Site icon Inspirasi Muslimah

Mengenal Kembali Bapak Pendidikan Indonesia

pendidikan indonesia

Banyak dari kita telah mengetahui bahwa Ki Hajar Dewantara adalah bapak pendidikan Indonesia; peletak batu tapak pendidikan yang tahun kelahirannya dikenang sebagai hari pendidikan nasional.

Ki Hajar Dewantara merupakan seorang bangsawan kraton Pakualaman Yogyakarta. Beliau lahir pada tanggal 02-Mei-1889 di Yogyakarta dengan nama lahir Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, kemudian meninggal dunia di Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959. Beberapa bulan setelah meninggal dunia, Ki Hajar Dewantara mendapatkan gelar pahlawan nasional dari presiden pertama Indonesia melalui Keppres No 316 Tahun 1959, tanggal 16 Desember 1959

Pendidikan dan Karir

Sebagai keturunan ningrat, Ki hajar Dewantara mendapatkan kemudahan untuk mengakses pendidikan. Ia pernah bersekolah dan mendapatkan beasiswa di STOVIA (Sekolah dokter untuk pribumi). Meski perjalanan pendidikannya harus terhenti karena sering beliau menderita sakit. Mimpi untuk menjadi dokter seakan sirna, namun semangat hidup untuk membela bangsa dan tanah air tak pernah pudar.

Ki Hajar Dewantara memulai kembali karirnya menjadi penulis dan wartawan di berbagai surat kabar. Melalui tulisan dan surat kabar beliau lantang bersuara menentang penjajah kolonial Belanda. Mengajak seluruh rakyat Indonesia khususnya pemuda untuk merebut kemerdekaan bangsa.

Suaranya yang lantang dan kritikannya yang tajam menjadikan kolonial Belanda murka dengan sikapnya. Murkanya kolonial Belanda memuncak ketika Ki Hajar Dewantara melayangkan kritik kepada penjajah melalui tulisannya yang berjudul; “Als ik een Nederlander was” (Andai Aku Seorang Belanda) pada perayaan kemerdekaan Belanda yang mewajibkan masyarakat pribumi memberi sumbangan untuk merayakan kemerdekaan Belanda atas penjajahan Prancis di tanah Hindia.

Tulisan yang tajam tersebut menghantarkan Ki Hajar Dewantara ke tempat pengasingan di pulau Bangka tanpa melalui proses peradilan. Ketika Ki Hajar Dewantara menjalani masa pengasingan, kedua sahabatnya, Dr Cipto Mangun Kusumo dan Ernest Douwes Dekker (sebutan tiga serangkai) memprotes hukuman yang diberikan kepada rekannya, atas protes tersebut mereka bertiga diasingkan ke Belanda.

Masa Pengasingan

Pada masa pengasingan, tiga serangkai fokus untuk mendalami dunia pemikiran-pemikiran tokoh pendidikan dunia. Sekembalinya ke Indonesia pada bulan September tahun 1919 Ki Hajar Dewantara masih lantang menyuarakan kemerdekaan dan melawan penjajah yang menyebabkan beliau keluar masuk tahanan.

Kemudian Ki Hajar Dewantara sadar ketika istrinya terbaring sakit dan kembali mengingatkan beliau pesan dan harapan yang diberikan gurunya. Setelah mendapatkan nasehat dari istri beliau,

Ki Hajar Dewantara tergerak untuk membangun sebuah sekolah untuk kaum pribumi. Agar lebih dekat dengan bangsanya beliau menanggalkan nama lahirnya dan menggantinya dengan nama Ki Hajar Dewantara.

Lembaga pendidikan (Sekolah) yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut bernama National Onderwijs Institut. Atau kita lebih mengenalnya dengan sebutan Taman Siswa yang berdiri pada 03 Juli 1922. Berdirinya Taman siswa bertujuan untuk menuju Indonesia merdeka.

