Site icon Inspirasi Muslimah

Mengubah Beban Keluarga Menjadi Anugrah Keluarga

beban keluarga

Tak jarang di kalangan milenial sering terdengar sebutan “beban keluarga”. Apa sih makna dari sebutan itu? Sebutan itu dimaksudkan untuk ia yang cenderung merepotkan anggota keluarga yang lain, Seringkali dicontohkan seperti seorang anak yang sudah dibiayai oleh orang tuanya untuk belajar sekolah, namun ia tidak belajar dengan baik. Kesehariannya hanya bermalas-malasan, bermain game, tidak memberikan manfaat untuk orang tuanya. Situasi yang cukup relate dengan yang terjadi di sekitar kita?

Bukan hanya anak, setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing. Ada ayah yang memiliki kewajiban menafkahi keluarga, menjaga keimanan keluarga, serta tugas-tugas mulia lain sebagai kepala keluarga. Ibu berkewajiban mendidik putra-putrinya bersama Ayah. Kemudian para anak, wajib taat dan patuh kepada orang tuanya, sang kakak menyayangi adiknya dan adik menghormati kakaknya.

Tugas dan peran masing-masing sudah berbeda. Suami kepada istri, istri kepada suami. Ayah kepada anak, anak kepada ayah. Kakak kepada adik, adik kepada kakak. Semua memiliki peran yang saling melengkapi.

Jika kita melihat ke sudut pandang anak, tak jarang anak yang merasa keberadaan dirinya hanyalah sebagai beban yang memberatkan keluarganya. Beberapa alasan seorang anak bisa merasa bahwa ia adalah beban bagi keluarganya yaitu; ia tidak memiliki prestasi ataupun hal lain yang bisa dijadikan sebagai kebanggaan untuk keluarganya; atau orang tuanya pernah menyinggung mereka dengan perkataan yang membuat mereka sakit hati.

Konotasinya bermakna negative, begitupun sebaliknya. Terkadang, orang tuapun ada juga yang beranggapan bahwa dengan hadirnya seorang anak akan menjadi beban untuknya. Dalam keadaan ekonomi yang sempit, lalu mendapatkan kabar bahwa sang istri hamil lagi malah membuat suami semakin stress karena tambahan biaya yang harus ditanggungnya,dan banyak berbagai contoh kecil lainnya.

Lalu bagaimana menurut islam, seperti apa sebenarnya kedudukan anak dalam Al-Qur’an dan as-sunnah? Apakah benar seorang anak adalah beban bagi anggota yang lain? Berikut penjelasannya:

Pertama, Anak sebagai Perhiasan

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia; tetapi amalan-amalan yang kekal lagi sholih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al Kahfi: 46)

Anak dan harta disebutkan sebagai perhiasan atau pelengkap dalam kehidupan dunia, akan tetapi yang paling utama adalah beribadah kepada Allah dan memujiNya. Dengan kata lain, anak hanyalah sebagai hiburan di kehidupan dunia.

Kedua, Anak sebagai Qurrota A’yun

وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al Furqan :74)

Ayat tersebut adalah doa orang-orang sholeh pada zaman dahulu; agar istri, anak, dan keturunan mereka menjadi pribadi yang sholih. Sejuk di pandangan mata dan mata hati. Karena itulah, sifat dari pemimpin yang ideal.

Ketiga, Anak sebagai Fitnah
  1. إِنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ ععَظِي

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At taghabun: 15)

Ayat tersebut adalah peringatan dari Allah, bahwasanya anak bisa menjadi fitnah bagi kedua orang tuanya. Oleh sebab itu sebagai orang tua harus terus mempertebal keimanan kepada Allah Swt. Dan selalu menggantungkan apa yang terjadi hanya kepadaNya

Keempat, Anak sebagai Musuh

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka); maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At Taghabun: 14) Anak bisa menjadi musuh bagi orang tuanya ketika ia melakukan perbuatan yang melalaikan Allah. Maka orang tua harus memperteguh imannya dan membimbing anaknya dengan baik.

Kelima, Anak sebagai Tabungan Akhirat untuk Orang Tuanya

Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya:

“Apabila seorang manusia meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yakni sedekah jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak sholih yang mendoakannya”. (HR Muslim)

Ketika manusia meninggal maka seluruh pahala amalannya akan terputus. Kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang mendoakan kedua orang tuanya. Maka anak yang sholih bisa menjadi investasi akhirat bagi kedua orang tuanya.

Islam adalah agama penuh rahmat yang selalu mengajarkan kita dalam ranah kebaikan. Islam memandang anak dalam berbagai perspektif, seperti yang sudah disebutkan di atas. Sekarang tinggal memilih jika posisimu sebagai anak, apakah tetap ingin menjadi ‘beban keluarga’ saja? Atau mau berusaha untuk menjadi ‘anugrah keluarga’ yang bisa menjadi penolong keluarga baik di dunia, maupun di akhirat kelak. Sejatinya kita hanyalah makhluk Allah yang sangat kecil dan hina, tak inginkah kita berusaha menggapai ridaNya dengan berusaha menjadi hamba yang taat dan taqwa?

Bagikan
Exit mobile version