Dari kisah Reny tersebut memperlihatkan bahwa perempuan juga bisa menjadi seorang jurnalis. Mereka juga mampu meliput di tempat yang rawan sekalipun. Beberapa tips yang harus diperhatikan bagi jurnalis yang akan meliput di tempat yang rawan baik konflik maupun bencana.

Memahami Batas Kemampuan Diri

Semua jurnalis baik laki-laki dan perempuan pasti memiliki batas kemampuan. Sebagian jurnalis merasa mampu menaklukan seluruh tempat liputan namun sebagian mereka juga pernah merasakan keberatan ketika meliput di sebuah tempat.

Sebagai seorang perempuan yang ingin menjadi jurnalis, jangan pernah ingin mendapat keistimewaan dari siapapun. Perempuan harus mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sama dengan laki-laki.

Jurnalis perempuan juga harus mempu mengikuti kegiatan yang biasa laki-laki lakukan. Misalnya seorang jurnalis perempuan mendapat tugas meliput di daerah gunung yang mengharuskan mereka untuk ikut mendaki. Mereka –jurnalis perempuan—harus mampu melihat sampai mana kemampuan mereka untuk mendaki.

Ketika jurnalis perempuan tidak mampu mendaki gunung sampai atas, maka dia harus mengatakan sejujurnya kepada teman jurnalis lainnya. Jangan sampai jurnalis perempuan merepotkan atau menyusahkan rekan jurnalis lainnya.

Jika seorang jurnalis perempuan telah mampu memahami batas kemampuannya, maka mereka akan memposisikan dirinya dengan tepat. Tidak akan menyusahkan atau merepotkan orang lain yang berada di sekitarnya.

Kerja Sama Tim yang Solid

Ketika meliput di daerah rawan hal yang harus tetap terjaga yaitu kerja sama tim. Satu tim tidak hanya terdiri dari laki-laki saja atau perempuan saja. Mereka menjadi satu kekuatan bersama untuk melakukan liputan.

Kerja sama satu tim sangat dibutuhkan apalagi ketika meliput di daerah rawan konflik ataupun rawan bencana. “Jangan meliput berita sendiri”, begitu pesan dari salah satu jurnalis perempuan. Tanpa kerjasama, seorang jurnalis akan kesulitan melakukan liputan dan mendapatkan berita yang mereka butuhkan.

Jurnalis perempuan juga harus bekerja sama dengan jurnalis laki-laki. Jika laki-laki dan perempuan dapat bekerja sama untuk melakukan liputan maka akan lebih mempermudah dan meringankan liputan di tempat yang rawan.

Mendapat Support Keluarga

Bagi jurnalis perempuan, support keluarga adalah segalanya. Seorang jurnalis perempuan tidak hanya jurnalis namun dia juga seorang Ibu bagi anak-anaknya. Mereka harus mampu menyeimbangkan kewajiban sebagai seorang jurnalis dan juga sebagai ibu.

Support keluarga menjadi kunci keberhasilan jurnalis perempuan dalam melaksanakan tugasnya.  Seorang jurnalis yang juga seorang ibu akan lebih leluasa jika keluarganya juga memberikan dukungan penuh terhadap pekerjaannya.

Banyak resiko dan tantangan yang akan jurnalis hadapi. Support keluarga inilah yang akan mengurangi beban resiko dan tantangan seorang jurnalis ketika akan melakukan liputan di tempat yang rawan.

Kerjakan Sesuai Kode Etik Jurnalistik

Sebagai seorang jurnalis, kode etik jurnalistik adalah pedoman bagi mereka dalam melakukan liputan. Dalam buku Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas dijelaskan terdapat 11 pasal kode etik jurnalistik.

Pertama, seorang jurnalis harus bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. Kedua, menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Ketiga, menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Keempat, tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.

Kelima, tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Keenam, tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Ketujuh, memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.

Kedelapan, tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, agama, dan tidak merendahkan martabat orang lain.

Kesembilan, menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya. Kesepuluh, segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang salah dan tidak akurat dengan permohonan maaf kepada pembaca, pendengar dan pemirsa.

Kesebelas, melayani hak jawab dan koreksi secara profesional. Inilah kode etik jurnalistik yang harus jurnalis taati.

Bagikan
Exit mobile version