f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
talak cerai nikah

Mengapa Talak Diperbolehkan Tetapi Sangat Dibenci Allah?

Pernikahan merupakan ikatan suci yang dimiliki oleh sepasang suami-istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan prinsip-prinsip Islami. Suami istri semestinya mempertahankan ikatan suci ini.

Segala permasalahan dan konflik yang terjadi dalam rumah tangga sebisa mungkin segera diselesaikan dengan cara yang paling adil bagi kedua pihak. Jika konflik tak kunjung menemui titik terang, maka perceraian adalah jalan terakhir yang dapat diambil.

Islam mengatur sedemikian detail terhadap masalah perceraian. Al-Qur’an menjelaskan bahwa perceraian bukanlah perkara yang dilarang. Namun, perceraian bisa saja menjadi haram tergantung alasan yang menyertainya, sebagaimana ia juga bisa menjadi wajib, sunah, atau mubah.

Meskipun Islam memperbolehkannya, namun Islam juga mengatur agar sebisa mungkin perceraian tidak terjadi. Karenanya, ada kesempatan rujuk (kembali bersama) agar suami-istri dapat membangun rumah tangganya lagi, sebagaimana firman Allah,

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ … الآية

Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu, suami dapat) menahan (istrinya) dengan baik, atau melepaskan (istrinya) dengan baik…” (QS. al-Baqarah [2]: 229).

Muhammad Abduh menyebutkan salah satu syarat bagi suami untuk melakukan perceraian adalah “setelah berpikir seminggu”. Syarat ini menunjukkan bahwa keputusan perceraian merupakan keputusan final yang telah dipikirkan dengan sangat matang. Kematangan keputusan sangat diperhatikan mengingat perceraian bukanlah masalah sepele.

Selain Suami-Istri, Perceraian Juga Berdampak pada Anak

Perceraian bukan hanya berdampak terhadap hubungan dua insan, yaitu suami dan istri, tetapi juga dapat berdampak pada keluarga di masing-masing pihak. Dampak perceraian bahkan lebih besar bagi mereka yang telah memiliki anak. Karena itu, Nabi Muhammad saw. bersabda:

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ

Baca Juga  Membangun Keluarga Harmonis dan Demokratis di Tengah Pandemi

Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (perceraian).” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Hamzah Muhammad Qashim dalam kitabnya Manār al-Qārī Syarh Mukhtashar Shahīh al-Bukhāmenjelaskan mengapa perceraian merupakan perkara yang dibenci. Menurutnya, pernikahan merupakan salah satu sebab terbentuknya banyak maslahat dalam agama dan dunia. Sedangkan perceraian dapat menjadi sebab terputusnya maslahat-maslahat yang dibangun oleh pernikahan.

Muhammad bin Abdul Hadi al-Sindi, seorang ulama fikih Hanafi, dalam Hāsyiyah al-Sindī `alā Sunan Ibn Mājah menambahkan bahwa perceraian juga rawan menjadi sebab terputusnya silaturahmi antara kedua pihak. Lebih jauh, ia bahkan dapat menjadi penyebab permusuhan antar keluarga.

Bagi suami-istri yang telah memiliki anak, perceraian menjadi masalah yang lebih kompleks. Hak asuh anak menjadi perkara lain yang akan dipertimbangkan. Kewajiban memberikan nafkah dan kebutuhan anak pun tetap menjadi tanggung jawab pihak laki-laki, meskipun dia diasuh oleh ibunya.

Khususnya bagi yang memiliki anak perempuan, interaksi antara mantan suami dan mantan istri sedapat mungkin harus tetap terjaga. Ini berkaitan dengan beberapa masalah yang menjadi kewajiban seorang ayah, misalnya mengenai wali nikah yang merupakan salah satu rukun dalam pernikahan.

Ayah kandung sebagai wali nikah dapat digantikan oleh wali nasab lainnya (kakek dari ayah, saudara kandung mempelai wanita, dan seterusnya) jika sudah meninggal. Namun, yang terjadi di lapangan sering kali berbeda. Salah satu contoh pentingnya menjaga silaturahmi antara mantan suami-istri pernah penulis dengar langsung.  

Ada seorang ibu ingin mendaftarkan nikah anak perempuannya. Segala persyaratan sudah lengkap. Tetapi, salah satu rukun nikah belum terpenuhi, yaitu wali nikah. Sang ibu telah bercerai dengan mantan suaminya lebih dari 10 tahun.

Baca Juga  Pengaturan Pernikahan Beda Agama di Indonesia

Dalam kurun waktu itu, tidak ada kabar yang bisa didapat mengenai suaminya (dalam fikih ini disebut maqfūd/tidak diketahui keberadaannya,), apakah sudah meninggal atau belum. Pihak keluarga mantan suaminya pun seakan menutupi-nutupi kabarnya. 

Terhadap masalah ini, pihak Kantor Urusan Agama (KUA) terkadang bersikap tegas dengan tetap mensyaratkan yang menjadi wali nikah adalah ayah kandungnya. Hal ini tentunya memberatkan bagi anak yang hendak menikah.

Namun, ada juga pihak KUA yang memberikan keringanan dengan mengganti wali nasab ke wali hakim, dengan syarat telah dilakukan usaha maksimal untuk mencari tau keberadaan ayah kandungnya, dan syarat lainnya yang telah ditentukan.

Banyak pula kasus di mana ayah kandung calon mempelai wanita enggan menghadiri akad pernikahan anaknya, dengan alasan sibuk, jauh, dan lain sebagainya. Alasan-alasan seperti itu biasanya muncul dari ayah yang telah berpisah (cerai) dengan istrinya, dan tidak menjalin silaturahmi yang baik.  

Banyaknya kasus yang terjadi di masyarakat mengenai wali nikah dapat dilihat sebagai salah satu alasan mengapa perceraian adalah perkara halal yang sangat dibenci oleh Allah.

Masalah rumah tangga sering kali tidak hanya dialami suami dan istri, tetapi juga akan dialami oleh anak. Sebagaimana al-Sindi sebutkan, bahwa perceraian sering kali menjadi penyebab terputusnya silaturahmi.

Karenanya, sangat penting pula bagi suami-istri yang hendak bercerai untuk berjanji tidak memutuskan silaturahmi, terlebih bagi mereka yang telah memiliki anak, dan terlebih lagi jika anaknya adalah perempuan.   

Bagikan
Post a Comment