Site icon Inspirasi Muslimah

Menanamkan Jiwa Tauhid pada Anak Sejak Belia

anak

Ahmad Affan

Wujud cinta kasih orang tua pada anaknya memang tak terhingga sepanjang masa. Kecintaan mereka bukan hanya pada saat sang anak terlahir ke dunia, melainkan bermula semenjak dalam kandungan bunda.

Kecintaan orang tua terpancar dari kepedulian mereka terhadap berbagai kebutuhan dan keinginan anaknya. Mulai dari sandang, pangan, papan, sampai mainan, semuanya dengan fasilitas terbaik; semampu mereka. Itu semua tidak lain adalah wujud kecintaan mereka.

Sebagai wujud cinta kasih yang sejati, kepedulian orang tua pada anak sebaiknya tidak berhenti di situ saja. Sebab, ada tugas lain yang lebih mulia bagi orang tua, yaitu mengenalkan Sang Pencipta kepada anaknya.

Orang tua merupakan lingkungan terdekat yang memiliki pengaruh besar bagi pertumbuhan karakter anak. Sebagaimana sabda Rasulullah riwayat oleh Abu Hurairah yang berbunyi, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi”.

Itu artinya, seorang anak ibarat gelas kosong, dan orang tuanyalah yang mempunyai tanggung jawab untuk mengisinya; dengan mengenalkan pada kebenaran. Oleh karenanya, apabila ada orang tua yang tidak memperdulikan pendidikan tauhid anaknya, sama halnya mereka tidak mencintai anaknya.

Urgensi Pengajaran Tauhid

Dalam ajaran Islam, tauhid merupakan hal pertama dan utama yang menjadi pondasi umat Nabi Muhammad dalam menjalankan syariat. Oleh karena itu, pengajaran tauhid hendaknya kita ajarkan kepada anak sejak belia. Karena dengan pengajaran tauhid yang tepat, dapat membuat seorang anak bersemangat dalam melaksanakan syariat. Dan dengan pengajaran tauhid yang baik, akan mengantarkan mereka pada kepribadian (akhlak) yang baik pula.

Sebagai umat muslim, sudah sepatutnya kita menjadikan Al-qur’an sebagai panduan How to life kita. Sebab, jika mau belajar mendalaminya, tidak berlebihan kalau kita mengatakan di dalam Al-qur’an semua permasalahan ada tutorial penyelesaiannya. Begitupun dengan cara pengenalan tauhid pada buah hati ini.

Belajar Mengenalkan Tauhid pada Anak Dari Surat Luqman Ayat 13

Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 13 yang berbunyi:

وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يا بنيّ لاتشرك بالله إنّ الشرك لظلم عظيم

Yang mempunyai arti, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi nasihat kepadanya, ‘Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’”.

Ayat di atas menyiratkan beberapa poin penting yang dapat menjadi acuan oleh para orang tua dalam memberikan pendidikan tauhid pada anak, di antaranya adalah:

Pertama, mendidik dengan rasa sayang.

Sebelum Luqman memberikan nasihat kepada anaknya, kata dalam ayat ini adalah ya’izhu yang berasal dari kata (wa’azha-ya’izhu) yang berarti mengingatkan kebaikan. Menurut Abi Quraish Shihab, kata tersebut biasa terdapat dalam konteks menasehati kebaikan dengan cara yang menyentuh hati.

Setelahnya, pada awal nasihat, Luqman juga menggunakan kata ‘yaa bunayya’ yang dalam bahasa Arab disebut isim tashghir atau dalam konteks ayat ini bukan berarti pengecilan atau penghinaan. Melainkan mempunyai arti ‘wahai anakku yang mungil’ yang bermaksud memanggil anak dengan panggilan kesayangan.

Dari ayat ini, Allah mengisyaratkan bahwa dalam menanamkan pendidikan pada anak, hendaknya kita menggunakan hati yang tulus dan mengutamakan cara-cara yang menyentuh hati dan penuh kasih sayang.

Kedua, mendidik dengan teladan.

Seperti yang kita tahu, bahwa Luqman merupakan figur yang mempunyai kekuatan aqidah dan keindahan akhlak. Oleh sebab itu, kisah dan namanya diabadikan menjadi salah satu nama surat yang ada di Al-Qur’an. Itu artinya, Luqman mendidik anaknya ini bukan hanya dengan mauidhoh hasanah saja, melainkan dengan hikmah juga.

Oleh karena itu, pendidikan terbaik dari orang tua pada buah hati adalah tidak hanya dengan perkataan, tapi lebih jauh daripada itu, yaitu dengan memberikan teladan. Sebab, karakter mereka tidak serta merta terbentuk begitu saja, melainkan dari proses yang melibatkan berbagai aspek. Salah satunya adalah dengan meniru kebiasaan orang tuanya.

Ketiga, menempatkan anak sebagai subjek bukan objek.

Pada kalimat ‘janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar’ dapat kita ambil pelajaran bahwa Luqman ketika berkomunikasi dengan anaknya tidak hanya sebatas memberikan larangan. Tapi juga memberikan argumentasi yang jelas mengapa perbuatan tersebut dilarang. Kita ajak berdialog, tapi tentu dengan menggunakan potensi yang sesuai dengan perkembangan pola pikir.

Oleh karena itu, orang tua yang juga sebagai pendidik perlu memperhatikan bahwa anak bukanlah objek yang bisa kita berikan pengetahuan saja. Melainkan juga merupakan subjek yang bisa diajak berdialog. Mindset ini penting setiap orang tua miliki agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif.

***

Perhatian orang tua dalam mengenalkan anak pada siapa penciptanya, siapa yang mengurusi alam semesta, siapa nabinya, apa pedoman hidupnya dan apa agamanya sejak dini ini mempunyai banyak faedah.

Sebab, pendidikan tauhid ini bisa menjadi kompas bagi mereka ke depannya. Ketika dewasa, mereka tidak akan kehilangan arah, baik dalam situasi mudah maupun susah. Karena mereka akan percaya sepenuhnya, bahwa segala situasi yang ada datangnya dari yang Maha Kuasa.

Bagikan
Exit mobile version