Site icon Inspirasi Muslimah

Menghilangkan Gaya Hidup Patriarki di Era Society untuk Kebahagiaan Keluarga

patriarki

Patriarki didefinisikan sebagai keadaan atau kondisi sistem sosial di mana laki-laki memiliki prioritas dalam segala hal dan dipandang sebagai pemegang otoritas tertinggi, termasuk di bidang ekonomi, politik, dan kondisi sosial dan moral. Sejarah juga mengatakan bahwa laki-laki selalu memiliki “hak istimewa” yang membuat perempuan lebih rendah dari laki-laki. Dengan adanya sistem patriarki ini, banyak perempuan diperlakukan tidak adil dari berbagai sisi dalam pekerjaannya, dalam kehidupan sehari-hari dan sebagian dalam pendidikan.

Di Indonesia sendiri, sistem patriarki sudah ada sejak zaman dahulu, bahkan pada masa penjajahan Indonesia, perempuan hanya dijadikan budak seks bagi penjajah. Perempuan seolah-olah memiliki tanggung jawab dalam kehidupan yang hanya berkisar pada urusan rumah tangga, seperti memasak, membersihkan rumah, mengurus anak dan suami, hal-hal seperti mencari nafkah keluarga dianggap sebagai tanggung jawab laki-laki atau kepala keluarga saja. Oleh karena itu, sudah banyak stereotipe gender di masyarakat, yang menyatakan perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, karena dianggap tidak berguna di masa depan, dan laki-laki yang mendekat akan kehilangan kepercayaan diri jika tingkat pendidikan perempuan terlalu tinggi.

Jika menilik sejarah, di Indonesia pernah ada pejuang emansipasi wanita yang bahkan menetapkan hari ulang tahunnya sebagai salah satu hari besar nasional sebagai contoh perjuangan kesetaraan antara wanita dan pria. Tokoh ini tak lain adalah RA Kartini. Tokoh yang sangat familiar di telinga kita ini bahkan sempat diabadikan dalam sebuah lagu berjudul “Ibu Kita Kartini”. Meski diulang-ulang oleh Kartini dan diikuti oleh gerakan perempuan modern, praktik budaya patriarki justru terus ada dan berkembang di masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan terkekangnya kebebasan perempuan dan menghalangi hak-hak perempuan.

Pengarusutamaan gender adalah strategi untuk mempromosikan kesetaraan gender yang dapat dilaksanakan dengan tiga cara yakni pertama, dengan pengarusutamaan, kedua, dengan perlindungan khusus, dan terakhir, yaitu dengan menetapkan kuota tertentu untuk kelompok rentan. Penerapan pengarusutamaan gender dapat dilaksanakan melalui proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang melibatkan masyarakat. Upaya menghilangkan perbedaan pandangan yang masih merugikan perempuan harus terus dilakukan, pembagian peran yang setara antara laki-laki dan perempuan dapat diperluas dari dimensi masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga, dan kemudian secara bertahap kepada seluruh masyarakat. Masalah kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan juga sudah diformalkan di Indonesia salah satunya pada Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Pasal 15, yang berbunyi “Setiap orang berhak memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.

Menurut Menteri Bintang, diharapkan di tangan politisi perempuan akan muncul kebijakan yang lebih responsif dan lebih ramah perempuan. Selain itu, untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan, KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) bekerja sama dengan daerah untuk memberikan pelayanan kepada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, Peran gender yang kaku ini antara lain mempengaruhi tuntutan perempuan untuk selalu bersikap lembut dan tunduk kepada laki-laki, yang membuat perempuan rentan terhadap kekerasan, dan mereka percaya bahwa orang tua berperan penting dalam mendobrak stereotipe gender, tetapi semua orang juga dapat berpartisipasi dalam menghilangkan stereotip gender. Berikut adalah tips dari Jane untuk mematahkan stereotipe peran gender :

1. Kurangi ekspektasi terhadap seseorang berdasarkan stereotipe peran gender

Langkah paling mudah adalah mengubah beberapa kebiasaan yang secara tidak langsung memisahkan atau membedakan perempuan dan laki-laki dalam keluarga.

2. Hati- hati terhadap lisan

Contoh perkataan lisan seperti “Laki-laki itu harus tangguh dan tidak boleh menangis” atau “Perempuan harus patuh pada suaminya”, secara tidak langsung melegitimasi stereotipe peran gender yang dibentuk oleh budaya patriarki.

3. Adil dalam pembagian tugas rumah tangga

Jangan berpikir bahwa semua pekerjaan rumah tangga hanya untuk anak perempuan. Ingatkan keluarga anda bahwa membersihkan rumah bisa dilakukan oleh semua kalangan, tidak hanya wanita saja.

4. Peraturan yang adil antara laki-laki dan perempuan

Biasanya ada aturan yang lebih ketat untuk anak perempuan dalam keluarga, seperti tidak boleh pulang malam. Ini adalah stereotipe gender yang harus dipatahkan dalam keluarga karena aturan antar keluarga harus adil dan tidak tergantung gender. Risiko dan bahaya aktivitas malam hari dialami oleh semua orang, tidak hanya wanita. Jika perempuan dalam keluarga tidak diperbolehkan pulang sampai larut malam, aturan yang sama juga berlaku untuk laki-laki dalam keluarga.

5. Memberikan dukungan dan kesempatan yang setara tanpa memandang jenis kelamin

Contoh, ada kegiatan sampai larut malam yang seringkali karena adanya tugas sekolah atau pekerjaan. Jika kita membatasi waktu aktivitas perempuan, mereka tidak akan memiliki kesempatan yang sama dengan anggota keluarga laki-laki. Kita harus mendukung cita-cita semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, dan salah satu cara termudah untuk mendukungnya adalah dengan memberi mereka kesempatan yang adil dan wajar.

Daftar Pustaka

Amalia, S. (2020, Januari – Februari). 5 Cara Dobrak Stereotip Gender Dalam Keluarga. Perempuan dan Perlindungan anak.

Mahardhika, G. R. (2020, April 22). Belenggu Budaya Patriarki terhadap Kesetaraan Gender di Indonesia .

Mahardika, S. S. (2022, Agustus 13). Minimalisir Budaya Patriarki dengan Pemahaman Kesetaraan Gender dalam Keluarga. KKN UNIVERSITAS DIPONEGORO.

Menteri PPPA : Budaya Patriarki Pengaruhi Rendahnya IPM Perempuan. (2021, Maret 25).

Pujianti, T. Y. (2020, Juli 11). Patriarki dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia.

Bagikan
Exit mobile version