Site icon Inspirasi Muslimah

Menghadapi Masa Berduka dalam Kacamata Islam

berduka

Amalia Zulfia Latifah

Kehidupan manusia pada dasarnya tidak pernah berada pada tempat yang tetap. Seperti kendaraan yang dapat berjalan jika roda berputar, kehidupan manusia ibarat kendaraan dan segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan adalah rodanya.

Sebagai makhluk yang menempati ruang dan waktu dengan segala peristiwa di dalamya, alur kehidupan tetap berjalan tanpa bisa kita cegah. Entah pertemuan dengan orang baru, bekerja di tempat baru, perpisahan dengan orang terkasih, dan lain sebagainya. Perasaan pada emosi positif maupun negatif menjadi hal yang akan selalu manusia jumpai.

Salah satu contohnya adalah perasaan berduka ketika menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan, sehingga menyebabkan munculnya perasaan bersedih yang begitu mendalam. Berduka atau yang biasa disebut grief, menurut ilmu psikologi seringkali diartikan dengan peristiwa yang berkaitan dengan kehilangan dalam hidup seseorang; entah kematian atau pemutusan ikatan emosional yang dinilai penting.

Smith (2013) memaparkan grief atau rasa berduka adalah reaksi terhadap kehilangan seseorang yang ia cintai atau kehilangan harapan besar yang mana individu akan mengalami penderitaan secara emosional. Sedangkan Papalia (2008) mendefinisikan grief sebagai perasaan kehilangan karena kematian seseorang yang dekat dengan individu dan proses penyesuaian diri terhadap kehilangan.

***

Pada umumnya, seseorang yang berduka akan mengalami di antara lima aspek dari grief menurut Turner dan Helmes (2015), di antaranya yaitu:

  1. Denial of loss.
    Pada fase ini individu yang ditinggalkan akan menyangkal dan memilih tidak percaya dengan kenyataan bahwa orang yang dekat dengan individu telah tiada. Reaksi ini dimunculkan ketika individu tidak ingin mengeluarkan emosi negatif yang ia rasakan dan berusaha meredamnya dengan penyangkalan-penyangkalan yang individu yakini.
  2. Realization of loss.
    Pada fase ini individu mulai menyadari pada kenyataan yang terjadi bahwa orang yang dekat secara emosional dengan individu telah tiada.
  3. Feeling of abondenment, alarm, and anxiety.
    Individu yang ditinggalkan pada fase ini akan merasakan khawatir dan gelisah dengan keadaan yang terjadi. Individu merasa tidak mempunyai ide untuk bagaimana melanjutkan hidup setelah dirinya kehilangan orang yang dikasih.
  4. Restlessness (a product of anxiety), insomnia, loss of appetite, irrability, loss of self control, wondering mind.
    Pada fase ini individu akan merasakan keresahan karena kecemasan yang ia rasakan, insomnia, nafsu makan hilang, mudah marah, kontrol diri yang menurun, dan pikiran yang kacau.
  5. Pining.
    Pada fase ini individu yang ditinggalkan merasakan perasaan merana, timbulnya rasa sakit fisik dan penderitaan karena grief yang dirasakan. Individu biasanya akan mencari benda-benda yang mengingatkan individu pada orang yang telah meninggalkannya.
***

Perasaan berduka tersebut akan semua orang rasakan dengan cara yang berbeda-beda. Kita tidak bisa menyamakan bagaimana seseorang berekspresi dengan kita ketika merasakan berduka. Tetapi sesuatu yang dapat dilakukan sebagai upaya melewati masa grief menjadi sesuatu yang penting untuk diketahui, terlebih untuk seorang muslim yang dalam Islam terdapat adab ketika berduka.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa kesenangan dunia dan kesengsaraan yang kita terima adalah ujian kehidupan yang Allah berikan. Ujian ini Ia berikan semata untuk menguji keimanan orang-orang muslim apakah menjadi hamba yang menerima segala sesuatu dengan bersyukur dan kesabaran ketika menghadapi ujian atau sebaliknya. Seperti firman Allah pada surah Al-Anbiya’ ayat 35, yaitu

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan, dan hanya kepada kamilah kalian akan kembali.”

Allah sebagai pemilik alam semesta, menciptakan kebahagiaan dan kesedihan agar manusia menyadari nikmatnya kebahagiaan; sehingga dapat senantiasa bersyukur dan berbagi kebahagiaan. Sebaliknya, Allah menciptakan kesedihan agar manusia senantiasa mengingat penciptanya yang maha memberi dan mengasihi.

***

Kesedihan yang manusia rasakan bukanlah hal yang tercela, hal tersebut merupakan sesuatu yang bersifat manusiawi. Sesungguhnya tidak ada yang memandang perasaan sedih sebagai sesuatu yang salah jika dilakukan dengan sewajarnya.

Perasaan sedih asuk kategori tercela apabila individu menyikapinya dengan berlebihan sehingga menyebabkan keputusasaan dan membenci takdir Allah. Tentu saja, hal tersebut sangat tidak diharapkan terjadi pada kita khususnya orang muslim. Allah berfirman dalam surah Al-Imran ayat 139, yaitu

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Dan janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

Ayat di atas bagai air di tengah tanah yang gersang bagi orang-orang yang beriman pada Al-Qur’an. Dapat kita lihat betapa rahimNya Allah yang tidak ingin hamba-Nya bersedih pada sesuatu yang bersifat sementara. Segala bentuk kesenangan dan kesedihan yang terjadi adalah pelengkap pada kehidupan di dunia fana ini.

***

Oleh karena itu, kita sebagai orang muslim sebaiknya tidak terlalu larut dalam kebahagiaan maupun kesedihan. Ada baiknya kita menganggap bahwa kesenangan yang Allah berikan adalah hadiah yang harus kita syukuri, sedangkan kesedihan adalah pengingat dari Allah untuk selalu mengingat sang pencipta alam semesta.

Karena pada dasarnya, dunia ini adalah tempat manusia untuk “menabung” sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak. Segala sesuatu yang kita perbuat maupun ucapkan akan kita pertanggungjawabkan sebagai pertimbangan di manakah tempat yang layak untuk kita tinggali kelak, entah surga atau neraka.

Dapat disimpulkan bahwa terlalu larut dalam kesedihan ketika berduka adalah hal yang sia-sia. Daripada itu, akan lebih baik kita menyikapi kesedihan tersebut dengan senantiasa berdoa kepada Allah Swt. untuk keselamatan orang yang meninggalkan kita dan keselamatan diri kita sendiri agar dapat bertemu kembali di tempat terbaik yang telah Allah janjikan untuk orang-orang yang telah senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Mendoakan orang yang telah meninggal adalah hal yang sangat mereka butuhkan daripada melihat kita terus menerus bersedih. Bukan berarti kita dilarang untuk bersedih, tetapi akan jauh lebih baik jika kita menyikapinya dengan bijak bukan? Demikian. Semoga bermanfaat.

Bagikan
Exit mobile version