f

Get in on this viral marvel and start spreading that buzz! Buzzy was made for all up and coming modern publishers & magazines!

Fb. In. Tw. Be.
tabiat pasangan

Membaca Tabiat Kita dan Pasangan

Saya dan istri memiliki dua kecenderungan yang berbeda dalam berinteraksi dengan orang lain. Saya lebih pendiam dan cuek dengan orang, sedangkan istri saya itu orangnya grapyak, mudah bergaul dengan orang lain, sekalipun baru saja bertemu.

Dulu waktu saya baru menikah, saya bersama istri naik motor keliling kampung. Sepanjang perjalanan, setiap kali bertemu orang, saya selalu menganggukkan kepala, sedekah senyum dan sesekali membunykan klakson. Ini sebagai tanda kalau kami, saya dan orang-orang kampung itu tengah bertegur sapa dianggap saling mengenal.

Istri mengira saya mengenal mereka semua, orang-orang kampung itu. Padahal saya tidak tahu nama mereka satu persatu. Tetapi saya yakin di seantero belantara kampung itu mereka mengenal saya.

Ini mungkin terkesan berlebihan. Tetapi saya yakin, orang sekampung itu pernah ke rumah bapak saya. Minimal di hari lebaran. Ya, setiap malam lebaran, rumah Bapak terbuka untuk siapa saja. Beliau selalu melakukan  open house bagi siapa saja. Dan saya adalah anak yang selalu menyediakan minum bagi para tamu sejak ba’da isya’ sampai dinihari. Tentunya tidak salah kalau orang sekampung mengenal saya.

Pernah ketika saya di teras rumah bersama istri, kebetulan ada orang lewat dan menegur kami, kemudian kami begitu hangat membalas. Setelah orang itu lewat, isteri bertanya siapa namanya. Dan saya jawab; tidak tahu.

Isteri saya awalya merasa aneh dengan saya yang sering bertegur sapa dengan orang-orang tapi tidak kenal dengan mereka. Pernah juga ada tamu yang saya juga tidak kenal datang ke rumah. Walaupun saya tidak pernah menyebut namaya, pembicaraan kami terasa seperti teman akrab.  Setelah tamu itu pamit, seperti biasa, isteri saya bertanya siapa gerangan tamu saya.

Baca Juga  Mewujudkan Rumah Tangga yang Berkah

“Jangan bilang kalau tidak kenal lho, Mas.” Begitu isteri saya mengancam.

Sayapun langsung menimpali.

“Oh, saya kenal tamu yang barusan.”

“Siapa namanya?”

“Mad.”,

“Mad siapa?”

“Mad Tamu.”

Kami pun tertawa.

***

Begitulah, saya memang tidak peduli dengan nama orang lain. Saya tidak peduli lawan bicara saya menyebut-nyebut nama saya saat berkomunikasi. Sementara tak satupun kata keluar dari mulut saya menyebut nama lawan bicara saya. Dan itu sering terjadi.

Ya, dalam berinteraksi dengan orag lain, saya sangat jarang memulai membuka pembicaraan. Selalu saja lawan bicara saya yang memulai.

Hal ini sangat berbeda dengan isteri saya. Dia berani menyebut nama lawan bicaranya walaupun baru pertama kali bertemu. Bahkan belum pernah kenalan pun dia sudah menyebut dan memanggil nama. Entah bakul pecel, pengisi bensin di SPBU, bahkan pejabat sekalipun.

Tabiat dia memang sudah begitu dari sononya, jauh sebelum mengenal saya. Dia pernah bercerita, dulu, dia pernah diminta ibunya untuk membelikan kancing baju yang bentuknya seperti yang ada di baju ibuya. Katanya yang jual ada di kampung sebelah. Dekat dengan rumah Ayu, temannya.

Berangkatlah istri saya ke rumah Ayu. Siapa tahu dia bisa mengantarnya. Akan tetapi, Ayu waktu itu sedang sibuk. Dia tidak sempat mengantarnya. Hanya saja dia diberitahu Ayu kalau rumah penjualnya itu selisih tiga rumah dari rumahnya. Kata Ayu, nama penjualnya adalah Mbak Barat.

Benar saja. Istri saya langsung menuju sasaran. Dia bertemu dengan penjualnya.

“Mbak Barat, saya mau beli kancing yang seperti ini.” Begitu katanya sambil menunjukkan contoh yang dibawa dari rumah.

Bukannya mencarikan kancing yang dimaksud, penjual itu malah memerhatikan istri saya.

Baca Juga  Refleksi Konsep Kufu’ dalam Pernikahan

“Kata siapa nama saya Barat?”

“Kata Ayu, yang rumahnya situ.” Jawab isteri saya sambil menunjuk rumah Ayu.

“Nama saya itu Timur. Bukan Barat.”

Mendengar cerita istri saya itu, saya ngakak kepingkel-pingkel. Dasar, jadi orang sok akrab. Sok kenal.

Mengenal Tabiat Pasangan

Begitulah kami, dua orang yang saling berlawanan dalam hal interaksi sosial. Bagi orang yang belum begitu mengenal saya, dikira saya itu orangnya sombong, cuek, sok cool dan merasa tidak butuh orang lain. Pokoknya nggak enak deh ngobrol dengan saya. Nggak nyaman banget.

Sementara bagi yang sudah mengenal akrab dengan saya, mereka bisa menikmati ngobrol dengan saya. Bisa nyaman dan sanggup membuat sakit perut lawan bicara bila bercanda dengan saya.

Tidak hanya di hadapan teman-teman, saya berani ngocol di depan para pejabat dan birokrat. Kadang ketika ada sebuah kegiatan di jajaran Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kendal kemudian saya diminta untuk tampil, saya berani melucu di depan Kepala Kantor, para Kasi, Pengawas dan pejabat yang lain.

Hal ini sepertinya bertolak belakang dengan tabiat saya yang pendiam. Yang harusnya bicaranya lurus-lurus saja tanpa ada parodi atau eksplorasi humor. Tapi nyatanya saya memang begitu orangnya.

Begitu juga dengan istri saya. Dia adalah perempuan supel yang mudah bergaul. Seharusnya dia ketika bertatap muka dan bicara di depan publik, wajar kalau bicaranya ceplas-ceplos. Tapi tidak bagi dia. Dia tidak bisa melakukannya.

Di balik tabiatnya yang enerjik, dia sangat formal ketika tampil di depan umum. Siapapun itu. Ya, tabiat memang kadang betolak belakang dengan penampilan ketika di sebuah ruang formal.

Begitupun kami, saya dan isteri.

Inilah jodoh. Kita tidak akan tahu siapa dan di mana keberadaan jodoh kita sebelum Allah menakdirkan untuk bertemu. Allah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Semua pasti memiliki jodoh tergantung ikhtiar dari kita sendiri serta takdir Allah yang sudah menentukannya.

Baca Juga  Adaptasi New Couple: Semua Tentang Kita

Rezeki, maut dan jodoh memang telah tetapkan oleh Allah sebelum kita dilahirkan ke dunia ini. Karena itu semuanya tak akan pernah tertukar dari masing-masing orang. Dan kita sebagai manusia tidak perlu khawatir dengan semua ketetapannya, karena janji Allah itu pasti.

Bagikan
Post a Comment