Kemudian, itu Taman Siswa juga sebagai antitesis dari lembaga pendidikan kolonial yang hanya dapat di akses oleh kaum priyayi dan keturunan bangsawan; serta pendidikan hanya untuk mendapatkan ijazah dan Sumber Daya Manusia yang siap kerja.

Menggagas Pendidikan

Konsep pendidikan atau dasar pemikiran taman siswa berasaskan pendidikan budaya; sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang harapannya dapat membentuk karakter pelajar Indonesia. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara Pendidikan sebagai wadah yang dapat memerdekakan individu, masyarakat maupun bangsa yang harapannya melahirkan SDM yang mapan dalam segala lini kehidupan.

Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah momong, among dan ngemong yang kemudian berkembang menjadi tiga prinsip. Yaitu: Ing Ngarsa Sung tulhada, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Konsep ini merupakan dasar yang harus dimengerti oleh guru dan pemimpin.

Ing Ngarsa Sung Tulhada: Di depan Memberi Teladan. Konsep ini menandakan bahwa ketika guru atau  pemimpin berada di depan. Maka hendaknya, guru memberi teladan dan contoh yang baik kepada para murid atau anggotanya. Karena pada dasarnya, teladan merupakan kunci sukses dari pembelajaran. Maka dari itu seorang pendidik harus mampu mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Ing Madya Mangun Karsa: Di tengah membangun semangat. Hendaknya ketika berada di tengah-tengah siswanya, seorang pendidik mampu memberikan stimulus berupa semangat dan ide-ide yang mencerahkan; sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan para siswa mampu berpikir kritis dan berkembang sesuai dengan minat mereka.

Tut Wuri Handayani; Di Belakang memberi dorongan, Konsep ini menjadi jargon kementerian pendidikan dan kebudayaan. Hendaknya ketika berada di belakang seorang pendidik mampu memberikan dorongan kepada para siswanya. Namun tetap memberikan kontrol agar siswa mampu menyelesaikan pembelajarannya dan belajar secara berkelanjutan.

Pada proses pembelajaran, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan proses pembelajaran. Seorang guru hendaknya mampu mengajar atau mendidik seperti orang tua dengan penuh kasih dan sayang serta membimbing secara penuh untuk mencapai tujuan pembelajaran. Maka dari itu kualitas dan integritas seorang guru sangat dibutuhkan guna melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki karakter.   

Relevansi dan Realitas Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Jika kita memahami kondisi pendidikan saat ini, maka bisa kita asumsikan masih jauh dari harapan pendidikan yang dirancang oleh Ki Hajar Dewantara. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi seluruh pihak. Pendidikan yang harapannya sebagai wadah membentuk karakter siswa saat ini menjadi lahan garap bagi para pencuri (koruptor) untuk memperkaya diri sendiri.

Selain itu sistem yang selalu berubah-ubah, rendahnya mutu guru, rendahnya kualitas pendidikan dan tuntutan penyeragaman pengetahuan siswa menjadi persoalan yang kompleks dalam dunia pendidikan kita saat ini.

Maka dari itu sebagai upaya perbaikan lembaga pendidikan Indonesia, ada baiknya konsep pendidikan dari bapak pendidikan Indonesia kembali menjadi misi bersama untuk pendiidikan Indonesia. Pendidikan karakter yang selama luntur harapannya dapat menjadi pelajaran wajib di setiap lembaga pendidikan agar menciptakan SDM yang jujur dan berintegritas.

“Tidak baik menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat, kemampuan dan keahlian tidak bisa diseragamkan” (Ki Hajar Dewantara dalam buku pusara).

Pesan Ki Hajar Dewantara memberikan tanda pada guru atau lembaga pendidikan, bahwa setiap siswa memiliki karakter yang berbeda. Maka hendaknya tidak terjadi penyeragaman siswa. Penyeragaman sering kali terjadi pada lembaga pendidikan kita, hal ini dapat kita lihat dari indikator kecerdasan siswa. Siswa yang mahir dalam ilmu eksakta kerap kali dianggap lebih pintar dari pada siswa yang mahir dalam pelajaran seni dan olahraga.

Bagikan
Exit mobile version